MaTA: Penetapan Tersangka Korupsi Beasiswa di Aceh Belum Sentuh Aktor Utama

Konten Media Partner
2 Maret 2022 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi wisuda mahasiswa. Dok. Humas USK
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wisuda mahasiswa. Dok. Humas USK
ADVERTISEMENT
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menetapkan tujuh tersangka korupsi beasiswa Pemerintah Aceh tahun 2017. Lembaga antikorupsi, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), menilai penetapan tersangka belum menyentuh aktor utama–mereka terlibat sejak awal perencanaan anggaran.
ADVERTISEMENT
"Penetapan tersangka terfokus pada 'oknum pelaku' di level kebijakan administrasi dan belum menyentuh pada aktor 'pemilik modal' yang terlibat sejak awal dari perencanaan, penganggaran, dan mengusulkan nama-nama penerima beasiswa," kata Alfian, Koordinator Badan Pekerja MaTA, Rabu (2/3/2022).
Dugaan korupsi beasiswa ini terjadi pada tahun anggaran 2017. Beasiswa ini adalah program aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), disalurkan via Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.
Pengusutan kasus ini berlarut-larut sejak 2019. Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh ditemukan kerugian negara senilai Rp 10 miliar dari total anggaran Rp22,3 miliar.
Kepolisian Daerah Aceh, pada Rabu (2/3/2022), menetapkan tujuh tersangka perkara ini. Mereka berinisial SYR selaku Pengguna Anggaran (PA), FZ selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), RSL selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), FY sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Selanjutnya, SM, RDJ dan RK sebagai Koordinator Lapangan (Korlap).
ADVERTISEMENT
Menurut Alfian, ada 23 orang–disebut sebagai koordinator–dalam kasus ini. Kemunculan istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, kata Alfian, berdasarkan perintah atau desain aktor. "Karena di tingkat itu pemotongan atau korupsi beasiswa terjadi," ujarnya.
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: acehkini
Alfian menyebut kata koordinator atau perwakilan tidak dikenal dalam administrasi negara atau daerah. Oleh karena itu, Kepolisian Daerah Aceh disebut penting dan patut mengusut lebih lanjut 23 orang itu. "Siapa yang memberikan kewenangan bagi mereka dan atas perintah siapa," katanya.
MaTA menilai secara konstruksi kasus ini tidak akan selesai kalau ada upaya menyelamatkan aktornya. Seharusnya, kata Alfian, Kepolisian Daerah Aceh mengusut secara utuh sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik bahwa politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum.
ADVERTISEMENT
MaTA meyakini dugaan korupsi ini bukan saja melibatkan orang-orang di tingkat administrasi saja, melainkan juga orang-orang yang Alfian sebut sebagai 'pemilik modal'. "Sebagai 'pemilik modal' aktor patut ditetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersandera oleh kasus tersebut," ujarnya. []