Mantan Aktivis 98: Siswa di Aceh Tak Paham Sejarah Damai

Konten Media Partner
16 Agustus 2019 9:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi, upacara siswa SMA. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi, upacara siswa SMA. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Mantan aktivis aktivis 98 di Aceh, M. Rizal Falevi Kirani, menyoroti 14 tahun MoU (Memorandum of Understanding) Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dia meminta para pihak untuk merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), dan memasukkan sejarah damai dalam kurikulum sekolah di Aceh.
ADVERTISEMENT
UUPA merupakan amanah kesepakatan damai yang dirancang khusus untuk Aceh dengan semangat menjalankan otonomi khusus. Menurut Falevi, revisi UUPA sifatnya mendesak karena teks dan konteks sosial masyarakat Aceh telah berubah dalam kurun 14 tahun. Sama mendesaknya dengan memasukkan muatan sejarah damai dalam kurikulum sekolah.
"Saya memiliki dua gagasan menyangkut perdamaian Aceh yang telah berusia 14 tahun. Pertama agenda revisi UUPA harus diserukan secara kolektif oleh masyarakat, Pemerintah Aceh dan DPRA. Kedua, kurikulum muatan lokal sekolah di Aceh harus memuat sejarah Aceh dan sejarah perdamaian Aceh," kata Falevi Kirani, mantan Aktivis Himpunan Mahasiswa Anti Militer (HANTAM), saat konflik Aceh, Jumat (16/8/2019).
Falevi Kirani. Foto: Suparta/acehkini
Menurutnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terpilih dalam Pemilu 2019 sempat beberapa kali berdiskusi dengan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Banda Aceh. Hasilnya, para siswa SMA sama sekali tidak tahu sejarah Aceh.
ADVERTISEMENT
“Jangankan sejarah DI/TII, DOM, Referendum, sejarah MoU Helsinki, nama tiga orang yang menandatangi MoU saja tidak tahu,” kata Falevi.
Menurut Falevi, ini adalah hal yang membahayakan. Sebab, generasi Aceh nantinya tidak tahu sejarah daerah dan bangsanya. Dia meminta Pemerintah Provinsi Aceh dapat meminta Dinas Pendidikan Aceh dan Majelis Mendidikan Aceh (MPA) untuk memasukkan muatan lokal sejarah damai Aceh dalam kurikulum.
“Mereka harus melakukan antisipasi gerakan ahistoris ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa pendahulunya dalam berjuang merebut keadilan. Semua itu layak dijadikan pelajaran di sekolah seluruh Aceh,” jelas Ketua DPP Partai Nanggroe Aceh tersebut.
Bagi Falevi, revisi UUPA dan revisi kurikulum muatan Aceh berbasis perdamaian dan sejarah lokal, harus diperjuangkan. "Poin-poin MoU Helsinki harus mutlak dijadikan agenda revisi UUPA, begitu pula revisi kurikulum Aceh. Kedua agenda itu menjadi bagian gerakan baru untuk sejarah Aceh," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Juru Bicara Forum 98 Aceh, Taufik Abdullah, menilai perayaan damai RI-GAM setiap tahun terkesan simbolik belaka. Perayaan tahunan Damai Aceh setiap 15 Agustus, diharapkan tidak sekadar acara seremonial tanpa makna.
“Momentum damai harus dipahami sebagai agenda penting yang menghentikan peperangan dan konflik laten, untuk membuat Aceh yang lebih maju, dan berharap tindakan negara lebih beradab ke depannya,” kata Taufik. []
Reporter: Adi W