Milad GAM dan Kisah Wali Nanggroe Membentuk Militer Tangguh di Libya

Konten Media Partner
4 Desember 2020 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Milad GAM diperingati di Libya. Foto repro: Suparta dari dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Milad GAM diperingati di Libya. Foto repro: Suparta dari dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dideklarasikan oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro pada 4 Desember 1976 di Gunung Tjokkan, Tiro, Pidie. Gerakan ini bertujuan memisahkan Aceh dari Indonesia, sebagai bentuk protes atas ketidakadilan pusat terhadap Aceh. Hampir 29 tahun berperang, GAM kemudian menyepakati perdamaian dengan Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia atau dikenal dengan MoU Helsinki.
ADVERTISEMENT
Membangun gerakan perlawanan terhadap pusat bukan perkara mudah. Ragam tantangan dialami oleh pasukan GAM, dan masyarakat Aceh yang menderita karena konflik bersenjata. Ada banyak catatan sejarah tentangnya, yang dapat dibaca pada topik Kilas Balik Konflik Aceh.
Saat Tgk Hasan Tiro mendeklarasikan Aceh Merdeka pada 44 tahun lalu, beliau juga membentuk kabinet yang terdiri dari Muchtar Hasbi, Zaini Abdullah, Husaini Hasan, Zubir Mahmud, Amir Ishak, Tengku Ilyas Leubè, Tengku Muhammad Usman Lampoih Awe, Malik Mahmud, Amir Rasyid Mahmud, dan komandan tentara Daud Husin alias Daud Paneuk serta Keuchik Umar.
Beliau kemudian menjadi buruan kelas wahid pasukan keamanan pemerintah, karena dicap pemberontak yang merongrong stabilitas keamanan Indonesia. Tiga tahun lamanya, Tgk Hasan Tiro bergerilya, memimpin pasukannya di belantara Aceh. Pada 28 Maret 1979, beliau meninggalkan Aceh melalui sebuah pelabuhan kecil di pesisir Jeunieb, Bireuen. Ia kembali ke Amerika Serikat, hingga akhirnya menetap di Alby, Norsborg, Swedia.
ADVERTISEMENT
Baca kisahnya dalam tulisan berikut:
Perdana Mentroe GAM adalah Tgk Malik Mahmud Al Haythar, yang menetap di Singapura. Beliau menjadi penghubung Wali Nanggroe Tgk Hasan Tiro dan para gerilyawan di lapangan. Saat damai Aceh disepakati pada 15 Agustus 2005, Tgk Malik Mahmud menjadi Ketua Delegasi GAM di meja perundingan. Semenjak 2012, beliau diangkat menjadi Wali Nanggroe Aceh bergelar ‘Paduka Yang Mulia’ sesuai amanah MoU Helsinki.
Ada sebuah kenangan dari Tgk Malik saat membangun komunikasi dengan pemimpin Libya, agar mau melatih anak muda Aceh menjadi prajurit yang tangguh. Kenangan ini diceritakan kepada kami, saat wawancara pada akhir 2019 lalu untuk kepentingan menulis buku ‘Wali Nanggroe PYM Tgk Malik Mahmud – Pemimpin Adat Aceh’.
ADVERTISEMENT
Berikut kisahnya:
Tim acehkini bersama Tgk Malik Mahmud usai wawancara. Dok. acehkini
Awal 1986, Tgk Hasan Tiro dan Tgk Malik Mahmud berangkat ke Libya untuk membangun hubungan. Mereka bertemu perwakilan pemerintah, meminta agar negara itu menerima sejumlah pemuda Aceh untuk dilatih menjadi tentara tangguh.
Saat itu, Libya sedang berkonfrontasi dengan Amerika Serikat, karena persoalan politik dan keamanan internasional. Mereka sedang sibuk, siaga dari kemungkinan serangan Amerika dan sekutunya. Setelah bertemu dengan pejabat pemerintahan, Tgk Hasan Tiro dan Tgk Malik menunggu di hotel, menanti kepastian.
“Saya sempat berkata begini (kepada pejabat Libya), sambil kami menunggu, you (kamu) kasih kami senapan mesin juga, kalau diserang Amerika, kami juga melawan,” cerita Tgk Malik.
Utusan Presiden Moammar Khadafi kemudian datang lagi, mengungkapkan setuju membantu melatih pasukan Aceh, sebanyak 50 orang untuk tahap pertama, waktu diberikan selama satu bulan guna mendatangkan pemuda Aceh tersebut. Tgk Hasan Tiro menyetujui.
ADVERTISEMENT
“Wali Hasan tanya, ek tapeusep ureung dumnan? (apakan bisa mendapatkan orang segitu?).”
Lalu saya jawab, “neu-ee manteung, meuribei ureung na (lihat saja, ribuan orang ada),” kisah Tgk Malik.
Setelah kesepakatan, mereka kembali ke Swedia. Dua malam di sana, Tgk Malik sendirian kembali ke Singapura, mengamban misi mengumpulkan 50 pemuda Aceh untuk dilatih Libya. Beliau memanggil beberapa orang Aceh di Malaysia dan Singapura membahas masalah tersebut, sama-sama mengumpulkan personel.
“Dalam beberapa hari sudah bisa dikumpulkan, lalu kami kirim ke sana. Tak sampai sebulan, tetapi hanya dalam dua minggu, sebanyak 50 pemuda Aceh telah ada di Libya,” kisah Tgk Malik.
