Untitled Image

Pemuda Berharta Ribuan Barang Antik dari Pidie

2 Juni 2022 17:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Menghabiskan ratusan juta, dia berburu manuskrip dan barang antik untuk dikumpulkan sebagai pengetahuan dan pendidikan sejarah bagi generasi muda Indonesia, khususnya Aceh.
Masykur Syarifuddin (kanan) bersama rekannya. Dok. pribadi
Anak muda belasan tahun itu, medio 2014 pergi ke sana kemari memburu barang antik. Manuskrip hingga senjata kuno ia temukan dengan kondisi tak terawat di rumah-rumah pemiliknya. Ia lalu membeli benda bersejarah itu dengan uang pribadi.
ADVERTISEMENT
"Komitmen saya untuk menyelamatkan, merawat, dan mempublikasikan benda itu sebagai bukti Aceh pernah berjaya pada masa lalu," kata pemuda itu kepada acehkini, Kamis (2/6).
Dia bernama Masykur Syarifuddin, kini usianya sudah 25 tahun. Dan barang antik yang ia beli telah dirawat baik di Pedir Museum. Tempat simpan dan pamer barang tersebut bukanlah di gedung sebagaimana museum biasanya. "Tapi rumah orang tua," ujarnya.
Pedir Museum dibangun 2015. Lokasinya di Gampong Blang Glong, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Masykur turut mendirikan cabang di Punge Blang Cut, Kota Banda Aceh. "Koleksi terbanyak di Pidie Jaya," tuturnya.
Masykur saat menerima kunjungan guru besar UIN Ar-Raniry, Prof. Yusni Sabi. Dok. pribadi
Masykur sudah menghabiskan ratusan juta rupiah membeli benda kuno bersejarah itu. Semua berawal saat ia mendengar cerita kejayaan Aceh masa lalu, tapi tak menemukan benda yang membuktikan itu. Karena itu, Masykur mencari dan memungut barang-barang itu supaya generasinya dan masa depan bisa mempelajarinya.
ADVERTISEMENT
Kini Pedir Museum memiliki 6.500 koleksi. 550 di antaranya berupa manuskrip dan sisanya berupa benda budaya, etnografi, senjata, kain tekstil, hingga mata uang. "Itu semua menjadi materi pendidikan generasi muda Aceh mengenal warisan sejarah yang ditinggalkan masa lalu," kata Masykur.
Masykur menuturkan manuskrip istilah untuk naskah tulisan tangan dan berusia lebih dari 50 tahun serta memiliki arti penting untuk sejarah dan kebudayaan. Manuskrip kuno di Aceh seringkali dipahami hanya berupa naskah-naskah keagamaan, seperti Al-Qur'an, fikih, tauhid, dan tasawuf. Padahal manuskrip di Aceh ada berbagai bidang ilmu.
"Manuskrip-manuskrip Aceh multidisiplin, tidak terbatas pada bidang keagamaan, tapi juga ada dalam bidang sains, teknologi, hingga perobatan," ujarnya.
Masykur (kanan) saat menerima kunjungan mahasiswa untuk belajar sejarah. Dok. pribadi
Lewat manuskrip-manuskrip itu bisa dipelajari kurikulum pendidikan Aceh berabad-abad silam. Karena itu, Masykur membuka akses luas Pedir Museum untuk siapa pun dapat mempelajarinya. "Meski berstatus museum swasta, tapi terbuka akses untuk umum," kata Masykur.
ADVERTISEMENT
Target utama pengunjung Pedir Museum adalah anak muda, terutama siswa hingga mahasiswa. Dua sampai tiga tahun ini, tamu museum juga ada dari kalangan siswa Taman Kanak-Kanak.
"Bahkan kami undang ke Pedir Museum untuk kami edukasikan kepada anak-anak PAUD sampai mahasiswa supaya mengenal kebudayaan Aceh melalui manuskrip dan benda bersejarah lainnya," ujar Masykur. []
Kamu juga bisa berpartisipasi dalam Program Satu Indonesia Award 2022 dengan mendaftar melalui link ini.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten