Toga Terakhir untuk Almarhumah Rina

Konten Media Partner
1 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Warul Walidin (kedua kiri) memberikan Toga untuk keluarga Almarhumah Rina sebagai kenang-kenangan, Kamis (28/2). Foto: Husaini Ende/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Warul Walidin (kedua kiri) memberikan Toga untuk keluarga Almarhumah Rina sebagai kenang-kenangan, Kamis (28/2). Foto: Husaini Ende/acehkini
ADVERTISEMENT
Bercita-cita melanjutkan pendidikan ke tingkat S2, Rina dipanggil Tuhan lebih awal. Bahkan tak sempat memakai toga dan mengambil izajahnya. Toga terakhir untuk Almarhumah Rina diantarkan sendiri oleh rektor ke rumahnya sebagai kenangan.
ADVERTISEMENT
Jarum jam di dinding rumah almarhumah Rina Muharami menunjukkan angka 17.25 WIB saat rombongan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Warul Walidin, tiba pada Kamis (28/2). Mereka disambut ayah Rina, Bukhari (59).
Ibu Rina, Nurbayani (48), dan empat perempuan lain sudah menunggu di teras rumah yang terletak di Desa Cot Rumpun, Blang Bintang, Aceh Besar, itu. Satu-satu anggota rombongan Warul Walidin bersalaman dengan Nurbayani sebelum melangkah ke dalam rumah.
Usai duduk sempurna, rektor menanyakan nama lengkap almarhumah. Sementara di teras, tetangga terus berdatangan. Lantas mereka melakukan doa bersama yang dipersembahkan untuk Rina Muharami binti Bukhari, dipimpin oleh Teungku Zamzami dari rombongan UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Warul Walidin langsung berdiri usai tahlilan dan doa bersama. Dia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Rina. "Kami turut berduka cita yang mendalam untuk Rina Muharami. Semoga almarhumah mendapat tempat di sisi Allah SWT, keluarga yang ditinggalnya tetap tabah dan sabar," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia berpesan agar semua yang berada di sana dapat mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang sudah menjadi sunatullah. Lebih lanjut, Warul mengatakan besarnya kasih sayang orang tua Rina kepada anaknya dengan memberi akses pendidikan, bahkan hingga saat wisuda tetap hadir walau Rina telah tiada.
Warul menutup sambutannya dengan meminta maaf kepada keluarga almarhumah apabila ada hal yang tidak berkenan selama Rina berkuliah di UIN Ar-Raniry. "Mohon diperbanyak maaf. Alhamdulillah hari ini kami berkesempatan hadir setelah prosesi wisuda selesai, terima kasih banyak atas sambutan keluarga," ucapnya.
Rektor UIN Ar-Raniry dan rombongan melakukan doa bersama di rumah mendiang Rina. Foto: Husaini Ende/acehkini
Suasana haru menghiasi ruang tamu rumah Bukhari, kala ia bangkit dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada rombongan UIN Ar-Raniry. Usai menyampaikan salam, dengan mata terlihat sembab, Bukhari langsung mengaku tidak bisa memperpanjang mukadimahnya.
ADVERTISEMENT
"Karena saya tidak bisa berkata-kata lagi, di mana saya sudah berduka beberapa hari belakang," ucapnya.
"Saya menyampaikan terima kasih banyak, sudah mau menelepon untuk mengambil ijazah putri saya," kata Bukhari sambil menyebut nama dosen yang menghubunginya.
Atas kepergian putrinya pada 5 Februari 2019, beberapa hari setelah sidang skripsi dan sebelum mengikuti wisuda pada Rabu (27/2), Bukhari meyakini bahwa hal ini sudah suratan takdir.
"Itu mungkin yang terbaik untuk anak saya," ucapnya menutup sambutan.
Haru semakin kental di ruang itu. Warul Walidin menyerahkan satu set pakaian berupa toga dan baju wisuda kepada keluarga Rina yang diterima oleh ayahnya. Selain itu, dia juga menyerahkan satu bingkai foto bergambar ayah Rina saat menerima ijazah dari dirinya saat wisuda, serta sumbangan berupa uang yang tidak disebutkan jumlahnya.
ADVERTISEMENT
"Kami memberikan baju toga adalah sebagai wujud dari kecintaan semua komunitas kampus, baik rektor, pembantu rektor, dekan, dan dosen. Oleh karena itu tidak salahnya kalau baju ini kita berikan kepada keluarga," ujar Warul.
