Mengarungi Hidup dengan Sikap “Pradah” Ajaran Semar

Adinda Destiana Aisyah
Mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pamulang.
Konten dari Pengguna
21 September 2022 19:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Destiana Aisyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image from Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Image from Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Hidup bukan hanya tentang menyusun kerangka dari masa ke masa yang berlandaskan ideologi yang tertanam dalam diri, dan membawanya ke manapun, hingga selalu diproklamasikan pada lawan bicara setongkrongan. Bukan pula berlomba meraih tujuan yang sudah direncanakan bahkan hingga sepuluh tahun mendatang. Hidup bukan tentang berdiri sendiri di tanah yang datar, tetapi berjalan di atas bebatuan yang tajam. Bukan hanya tentang harapan pribadi, tetapi juga kehidupan sosial di sekitar.
ADVERTISEMENT
Kira-kira apa manfaatnya jika kita membelanjakan hampir seluruh pendapatan yang dicari selama satu bulan untuk barang-barang mewah seperti ponsel pintar dengan logo apel digigit, atau tas merek terkenal dengan logonya terpampang di setiap sudut. Sedangkan, di jalan-jalan, setiap sepuluh langkah kaki berjalan misalnya, kita dengan mudah menemukan orang-orang yang menengadah mengharapkan sesuap nasi.
Apa gunanya jika kita pergi pagi pulang malam menimba ilmu, jika tujuannya hanya untuk memerdekakan diri sendiri. Ketika anak-anak di pelosok perkampungan, atau di bawah kolong jembatan, menangis menyongsong kehidupan yang haus akan pengetahuan. Harapan dan cita-cita hanya angan yang bisa mereka temukan ketika memejamkan mata di atas kardus bekas atau karung beras. Sebenarnya apa gunanya pengetahuan yang kita dapatkan?
ADVERTISEMENT
Masalah sosial yang terjadi di sekitar kita begitu menyayat hati, bukan hanya yang terlihat di depan mata seperti ketika berhenti di lampu merah contohnya. Namun, masalah-masalah yang tidak kunjung menemukan solusinya itu juga sering berseliweran di media sosial. Melihatnya pasti membuat hati menangis, tetapi itu juga kalau kita punya hati.
Kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang rendah, kenakalan remaja, pelecehan seksual, merupakan masalah sosial yang kini masih jadi persoalan rumit seakan tidak ada jalan keluar untuk menanggulanginya. Pihak yang berwenang sibuk memberikan beasiswa bagi anak-anak berprestasi, tetapi tidak melirik anak-anak di pelosok kampung dan tempat-tempat terpencil yang kesulitan untuk menimba ilmu. Apakah harus berprestasi dulu untuk mendapatkan bantuan pendidikan? Lagi dan lagi pertanyaan tentang, apa gunanya kita yang diberi kesempatan memperoleh ilmu dengan mudah?
ADVERTISEMENT
Melihat fenomena masalah sosial yang terjadi di masyarakat, saya berpikir bahwa sebenarnya siapapun dapat menanggulangi sedikit demi sedikit permasalahan tersebut. Jika kita mengenal Semar dari dunia pewayangan, ada ajaran sikap mental yang perlu dimiliki oleh siapapun demi menciptakan kemajuan.
Semar merupakan seorang tokoh punakawan yang terdapat di dalam kisah pewayangan, jika kita mengetahui dunia pewayangan, pasti tidak asing dengan tokoh yang banyak mengajarkan ajaran bermanfaat bagi kehidupan. Semar merupakan Dewa yang berada di tingkatan atas, dan turun ke dunia untuk menjelma menjadi manusia sekaligus mengabdi kepada manusia. Kebenaran dan kejujuran adalah hal yang diajarkan oleh Semar kepada para kesatria dalam menjalani kehidupan. Pada jagad pewayangan Jawa, kita dapat menemukan Semar dalam kisah Ramayana atau Mahabharata.
ADVERTISEMENT
Salah satu ajaran Semar yang membuat saya berpikir bahwa siapapun bisa ikut andil dalam menanggulangi permasalahan sosial yang ada, adalah ajaran sikap Pradah. Pradah berarti ikhlas. Ikhlas yang dimaksud adalah, memberikan sesuatu yang kita miliki dan yang kita mampu untuk sesama. Kenapa saya cetak tebal dua kata di atas? Karena kita sering salah paham, bahwa memberi harus sesuatu yang besar, mewah, bagus, bahkan yang dianggap pantas untuk dapat diceritakan di media sosial atau di tongkrongan.
