Mantan Panglima GAM: Perjanjian Damai Aceh Belum Dilaksanakan Secara Murni

Konten Media Partner
7 Juli 2021 17:38 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muzakir Manaf dan Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haythar menyantuni anak yatim saat peringatan Milad Partai Aceh ke-14 di Banda Aceh. Foto: Abdul Hadi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Muzakir Manaf dan Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haythar menyantuni anak yatim saat peringatan Milad Partai Aceh ke-14 di Banda Aceh. Foto: Abdul Hadi/acehkini
ADVERTISEMENT
Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini menjadi Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf, mengatakan butir perjanjian damai antara GAM dan Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 silam, belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Perjanjian damai ini dikenal Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
ADVERTISEMENT
"MoU Helsinki dan UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh) kami melihat belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen hanya beberapa persen yang sudah terjadi," kata pria yang lebih dikenal Mualem ini dalam sambutannya pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-14 Partai Aceh di Banda Aceh, Rabu (7/7).
Mualem mengajak kader Partai Aceh memperjuangkan pelaksanaan butir-butir MoU Helsinki karena itu merupakan kesepakatan yang mengakhiri perang berdarah-darah antara GAM dan Indonesia selama puluhan tahun sejak 1976. Pendirian partai lokal bentukan GAM itu bertujuan memperjuangkan butir-butir MoU Helsinki agar dapat terealisasi seutuhnya. "Sehingga kader Partai Aceh perlu memperjuangkan MoU Helsinki," ujarnya.
Mantan Panglima GAM menyebut perjuangan mewujudkan kesepakatan Helsinki harus dibarengi dengan perjuangan mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh. Menurutnya, kondisi rakyat Aceh sangat terpuruk setelah konflik bersenjata. Pelaksanaan butir MoU Helsinki secara konsekuen diharapkan akan membuat masyarakat Aceh sejahtera.
Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf. Foto: Abdul Hadi/acehkini
Kesepakatan damai Helsinki, menurut Mualem, telah mengubah pola perjuangan rakyat Aceh dalam menuntut haknya. Kalau perjuangan ketika konflik dilakukan dengan mengangkat senjata, kini perjuangan beralih dengan jalur politik yang demokratis.
ADVERTISEMENT
"Itu sebabnya Gerakan Aceh Merdeka atau GAM mendirikan partai politik untuk meneruskan perjuangan dengan cara-cara demokrasi," tuturnya.
Partai Aceh dibentuk mantan kombatan GAM pada 2007 dengan nama semula Partai GAM. Pendirian partai politik lokal ini adalah bagian dari perjanjian damai. Meski demikian, jalan GAM mendirikan partai ternyata tak berlangsung mulus. "Pendirian Partai GAM mendapat banyak tantangan dari berbagai pihak," kata Mualem.
Setelah proses negosiasi alot, nama Partai GAM diubah menjadi Partai Aceh sehingga dapat mengikuti pemilihan umum pertama setelah perdamaian Aceh pada 2009.
Mualem menilai banyak tantangan yang dihadapi Partai Aceh dalam 14 tahun ini. Mulai serangan dan teror dari pihak yang membenci perdamaian Aceh terhadap kader partai hingga kekurangan sumber daya manusia yang paham sistem perpolitikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun dia menyebut Partai Aceh berhasil menghadapi semua tantangan tersebut hingga usianya kini 14 tahun. "Hasilnya tiga kali berturut-turut Partai Aceh menjadi pemenang Pemilu Aceh," kata Mualem.
Peringatan Milad Partai Aceh ke-14 berlangsung sederhana di kantor pusat partai tersebut, kawasan Batoh, Banda Aceh. Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar ikut hadir dalam kegiatan tersebut. []
Laporan tentang GAM dan Konflik Aceh dapat dibaca pada topik: Kilas Balik Konflik Aceh