Hampir Ku Injakkan Kaki di Munich

Achmad Hidayatullah
Mahasiswa dan peneliti university of szeged Bekerja sebagai dosen di universitas muhammadiyah surabaya
Konten dari Pengguna
16 Juni 2020 20:23 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Hidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hampir Ku Injakkan Kaki di Munich
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dadaku berdegup lebih kencang, melihat sejumlah orang antri dan berbaris rapi. Ya, ini hari adalah jadwal wawancara beasiswa internasional dari jerman. Negaranya Mesut Ozil dan Toni Kroos, telah memikat hatiku dan menjadi impian untuk studi lanjut.
ADVERTISEMENT
Sama seperti impian orang-orang yang tengah berbaris seperti semut tersebut. Ini juga menjadi hari pertama bagiku menginjakkan kaki di Technical University of Munich.
Badanku terasa dingin, namun bukan karena suhu AC dan telapak tanganku terasa berkeringat bukan karena kelelahan. Tetapi membayangkan apa yang akan ditanyakan oleh penguji wawancara, dan bagaimana jika aku salah menjawab. Maklum ini pengalaman pertamaku di wawancara professor di jerman.
Panjang barisan antrian itu semakin sedikit, dari tujuh menjadi 6, 5. Tidak lama kemudian sudah terlihat tinggal empat orang yang sedang sabar berbaris, sambil antri. Beberapa yang keluar dari ruang wawancara tersebut, menunjukkan wajah bermacam-macam. Ada yang ceria, namun ada yang berjalan sambil mengusap air mata.
ADVERTISEMENT
Kini tibalah giliranku untuk masuk ke ruang wawancara. “Mamad silahkan masuk ke ruangan”. Sebuah panggilan urutan wawancara. Kumasuki ruangan satu pintu tersebut. Terlihat banyak komputer yang berjejer di meja, khas perkantoran. Sambil meraba-raba dalam pikiran apa yang akan ditanyakan pertama kali.
Datanglah seorang perempuan. Rambutnya agak putih kemerahan, menandakan dia bukan orang Indonesia. Kulitnya putih khas orang Jerman. Aku berpikir ini adalah profesor Gabril yang memiliki reputasi tulisan cukup bagus. Hasil risetnya banyak yang terbit di jurnal scopus terindeks Q1. Dia telah lama mengajar di Technical University of Munich.
Perkiraanku usianya sekitar 55tahunan. Dia kemudian berdiri di seberang meja tepat di hadapanku. Sambil menunduk dan memanjang wajahku, dia tersenyum. Profesor Gabril kemudian menyapaku duluan. “Piye kabarmu Le,awakmu wong ndi le?, La lapo koh daftar nang kampus iki?” (Gimana kabarmu nak, kamu orang mana? Kenapa daftar ke kampus ini).
ADVERTISEMENT
Tentu saja aku menjadi kaget bukan kepalang. Profesor Gabril adalah orang jerman, mengajar cukup lama dan reputasi jurnal bagus. Aku pikir dia akan bertanya dengan bahasa inggris, sehingga aku telah mempersiapkan seribu jawaban dalam bentuk bahasa inggris sebagai antisipasi pertanyaan professor bule tersebut. Lah ternyata kok pertanyaannya pakai bahasa jawa.
Keringat dinginku sudah mendekati normal, karena Professor Gabril memakai bahasa jawa. Pertanyaannya membuat pintu normalku kembali terbuka, setelah sekian jam panas dingin, senang dan grogi bercampur aduk. Sehingga pertanyaan tersebut dapat ku jawab dengan cukup santai.
“Alhmadulillah baik bu, saya dari Surabaya bu. Saya mendaftar kampus ini karena memiliki fasilitas bagus dan reputasi bagus dalam inovasi dan riset”
Lah panjenengan iki kog bisa bahasa jawa bu? ( Ibu kenapa kog bisa bahasa jawa) ” aq balik tanya.
ADVERTISEMENT
Lah aku asli kene, jerman. Tapi biyen kakekku dadi wakil bupati lumajang ( Aku asli orang sini, jerman, tetapi dulu kakekku menjadi bupati lumajang” Jawab Profesor Gabril.
Oalah pantesan, iso basa jawa (Oalah pantesan bisa bahasa Jawa)” Jawabku.
