Sensasi Kopi Ganja dan Pengakuan Para Penikmatnya

Konten Media Partner
20 Mei 2019 11:55 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ragam biji kopi dipajang di sebuah kafe. Foto: Adi Warsidi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ragam biji kopi dipajang di sebuah kafe. Foto: Adi Warsidi/acehkini
ADVERTISEMENT
Kopi ganja di Aceh bukan sekadar mitos atau kenangan masa silam. Minuman ini masih bisa dinikmati lewat tangan peracik rahasia. Sensasinya tentu berbeda, lain tubuh lain rasa.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba saya teringat kopi ganja, saat menyesap kopi bersama rekan-rekan usai tarawih di sebuah warung kawasan Lampineung Banda Aceh, Sabtu malam (18/5). Meski saat itu tak ada kopi ganja di meja, tapi imajinasi pada minuman tersebut tumbuh begitu saja, ketika mengingatnya.
Saya menyeletuk bertanya, pernahkan mencoba kopi ganja? Semuanya menggeleng, “Kalau ganja pernah, dulu,” tutur seorang kawan sambil berseloroh.
“Itu minuman kopi paling nikmat yang pernah ku rasa,” kata saya kepada mereka. Lalu, sebagian bertanya, di mana bisa mendapatkan? Pembicaraan terus berlanjut sampai tengah malam, membahas kopi ganja.
Batang ganja tumbuh subur di Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Saya menikmati kopi ganja terakhir kali, dua tahun silam. Selama sebulan penuh, bahkan hampir setiap hari atau kapanpun saat saya ingin, kopi ganja menemani. Seperempat kilogram bubuk kopi ganja hasil racikan seorang kawan, saya simpan sambil menghabiskan perlahan-lahan.
ADVERTISEMENT
Tak banyak efek langsung bagi tubuh saya setelah meminumnya. Yang ada hanya rasa minuman yang begitu nikmat, rasa kopi arabika bercampur aroma ganja yang gurih, seperti rasa mengunyah kacang tanah.
Selanjutnya, ada efek seperti jamu yang membuat semangat, gairah bekerja. Atau mungkin juga, itu hanyalah sugesti pikiran saya, yang berharap lebih bugar setelah meminumnya. Secara umum, kopi ganja tak bikin mabuk, sampai berhalusinasi. Tak banyak pengaruh ganja di dalam kopi, sepertinya efek ganja tak dominan bila dicampur kopi.
Soal sensasi menyesap kopi ganja dikisahkan Muh (nama samaran). Dia tak ingat lagi kapan persisnya menikmati kopi ganja, tapi pernah menyeruput kopi dicampur ganja bersama teman-temannya.
Menurutnya, sensasi antara rokok ganja dan kopi yang dicampur ganja beda. "Menghisap rokok ganja bikin kepala saya pusing, tapi kalau kopi ganja enggak," katanya kepada acehkini, Sabtu malam (18/5).
ADVERTISEMENT
Sosok penulis lepas itu mengaku lebih menikmati kopi ganja dibandingkan rokok ganja. "Menyesap kopi ganja bikin kepala saya tenang. Bisa fly juga," katanya.
Dia membagi tips, untuk menghadirkan rasa kopi ganja yang mantap, takarannya harus pas. Bahannya pun harus dipilih dari bunga dan pucuk daun ganja serta biji-bijian. Bahan itu harus digongseng terlebih dulu dan kemudian ditumbuk halus.
"Jika terlalu banyak ganja akan menghilangkan aroma kopi, begitu juga sebaliknya. Jadi, takarannya harus pas untuk menghadirkan rasa kopi ganja yang enak," kata Muh, pemuda asal Aceh Besar itu.
Pohon kopi di sebuah kebun di Aceh Tengah. Foto: Suparta/acehkini
Lain lagi sensasi yang dialami seorang vokalis band lokal, sebut saja namanya Ipan. Dia mengaku sesekali masih menikmati kopi ganja yang diolah sendiri. Kopi ganja itu cocok dan bagus untuk tubuhnya.