Ajaran Pradah yang diberikan oleh Semar adalah ikhlas membagi apapun yang menjadi harapan untuk sesama, contohnya ilmu, tenaga, perhatian, dan harta.
Jadi, buang pikiran bahwa membantu perlu mengeluarkan uang atau harta benda. Mirisnya jika kita merasa tidak memiliki harta benda atau uang, maka menyerah untuk membantu dan merangkul bersama.
ADVERTISEMENT
Pradah merupakan sikap mental yang perlu kita miliki sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah masyarakat. Ikhlas tanpa pamrih adalah sikap yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih ketika kondisi sosial di sekitar kita seakan meraung membutuhkan pertolongan. Kalau bukan kita siapa lagi? Setidaknya jangan tutup mata dan telinga demi kemajuan bersama.
Saya ingat ketika berambisi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, harapan dan tujuan yang dibangun di dalam diri adalah untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, atau mendapatkan kenaikan gaji hingga dua kali lipat misalnya. Namun, ketika saya melihat fenomena sosial yang miris, atau sesederhana masalah penulisan berfikir yang seharusnya berpikir, atau penulisan di tabung yang seharusnya ditabung, membuat tujuan itu berubah arah.
ADVERTISEMENT
Mengenalkan bentuk penulisan bahasa Indonesia yang sesuai, menjadi salah satu contoh gerakan yang bisa dilakukan agar masyarakat tahu bentuk penulisan yang baik dan benar. Ini hanya salah satu contoh sederhana yang bisa dilakukan mahasiswi Sastra Indonesia seperti saya. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh orang di luar anggota akademisi? Tenang saja, ajaran Pradah oleh Semar diperuntukkan bagi semua orang, hal itu menunjukkan bahwa semua orang bisa, bahkan perlu mengimplementasikannya dalam kehidupan.
Penerapan ajaran Pradah pada kehidupan, dapat diterapkan dengan sikap nyata. Perhatian kita mungkin dapat ditujukan pada masalah sosial terkait pendidikan rendah. Jika belum mampu untuk menuntun mereka ke bangku sekolah, mungkin kita dapat membagikan pengetahuan yang bermanfaat yang kita miliki kepada anak-anak yang tidak dapat bersekolah.
ADVERTISEMENT
Memberikan buku-buku, melakukan kegiatan yang langsung turun ke masyarakat untuk menjelaskan ilmu-ilmu kepada anak-anak tidak bersekolah dan anak jalanan. Edukasi yang mungkin sulit untuk mereka dapatkan dari kehidupan di sekitarnya, bisa kita berikan agar mengurangi kenakalan remaja, permasalahan seksual yang kerap kali melibatkan anak-anak di bawah umur, dan perundungan. Tentu hal ini harus dilakukan dengan ikhlas atau tanpa pamrih, seperti yang diajarkan oleh Semar dalam sikap Pradah. Lalu, apakah hal tersebut hanya boleh dilakukan oleh seorang akademisi? Tentu saja tidak! Siapapun yang memiliki pengetahuan wajib membagikannya, agar ilmu itu bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Contoh nyata yang dapat dijadikan teladan seperti yang dimuat dalam Bantenesia.com, komunitas pencak silat di Bogor yang memberikan pelajaran budaya kepada anak jalanan sebagai bentuk gerakan peduli budaya Indonesia. Hal ini dapat dijadikan gambaran bentuk sikap Pradah dari ajaran Semar.
ADVERTISEMENT
Memikirkan kesenangan semata, atau yang biasa dilakukan anak muda zaman sekarang, foya-foya dan menghamburkan uang adalah bentuk penghargaan untuk diri sendiri yang sudah bekerja keras. Istilah kerennya mungkin, reward for my self. Memang tidak ada salahnya, juga tidak ada aturan yang melarang hal tersebut. Namun, sebagai pengingat diri dengan sikap Pradah, tidak ada salahnya untuk sejenak menoleh, membuka mata dan telinga pada masalah sosial yang ada di sekitar kita. Biarkan yang pura-pura buta dan tuli hanya mereka yang duduk di atas sana, kita jangan ikut-ikutan. (*)
*) Adinda Destiana Aisyah, Penulis dan Mahasiswi Universitas Pamulang, Sastra Indonesia