Tak lama saya menunduk sebentar. Entah angin apa yang datang, tiba-tiba di depanku Profesor Gabril pergi berganti dengan perempuan berjilbab biru, perempuan muda. Dia kemudian menatapku sambil tersenyum. Ternyata kali ini Sari, teman lamaku. Sudah lama aku tak bertemu dengannya.
Terakhir ketemu satu bulan sebelum pandemi masuk ke indonesia. Aku langsung tersenyum juga dan langsung aku sapa dulua. “ Oalah, kamu juga kah yang wawancara beasiswa ini?”. Pikiranku langsung senang, karena yang wawancara kali ini adalah temanku sendiri.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak senang, karena di temanku, pasti dia tidak akan bertanya hal yang berat untuk ku jawab. Pastinya mimpiku semakin dekat menuju kenyataan. Aku akan lolos wawancara dan tahun depan bisa kuliah di kampus Technical University of Munich, Jerman gitu lohhh…
Sari kemudian menjawab pertanyaanku;
“ Ia yang wawancara kamu sekarang aku, eh mending wawancaranya kita pake headshet saja ya, biar tidak kedengeran orang-orang di sebelah?” pinta Sari terhadapku
“ Oke, oke, saya mau, sebentar saya pake headshet” jawabku. Sambil membuka isi tas dan buru-buru mencari headshet ku. Kemudian setelah ku temukan, aku berbisik-bisik padanya.
“ Eh ada beberapa vocab yang aku lupa, aku mau buka google dulu ya lima menit”
ADVERTISEMENT
“ Nanti biar tanya jawabnya enak pas pakai bahasa inggris” Jawabku terhadap Sari.
“ Ia tidak apa-apa, segera cepetan” Jawabnya dengan suara sangat pelan sambil berbisik
Akupun mulai pencarian di google vocab-vocab yang aku lupa. Aku membacanya berulang-ulang setiap kata yang ku temui. Sehingga bisa kuhapal kembali kata-kata penting dalam bahasa inggris. Setelah selesai menghapal 5 menit. Sungguh wawancara ini mengejutkan menguntungkan bagiku.
Keduanya penguji wawancara diluar dugaan,pewawancara pertama Profesor Gabril berbahasa jawa, sedangkan pewawancara kedua adalah temanku sendiri Sari. Sunggu ini ibarat rejeki melimpah bagiku, karena wawancaranya diluar dugaan, tidak sulit, bahkan bikin hati tenang dan yakin bakal lolos.
Aku semakin yakin setelah tau interview kedua dilakukan oleh Sari, yakin bisa mengalahkan pesaing lainnya.Sari kemudian berdiri, dia berjalan lenggak-lenggok seperti model. Tangan kanannya memegang pinggul kanannya.
ADVERTISEMENT
Sedang yang kiri pegang bolpen yang ia sentuhkan ke pipi kirinya. Ini jauh berbeda sekali dengan professor Gabril tadi. Dia bertanya dengan pose berdiri dengan bergaya seperti model. “ Why do you choose this programe (Mengapa anda memilih program ini)” .
Karena baru saja aku sudah menghapal vocab lagi, akupun menjawab dengan percaya diri dan berbusa-busa. “ I choose this programe to pursue my goals in future. My goals want to be an expert in education. I got information from the web, there are experts in this programe……bla-bla”
(Saya memilih program ini untuk mengejar tujuan saya di masa depan. Tujuan saya adalah menjadi seorang pakar di pendidikan. Saya mendapatkan informasi dari web, ada pakar-pakar di program ini… bla-bla seterusnya).
ADVERTISEMENT
Sari kemudian memutarkan badan lagi sambil berlenggok lenggok lagi kedua kalinya. Saat dia hendak bertanya dengan senyuman indah tiba terdengar “ Allahuakbar, allahuakbar .. 2x”. Akupun kaget dan terbangun. Ternyata aku sedang bermimpi di siang bolong. Tidak ada meja dan komputer di depanku. Yang ada lemari di depan kasur.
Adzan duhur membangukanku dari mimpi indah. Mimpi menapakkan kaki di Jerman, negara Thomas Werner, di wawancarai seorang Professor cucunya wakil bupati lumajang, dan Sari teman lamaku….Hahahaha