Terusir dari Desa Saat Konflik Aceh, Warga Kaway XVI Minta Tanahnya Dikembalikan

Konten Media Partner
24 Maret 2022 9:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim DPMG Aceh saat berkunjung ke kawasan Desa Batu Jaya, Kaway XVI, Aceh Barat, November 2021. Desa itu tak berpenghuni karena warganya terusir saat konflik. Foto: Dok. DPMG Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Tim DPMG Aceh saat berkunjung ke kawasan Desa Batu Jaya, Kaway XVI, Aceh Barat, November 2021. Desa itu tak berpenghuni karena warganya terusir saat konflik. Foto: Dok. DPMG Aceh
ADVERTISEMENT
Masyarakat transmigrasi di Desa Batu Jaya, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, mulai menggugat untuk merebut kembali tanahnya yang diduga ditanami sawit oleh perusahaan PT Betami di luar Hak Guna Usaha (HGU), selama 12 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Tokoh masyarakat desa setempat, Teuku Bustami, mengatakan kawasan yang menjadi perkebunan sawit perusahaan sudah pernah ditinggali warga. Namun, konflik bersenjata antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulunya memaksa mereka meninggalkan desa.
“Warga Desa Batu Jaya itu waktu konflik meninggalkan desa. Ada yang pulang ke Jawa, ke Singkil, Simeulue dan ke tempat lain. Desa itu kan tidak ada penghuni. Jadi begitu selesai konflik, tanah desa itu dikuasai perusahaan. Saya selaku tokoh masyarakat Batu Jaya merasa punya tanggung jawab moral,” kata Bustami kepada acehkini, Kamis (23/3)
Bustami menjelaskan, tahun 2010 masyarakat pernah menyurati perusahaan untuk menghentikan segala aktivitas di tanah mereka. Selama 12 tahun menanti, warga di sana tidak pernah mendapat penjelasan. Mereka ingin tanahnya dikembalilkan.
ADVERTISEMENT
Bustami kembali mempertanyakan kejelasan hak atas tanah mereka. Meski kawasan itu bekas transmigrasi, sebagian besar penduduk juga mengantongi izin resmi dari pemerintah berupa sertifikat. Mereka sudah berulang kali membicarakan hal tersebut dengan perusahaan.
“Pihak perusahaan menjawabnya secara tertulis, poin pertama dikatakan, ini perlu kami informasikan penanaman di lahan tersebut inisiatif dari lapangan, karena di lapangan tidak tahu batas HGU (Hak Guna Usaha) dan batas lahan masyarakat,” jelasnya.
Pada 22 Maret kemarin, pemerintah Aceh Barat memfasilitasi kedua belah pihak untuk bertemu dan bermusyawarah. Hasilnya, akan dilakukan pengukuran ulang atas lahan masyarakat dan HGU perusahaan. “Pihak asisten satu (Aceh Barat) menyarankan kalau nanti Perusahan terbukti menanam di luar HGU maka lahannya dikembalikan,” kata Bustami.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pihaknya meminta perusahaan untuk membayar hasil panen sawit selama 12 tahun kepada masyarakat. Jika tidak, maka ia meminta lahan dikembalikan beserta tanaman yang lebih dulu ada di sana.
“Seperti durian, Jengkol dan selama dia memungut hasil di lahan tersebut selama 12 tahun harus memperhitungkan dan harus bayar. Kalau dia (perusahaan) tidak melaksanakan, saya akan menuntut sesuai surat edaran menteri maupun Perpres tentang HGU,” kata Bustami.
Rapat antara perwakilan warga, perusahaan dan Pemkab Aceh Barat untuk membahas solusi, 22 Maret 2022. Dok. Pemkab Aceh Barat
Manajer PT Betami, Azhar, menerangkan bahwa dirinya bergabung dengan perusahaan pada awal 2021. Beberapa bulan kemudian ada tiga kelompok yang mewakili masyarakat yang mengklaim tanah mereka sudah menjadi kebun milik perusahaan dengan membawa surat.
“Sampai terus satu kelompok mau blokir dan lain sebagainya. Karena melihat tiga kelompok begitu gencar, kami bingung kelompok mana yang harus kami layani. Akhirnya kami membuat surat ke Pemda Aceh Barat untuk dilakukan fasilitasi penyelesaian masalah ini,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Hasil dari pertemuan Selasa 22 Maret, kesimpulan untuk menentukan apa benar lahan yang ditanami sawit PT Betami itu masuk ke Desa Batu Jaya. Nanti akan dilakukan pengukuran di lapangan,” sebutnya.
Pemerintah setempat, melalui dinas terkait akan membentuk tim untuk melakukan pengukuran ulang, sesuai dengan titik koordinat. Setelah ada hasil nantinya akan dicarikan jalan tengah agar konflik tidak berkepanjangan.
“Ini kami belum tahu, bisa jadi lahan yang ditanam sawit itu bisa jadi tidak masuk ke lahan Desa Batu Jaya, bisa jadi juga masuk ke HGU. Setelah dilakukan pengukuran akan dilakukan pertemuan kembali untuk membahas solusi terbaik dan dambil kesepakatan bersama,” tutupnya. []