Video: Masjid Tuha Indrapuri, Saksi Bisu Peradaban Islam di Aceh

Konten Media Partner
8 Mei 2019 10:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Masjid Tuha Indrapuri adalah bukti Hindu pernah berjaya di Aceh dahulu kala. Masjid kuno yang terletak di Desa Indrapuri, Aceh Besar, ini dulunya adalah bekas pura, rumah ibadah umat Hindu.
ADVERTISEMENT
Terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Banda Aceh, masjid ini masuk dalam cagar budaya. Uniknya, masjid ini berdiri kokoh di atas pondasi tinggi yang berkolong-kolong, dari batu berspesi kapur dan tanah liat.
Masjid sebagai bangunan utamanya berkontruksi kayu, berdiri tepat di tengah-tengahnya dengan pelataran yang luas. Di depannya ada kolam kecil yang dipakai untuk mencuci kaki.
Kala itu, sebelum dijadikan masjid, bangunan tersebut awalnya sebuah pura yang didirikan Kerajaan Hindu Indrapuri di Aceh, dan menjadi benteng pertahanan. Pura itu kemudian dihancurkan, ketika Islam berkembang dan pemeluk Hindu di sana sudah menerima Islam sebagai agamanya.
Di atas reruntuhan itulah, Sultan Iskandar Muda (1607-1636) membangun masjid yang diberi nama Masjid Indrapuri pada 1618. Bangunan bergaya punden berundak itu tidak banyak berubah sampai detik ini. Masjid ini ramai dikunjungi para peneliti sejarah dan para wisatawan.
Masjid Indrapuri berada di atas pura. Foto: Adi Warsidi
Ciri bangunan utama Masjid Indrapuri ini ialah kayu dan ukirannya. Kayu-kayunya tersusun dari bawah sampai ke atap yang mengerucut mencapai 12 meter. Terdapat juga 36 tiang penyangga dan kuda-kuda penopang atap.
ADVERTISEMENT
Atap masjid ini berbentuk persegi dan mengerucut seperti piramida atau tumpang tersusun tiga, yang tiap susunannya menyisakan celah udara.
Bila berada di dalamnya, hawa sejuk akan terus mengalir dari bagian dinding dan atapnya. Gaya atap mengerucut tersusun tiga ini diyakini sebagai perpaduan unsur Aceh dan budaya Hindu kuno sebagai corak bangunan masa lalu.
Simak video acehkini di atas, direkam Selasa (7/5/2019). []
Videografer: Husaini Ende, Habil Razali