Apa Kabar The Power Of Emak Emak ?

Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya / Penulis Lepas
Konten dari Pengguna
4 Juli 2019 12:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adis Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan yang lalu sebelum Pemilu serentak, kosa kata "emak/ibu" pernah menjadi ramai dimedia sosial, Bereaksi terhadap reaksi sebelumnya , Sebelumnya dari kubu oposisi mengatakan dengan slogan "The Power Of Emak Emak", maksutnya emak emak ini mulai sadar akan politik karena ekonomi bangsa yang mulai menurun, dianggap barang kebutuhan mahal, termasuk bahan makanan karena bahan makanan itu urusan emak emak saat belanja, Jadi emak emak ini mulai disadarkan bahwa harga pangan mulai mahal disebab oleh keputusan rezim petahana, yang dianggap tak bisa mengatasi masalah harga bahan makanan karena impor atau memang ada mafia barang sembako.
ADVERTISEMENT
Mungkin kubu petahana merasa bahwa emak emak ini mulai mengikuti politik, seharusnya bahwa peran emak itu adalah menjadi ibu bangsa yang mendidik anak anaknya berguna bagi bangsa dan negara. Dengan sindiran atau mungkin pernyataan dalam pidatonya kurang lebih bahasanya seperti ini "emak emak itu harus mendidik anaknya dirumah, tapi jangan sebut emak emak, sebut saja ibu bangsa yaitu ibu ibu yang mendidik anaknya menjadi berguna bagi bangsa dan negara", mungkin keinginan agar emak emak ini tidak ikut ikutan berpolitik, agar di rumah saja memasak dan mendidik anak anaknya, ya kalau ada pemilu coblos ya tinggal coblos gitu saja.
Jadi Ingat Emak ku
Bagi saya memanggil Emak dengan sebutan "ibu" itu merasa kurang cocok kepada Emak saya, karena saya terbiasa dan memang dari kecil memanggil ibu dengan sebutan emak/ma'e, walapun ibu saya dipanggil Ma'e tapi peran beliau tetap menjadi ibu bangsa yang mendidik anak anaknya agar berguna bagi bangsa dan negara tetap jalan, enggak seperti yang di khawatirkan rezim ini.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya kalau dibilang pengusaha bukan, Ma'e saya hanya usaha kecil memproduksi arem arem (lontong isi), dadar gulung , aneka gorengan dan Meniran, biasanya memproduksinya malam jam 8 sampai selesainya jam 12 malam, membuat sambil mengantug prosesnya jadi lama , Nanti jam 4 Pagi bangun dan mulai merebus Arem arem dan meniran , Sambil goreng Tahu isi , Tempe ,Martabak dan gorengan lain, kasihan ma'e saya pagi pagi didaerah cuaca yang dingin sudah mulai aktivitas.
Setelah itu pagi jam 6 Ma'e saya mulai setor makanan ke warung warung didaerah alun alun Sukorejo dan sekitarnya , Menurut saya Ma'e saya menjadi ibu bangsa yang baik, bayangkan jual sarapan agar masyarakat menjadi kenyang dan orang bisa berpikir jernih IQ nasional tidak drop, Melihat beliau bekerja memproduksi jajanan sampai malam, agar anak anaknya bisa makan dan bayar biaya pendidikan berguna bagi bangsa dan negara, perjuangan yang begitu luar biasa seorang ibu saya setelah di tinggalkan Bapak saya lebih dulu dipanggil Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Walaupun usaha kecil kecilan Ma'e saya juga masih saja kekurangan, namanya uang pasti kurang tapi jarang banget mengeluh minta uang ke anak anaknya sampai saya malu sendiri, kenapa tidak ngasih ke Ma'e, Tapi begini emak saya soalnya suka banget Ziarah Makam Ke wali wali atau orang shaleh tiap bulan atau mingguan, pasti beberapa hari pergi kelihatan seperti punya uang jadinya, jalan jalan terus , Ya bagi saya kalau ibu saya masih muda saya anggap itu jalan jalan refresing, bukan karena saya simpatisan Muhammadiyah terus tidak membolehkan ibu saya Ziarah kubur secara berjama'ah, menyewa mobil ke daerah yang banyak makam walinya berhari hari terkadang.
Saya anggap saja lagi jalan jalan, kan beres biar tidak ada perdebatan diantara anak dan ibu, tapi bagi ibu saya mungkin itu sesuatu kepercayaan dalam dirinya, soalnya Ma'e saya kan Kultur NU ya biasa Namanya Ziarah Kubur udah biasalah di kalangan warga NU Ziarah makam ke daerah lain dengan berjama'ah, menyewa mobil bareng bareng pokoknya, Tapi saya pun tak suka mendebat paham ma'e karena tak perlu diperdebatkan soal ziarah kubur. Tak mungkin paham keagamaan ma'e saya lawan beliau yang telah membesarkan ku, mau jadi anak durhaka.
ADVERTISEMENT
Sebelum saya islam Ma'e saya sudah islam duluan, Sudah bisa ngaji duluan, hafal Al Qur'an duluan, tapi sayang sekarang saya hidup pisah rumah dengan Ma'e jadi tak tau jarang dengar Ma'e membaca Al Qur'an, Tapi Insya Allah Pasti Istiqomah Ma'e saya , Dulu waktu saya kecil membaca Al Qur'an, dari jauh ibu saya dengar sambil mendikte saya, itu cara bacanya salah, ini salah padahal dia sambil masak tapi tajwid nahwu shorofnya pun masih jalan.
Waallahu A'lam
Adis Setiawan, Manajemen Pendidikan Islam STIT Nusantara Bekasi