Wali Nanggroe, Tgk Hasan Tiro bersama pasukan GAM di Libya. Foto repro: Suparta dari dokumen pribadi
Mereka dilatih tentara Libya bersama personel lainnya dari seluruh dunia. Ada puluhan gerakan kemerdekaan di dunia mengirim orang-orangnya ke Libya. Di Asia Tenggara saja, ada pasukan Moro, Pattani, Rohingya, lainnya dari Afrika.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan kemudian, kekacauan politik semakin berat. Amerika Serikat mengepung Libya, merapatkan kapal armada perang di Laut Tengah. Pesawat tempur dan helikopter menderu-deru di atas langit negara itu.
Presiden Moammar Khadafi kemudian mengundang seluruh pemimpin gerakan yang mempunyai pasukannya di Libya, termasuk beberapa negara yang sudah merdeka. Tgk Hasan Tiro dan Tgk Malik Mahmud kembali datang ke sana.
Pertemuan dibuat di sebuah lapangan, bekas pangkalan Amerika Serikat yang sudah menjadi milik Libya. Seluruh pasukan yang sedang dilatih diundang ke sana. Awalnya, semua lampu dipadamkan. Lalu sayup terdengar suara helikopter turun di tengah lapangan. Khadafi keluar dari sana dan lampu dinyalakan terang benderang.
Presiden Khadafi menyalami satu persatu pemimpin gerakan, lalu di atas podium, bicara soal status Libya saat ini. Semua pemimpin gerakan dan pasukannya sepakat untuk terus berada di Libya, membantu negara itu jika diserang.
ADVERTISEMENT
“Acaranya gaya Arab, bakar-bakar kambing,” kisah Tgk Malik.
Pasukan GAM saat latihan di Libya. Foto repro: Suparta dari dokumen pribadi
Keesokan harinya sesudah pertemuan itu, kru televisi Libya mendatangi hotel tempat pemimpin gerakan di berbagai negara menginap. Stasiun televisi menyiarkan langsung wawancara terkait keamanan di Libya dan dukungan yang disampaikan para pemimpin gerakan.
Kru bertanya kepada Wali Hasan Tiro, “Bagaimana tanggapan Wali kalau kami diserang?”
Lalu Tgk Hasan Tiro menjawab, “sebagai sesama Islam, kita sebagai sahabat, kami orang Aceh siap membantu Libya dengan 5 ribu tentara.”
“Yang lain tidak berani ngomong itu,” kisah Tgk Malik. Dalam bayangannya kala itu, kalaupun jadi perang di Libya, akan menjadi latihan perang bagi orang Aceh, sebagai pengalaman berharga. Perang kemudian tidak terjadi di Libya pada tahun-tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, beberapa pemuda Aceh dikirim kembali ke Libya pada tahun 1987 dan 1988. Tgk Malik mengatakan tentara Aceh saat latihan selalu terbaik, dan selalu mendapat peringkat selama tiga tahun. Usai latihan militer, mereka kembali ke Aceh untuk memimpin pasukan. Semasa latihan, Milad GAM selalu diperingati dengan upacara militer di Libya.
Tgk Malik pemikir strategi perang. Dia terlibat langsung sebagai komando yang menyusun grand design. Komando garis kecil dipimpin panglima masing-masing daerah di Aceh.
Misalnya, ketika Keuchik Umar syahid. Tgk Malik yang mencari ganti setelah menghubungi para panglima di lapangan, semua merujuk pada satu nama, Abdullah Syafi’i. Beliau kemudian membuat surat kepada Wali Hasan Tiro yang membalasnya untuk mengangkat Abdullah sebagai panglima perang. Surat berlaku satu tahun.
ADVERTISEMENT
Satu tahun kemudian, Abdullah risau menunggu surat perpanjangan jabatan yang tak kunjung turun. Tak sabar Abdullah menghubungi Tgk Malik. “Lalu saya bilang, jalankan saja jabatan itu, ini sudah sampaikan secara lisan dan tak perlu surat lagi.” Abdullah Syafi’i alias Tgk Lah mantap memimpin pasukan.
“Saya tak jumpa dengan Tgk Lah sampai beliau syahid.”
“Kalau dengan Muzakir Manaf saya sering jumpa, semasa perekrutan pasukan ke Libya, dan juga saat berada di Libya,” kisah Malik.
***
Tgk Hasan Tiro saat pulang ke Aceh, 11 Oktober 2008. Foto: Adi Warsidi
Usai Damai Aceh disepakati. Tgk Malik lebih dulu pulang ke Aceh pada 19 April 2006. Tgk Hasan Tiro kemudian menyusul pada 11 Oktober 2008. Saat itu puluhan ribu orang dari berbagai kabupaten//kota berbondong-bondong datang ke Banda Aceh, memenuhi Bandara Sultan Iskandar Muda dan Masjid Raya Baiturrahman. Wali Hasan Tiro pulang melalui Malaysia, dijemput sejumlah sahabatnya.
ADVERTISEMENT
Di Masjid Raya Baiturrahman, Wali Hasan Tiro menyampaikan amanahnya, dibacakan Tgk Malik Mahmud. “Biaya perang mahal, biaya memelihara perdamaian juga lebih mahal. Maka dari itu, peliharalah damai untuk kesejahteraan kita semua.”
Tgk Hasan Tiro mangkat pada 3 Juni 2010. Tgk Malik Mahmud selalu berada di sisi Tgk Hasan Tiro selama di Aceh, bahkan saat meninggalkan dunia ini. “Saya akan selalu menjaga amanah Wali, untuk kesejahteraan rakyat Aceh,” katanya. []
Tgk Malik Mahmud Al Haythar. Foto: Suparta/acehkini