Menurutnya pemberian toga itu sebagai rasa duka mendalam dari pihak kampus, selain menjadi kenang-kenangan bagi keluarga Rina. Warul juga menawarkan jaminan kesempatan kuliah kepada adik Rina yang tengah belajar di sekolah atau di pesantren setara Sekolah Menengah Atas.
Hal itu, kata Warul, sebagai bentuk tanggung jawab kampus untuk membina hubungan dengan orang tua dan keluarga mahasiswa. “Juga bentuk perhatian khusus kepada keluarga Bukhari yang sudah berjuang untuk almarhumah Rina,” ungkapnya.
Selain baju toga, rektor juga menyerahkan foto saat Bukhari mengambil ijazah Rina. Foto: Husaini Ende.
Rombongan UIN Ar-Raniry berpamitan usai menikmati jamuan makan dan minum yang disediakan keluarga Bukhari sekitar pukul 18.30 WIB. Mereka diantar hingga pagar rumah.
ADVERTISEMENT
Selepas rombongan pulang, acehkini menghampiri Bukhari. Dia mengaku tegar seperti saat berada di barisan menunggu giliran hingga menerima ijazah dari rektor. Tapi begitu selesai menerima ijazah, dia mengaku merasa tak kuat lagi, tubuhnya gemetaran dan matanya meneteskan air mata. Bukhari menangis haru.
"Dia (Rina) satu-satunya yang sudah kuliah dari empat anak saya," ujar Bukhari.
Bukhari berprofesi sebagai tukang, sedangkan ibunya sehari-hari bertani di sawah. Untuk membiayai kuliahnya, Rina tidak selalu bergantung pada orang tua. Dia menghabiskan hari-harinya dengan mengajar les privat Bahasa Jepang.
Rina juga mengajar baca Alquran untuk anak-anak di balai pengajian di depan rumahnya, Taman Pendidikan Alquran Ikhlas Beramal, pada sore hari. Di waktu lainnya, Rina sering membantu ibunya di sawah.
ADVERTISEMENT
“Malah sampai bekerja mencari upah ke sawah orang lain untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya sehari-hari,” kisah Bukhari.
Bukhari mengatakan Rina punya kemampuan berbahasa Jepang yang didapatnya saat bersekolah di SMA Unggul Ali Hasjmy, Aceh Besar. Bahkan, pernah setamat dari sekolah itu, Rina memohon kepada orang tuanya untuk diberi izin kuliah di Jepang.
Namun sebagai anak yang penurut dan berbakti kepada orang tuanya, Rina patuh terhadap keputusan Bukhari yang memintanya untuk kuliah di Banda Aceh saja agar tetap dekat dengan keluarga. “Di sini masih banyak kampus bagus, ngapain jauh-jauh ke Jepang sana,” kata Bukhari mengenaang saat dia menasehati Rina.
Perempuan kelahiran Bayu 16 Mei 1996 itu pun memilik UIN Ar-Raniry untuk mengenyam pendidikan tinggi. Rina lulus di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Menjalani aktivitas belajar di Kampus UIN Ar-Raniry pada siang hari, malamnya Rina belajar mengaji di Pesantren Latansa, Desa Seuneulop.
ADVERTISEMENT
Bukhari bercerita keluarganya kedatangan empat pemuda yang ingin melamar Rina saat masa kuliahnya menjelang akhir. “Dia belum mau menerima, karena ingin fokus pendidikan melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Cita-citanya ingin menjadi dosen,” ungkapnya.
Rina menderita tifus sebelum meninggal dunia. Terakhir, dia sempat koma selama tiga hari tiga malam di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Meuraxa, Banda Aceh. Tak ada pesan apa pun dari Rina sebelum meninggal dunia.
Bukhari mengaku akan menyimpan toga yang merupakan hasil jerih payah Rina berkuliah di UIN Ar-Raniry. Namun, dia tidak ingin toga kenangan anaknya itu sebatas menjadi simpanan, melainkan ingin toga itu bermanfaat bagi banyak orang lainnya setelah Rina.
“Akan saya simpan dengan baik dan akan dipinjamkan secara cuma-cuma kepada mahasiswa yang mau memakainya untuk wisuda,” ujar Bukhari. []
ADVERTISEMENT
Reporter: Husaini Ende