Soal Amdal, Yayasan HAkA Gugat Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi
ADVERTISEMENT
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh atau HAkA menggugat Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi . Permohonan uji materi telah didaftarkan oleh kuasa hukum Yayasan HAkA pada Kamis, 7 Oktober lalu.
ADVERTISEMENT
Yayasan HAkA mengajukan uji materi Pasal 22 angka 5 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur soal analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal . Pasal itu merupakan perubahan atas Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur soal ruang partisipasi publik dalam proses amdal.
Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja mengatur bahwa penyusunan amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat terkena dampak langsung. Sedangkan Pasal 26 ayat (3) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa penyusunan amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat terkena dampak, pemerhati lingkungan, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
Penghapusan hak partisipasi bagi pemerhati lingkungan dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam amdal pada proses penyusunan amdal ini yang menjadi alasan Yayasan HAkA mengajukan uji materi UU Cipta Kerja .
Yayasan HAkA menilai pelibatan masyarakat pada proses amdal yang terbatas pada masyarakat terdampak langsung dari suatu pembangunan dikhawatirkan menurunkan kualitas dokumen yang seharusnya disusun secara kritis.
ADVERTISEMENT
Selain itu, HAkA menilai pembatasan partisipasi ini juga menyebabkan Yayasan HAkA maupun masyarakat lainnya kehilangan hak memperjuangkan atau mempertahankan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana dijamin konstitusi.
"Lingkungan yang baik dan sehat itu adalah hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi kita, penghapusan hak partisipasi pemerhati lingkungan pada proses amdal telah menyebabkan hilangnya hak konstitusional kami selaku lembaga pemerhati lingkungan," kata Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan HAkA dalam keterangan tertulis yang diterima acehkini, Selasa (12/10).
Kuasa hukum Yayasan HAkA, Harli, mengatakan hak atas lingkungan untuk lembaga lingkungan berbeda dengan hak masyarakat terdampak langsung. Hak lembaga lingkungan terhadap lingkungan memiliki arti yang luas, hak tersebut seperti hak memperjuangkan kelestarian hutan dan kelangsungan keanekaragaman hayati.
ADVERTISEMENT
"Kelestarian dan kelangsungan keanekaragaman hayati tidak dapat dinilai dengan rupiah, maka kerugian karena kehilangan hal tersebut juga tidak dapat dinilai dengan rupiah. Bagi seorang peneliti, kehilangan objek penelitiannya merupakan kerugian yang sangat besar yang tidak dapat dinilai," ujar Harli.