Refleksi Hasil Pileg 2019 di Aceh, Tak Memihak Perempuan

Konten Media Partner
12 Juli 2019 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para peserta refleksi hasil Pileg 2019 di Aceh. Foto: Dok. Flower Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Para peserta refleksi hasil Pileg 2019 di Aceh. Foto: Dok. Flower Aceh
ADVERTISEMENT
Dinas Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, beserta sejumlah perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerhati pemilu, akademisi, anggota legislatif di Aceh merefleksikan partisipasi perempuan seesuai hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 di Aceh. Hasilnya, politik di Aceh belum memihak perempuan.
ADVERTISEMENT
“Itu adalah salah satu catatan penting hasil Pemilu 2019 di Aceh. Dapat menjadi pembelajaran ke depannya,” kata Riswati, Direktur LSM Flower Aceh dalam pernyataan tertulis kepada acehkini, Jumat (12/7/2019). Agenda dilaksanakan pihaknya bersama Kaukus Perempuan Parlemen Aceh (KPPA), Balai Syura Ureung Inong Aceh, Kaukus Perempuan Politik (KPPI) Aceh, serta Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Aceh.
Menurut Riswati, dalam diskusi yang digelar Rabu sore (10/7), mereka menyepakati rencana aksi kolaboratif untuk mendukung keterpilihan perempuan pada Pemilu 2024 mendatang.
Program Manager International Republican Institute (IRI), Delima Saragih, mengatakan tren partisiapsi perempuan pada Pemilu Legislatif 2019, secara nasional terbilang bagus, namun berbeda di Aceh.
“IRI menjalankan program penguatan kapasitas perempuan untuk peningkatan jumlah perempuan parlemen di wilayah Aceh, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Hasil kerjanya, di 3 wilayah lainnya, angka Calon Legislatif Perempuan yang terpilih meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun Aceh sebaliknya. Periode sebelumnya ada 12 perempuan duduk sebagai anggota legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), “sekarang menjadi 9 orang saja yang terpilih. Padahal jumlah caleg perempuan yang ikut serta dalam Pileg 2019 meningkat, namun hasilnya tidak,” kata Delima.
Delima mengatakan berdasarkan hasil evaluasi pihaknya, teridentifikasi beberapa kendala yang dihadapi oleh Caleg perempuan di Aceh. Di masa pra-Pemilu, Caleg perempuan terhambat dengan persolaan internal partai seperti pada penentuan nomor urut, daerah pemilihan, jumlah kontribusi yang disetorkan ke partai, logistik kampanye dan koordinasi antar Caleg dalam satu partai.
Sementara pada saat pelaksanan, banyak masalah yang ditemukan terkait kapasitas penyelenggara, praktik politik uang yang banyak terjadi, namun tidak bisa dibuktikan karena orang tidak mau menjadi saksi dan membawa barang bukti. “Serta kurangnya edukasi pemilih, apalagi dalam Pemilu 2019 yang dilakukan secara serentak dengan surat suara tanpa foto Caleg, membuat bingung pemilih,” jelasnya.
Agenda pertemuan perempuan di Aceh, refleksi Pileg 2019. Foto: Dok. Flower Aceh
Siti Maisarah dari organisasi Puan Anisa mengatakan stigma perempuan tidak boleh memimpin di Aceh, berhubungan dengan agama, masih melekat kuat sebagai hambatan bagi Caleg perempuam. “Ada banyak isu beredar kalau perempuan tidak bisa menjadi pemimpin dan tidak ada yang mencounternya. Saya banyak menemukan di hari H Pemilu, ada perempuan yang bertanya apakah masih boleh memilih perempuan sebagai caleg atau pemimpin,” jelas Maisarah.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, seharusnya ada penegasan setidaknya dari pihak penyelenggara Pemilu bahwa perempuan secara aturan berhak untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu dan berhak dipilih.
Anggota Kaukus Perempuan Parlemen Aceh (KPPA), Syarifah Munirah yang juga anggota DPRK Banda Aceh mengingatkan pentingnya membangun hubungan dan komunikasi intensif dengan konstituen, baik bagi Caleg terpilih ataupun tidak. “Penting pula menginformasikan kerja-kerja yang sedang diperjuangkan oleh anggota legislatif agar diketahui, sehingga lebih dekat dengan masyarakat,” sarannya. []
Reporter: Adi W