ADVERTISEMENT
"Bagi saya, kopi ganja cocok untuk menjaga stamina. Lagi pula, kopi ganja bisa menjadi obat. Bisa sebagai jamu," katanya ketika menjawab acehkini, Minggu (19/5).
Pun begitu, sosok pecinta lingkungan ini lebih senang menghisap ganja dibanding menyeruput kopi ganja. Ia sama sekali tidak merasa efek sampingnya, seperti pusing atau kantuk berat seusai menikmatinya. "Itu tergantung masing-masing orang. Kalau saya karena sudah terbiasa, tidak ada efek apa-apa," pungkasnya.
Lain lagi Junaidi, mengakui pernah menikmati kopi ganja tapi tak bisa tidur semalam. “Hanya sekali minum, tak bisa tidur dan bikin was-was. Kini tak pernah meminum kopi ganja lagi,” kata pecandu kopi itu.
Batang ganja di sebuah perkebunan kawasan Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
Pangakuan Peracik Kopi Ganja
Kalangan aktivis dan jurnalis di Aceh kenal dengan sosoknya, sebagai jagoan dalam meracik kopi ganja. Beberapa pernah meminta jasanya meracik bubuk, untuk memenuhi permintaan rekan-rekan di Jakarta. Sebagian kami menyebut kopi ganja dengan sebutan ‘kopi lawak-lawak’.
ADVERTISEMENT
Peracik kopi ganja, Sahri, mengaku telah hampir dua tahun atau usai menikah, tak lagi menerima orderan meracik kopi ganja. “Sudah tidak lagi, berhenti dulu karena sulit mencari bahan,” katanya kepada acehkini.
Sesuai pengetahuannya, racikan paling pas adalah memakai biji kopi arabika dan biji ganja. “Takaran pasnya satu banding setengah. Kalau sekilo kopi, berarti setengah kilo biji ganja,” katanya.
Biji kopi hasil roasting kemudian dihaluskan bersama biji ganja yang telah digongseng. “Campuran inilah yang disebut kopi ganja, siap seduh,” ujar Sahri.
Kopi Aceh dan sanger di sebuah warung. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Sahri yang punya usaha meracik bubuk kopi arabika, mengakui banyak menerima pesanan kopi ganja dari beberapa kawan yang dikenalnya. Pemesannya dikenal baik, dia tak sembarangan menerima pesanan.
ADVERTISEMENT
Kesulitan yang dialaminya adalah mencari biji ganja. “Kadang sampai tak bisa memenuhi pesanan, jika tak ada stok biji,” katanya. Biji itu biasa didapat pada beberapa jaringan yang dirahasiakannya. Aceh adalah daerah penghasil ganja.
Dia pernah mencoba meracik kopi dengan daun ganja muda kering, maupun akar ganja, tapi tak cocok. “Paling pas memang dengan bijinya, lemaknya keluar,” jelasnya.
Bubuk Kopi ganja dijual mahal di Aceh. Salah satu faktornya karena kesulitan mencari bahan baku. Satu kilogram bubuknya berkisar pada harga Rp 1 juta – Rp 1,2 juta. Sementara harga bubuk kopi arabika kualitas terbaik biasanya dijual paling mahal, Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per kilogram.
Soal efek, Sahri tak tahu pasti. Tak banyak pelanggan yang menceritakan pengaruh setelah meminum kopinya. “Hanya saja, banyak kemudian yang memesan lagi sesudah merasakannya,” katanya.
Ladang ganja di kawasan Aceh Besar. Foto: Abdul Hadi
Kopi ganja mudah ditemukan di Aceh dulunya, saat tanaman ganja belum diharamkan hidupnya. Sebagian warung kopi tradisional memanjakan pelanggannya dengan minuman racikan ternikmat itu.
ADVERTISEMENT
Dulu, ganja ditanam bebas di Aceh untuk bumbu dan obat-obatan. Banyak masakan Aceh warisan para leluhur menuliskan biji ganja, atau daunnya sebagai bagian dari bumbu. Akarnya diyakini mampu meredam berbagai penyakit, seperti asam urat dan reumatik. Tanaman itu sejatinya punya segudang manfaat. []
Reporter: Adi Warsidi, Taufik Mubarak