Politik Injury Time di Pilkada DKI Jakarta

Konten dari Pengguna
22 April 2017 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditia Rizki Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Politik Injury Time di Pilkada DKI Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kekalahan Ahok-Djarot merupakan kemenangan Anies-Sandi di waktu injury time.
Dari hasil hitung cepat dan hasil scan C1 KPU, pasangan calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno berhasil unggul dari paslon nomor urut 2, Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saifulhidayat.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya saya ucapkan selamat kepada Pak Anies. Tapi Pak, ada sedikit hal yang ingin saya konfirmasi ke Bapak.
Begini, saya pernah didongengkan oleh salah satu dosen saya dulu di Jogja. Kata beliau, Pal Anies ini adalah teman sejawatnya saat SMA dulu. Pak Anies sekolah SMA di Jogja, leres ?
Pak Budi Aryanto namanya Pak, teman Pak Anies ini sekarang sudah menjadi salah satu pengajar di kampus saya dulu belajar. Tepatnya pengampu mata kuliah bola basket dan evaluasi olahraga.
Pak Budi bilang, dulu saat bersekolah. Pak Anies dan Pak Budi sering main bola bareng, Pak Budi jadi penyerangnya dan Pak Anies jadi kipernya. Kalau benar begitu, Bapak pintar bertahan yah Pak.
ADVERTISEMENT
Tapi Pak Budi menceritakan ini jauh sekali sebelum Pak Anies mencalonkan diri menjadi Gubernur Jakarta. Jadi tulisan ini sama sekali bukan bentuk dukungan saya atau dorongan dari Pak Budi agar saya mendukung Bapak. Beliau hanya seorang kawan yang enggan melupakan kawan lama.
Saya tertarik dengan cerita beliau soal sepak bola. Kalau boleh saya ingin sedikit menganalisis drama politik di Pilkada DKI Jakarta melalui sepak bola.
***
Kekalahan Ahok-Djarot di putaran dua Pilkada rasanya hampir sama dengan kekalahan Agus-Sylvi di putaran pertama. Mereka seolah kalah di waktu injury time sebuah pertandingan sepak bola.
Elektabilitas keduanya seolah melempem di menit akhir pertandingan dan akhirnya harus menerima kekalahannya. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa penyebab, di antaranya isu-isu yang beredar dan blunder diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Agus-Sylvi misalnya, mereka yang sebenarnya punya cukup kekuatan untuk meroket di Pilkada Jakarta harus menerima kenyataan beberapa hari sebelum pencoblosan isu-isu negatif yang mau tidak mau menyeret nama mereka di lubang kesialan.
Adalah isu yang menyerang SBY, ayahanda tercinta Agus Yudhoyono yang diterpa isu penyadapan telefon dengan ketua MUI Ma'ruf Amin. Isu yang menerpa SBY bagaikan faktor x untuk Agus-Sylvi yang membuat mereka lemah di waktu injury time. Akhirnya mereka harus menerima kekalahan setelah hanya mampu mengumpulkan 17,02 persen suara.
Saya mengibaratkan hal ini seperti kasus Atletico Madrid yang dikalahkan Real Madrid pada final Liga Champions 2015. Atletico yang sebenarnya mampu mengimbangi mega bintang Real Madrid macam C.Ronaldo dan Bale hingga akhirnya sempat unggul 1-0 lewat gol Diego Godin di menit 37.
ADVERTISEMENT
Namun, Atletico nampaknya tidak mengantisipasi faktor x diluar tim mereka yang mampu membawa kekalahan. Adalah “The Last Minute Man” Sergio Ramos yang meluluhlantahkan moral Atletico lewat sundulan kepalanya di menit 92 ke pojok kanan gawang Thibaut Courtois.
Perlawanan mereka di waktu extra time pun malah semakin membenamkan nama mereka lewat gol Bale, Marcelo dan C.Ronaldo. Pertandingan selesai, Madrid bergembira, Atletico merana.
Baik Agus-Sylvi maupun Atletico, sama-sama melewatkan faktor x diluar diri mereka yang menjungkalkan mereka di waktu injury time.
Soal Ahok-Djarot, sama seperti Agus-Sylvi. Mereka terjungkal di menit-menit akhir pertandingan. Bedanya, Ahok-Djarot “terkesan” melakukan kesalahan sendiri atau blunder yang menyebabkan nama mereka anjlok beberapa hari sebelum pencoblosan.
Saya mengibaratkannya seperti kasus Menchester United (MU) yang harus kalah 1-0 oleh Southampton di musim EPL 2016.
ADVERTISEMENT
MU yang saat itu masih ditangani pelatih asal Belanda-- Louis van Gaal, sepertinya salah mengambil keputusan dengan mengganti Maroune Fellaini di babak kedua. Alih-alih menambah daya gedor dengan memasukan Juan Mata. MU malah harus menerima kenyataan gawang mereka bobol lewat sundulan kepala Charlie Davis di menit 87.
Alih-alih melakukan serangan sporadis, seperti MU, Ahok-Djarot seolah tidak mengantisipasi counter attack yang akan mereka terima. Hanya serangan sporadis ke jantung pertahanan masyarakat, seolah tak mengindahkan serangan balik yang harus mereka hadapai.
Sebuah pertandingan memang tidak bisa ditentukan hanya lewat keberuntungan. Harus ada sebuah sistem yang dibangun sematang mungkin. Karena drama membutuhkan skenario yang baik agar berjalan sesuai dengan keinginan.
Karena politik tidak jauh berbeda dengan sepak bola yang penuh dengan drama. Maka menganalisis drama dari sebuah drama namapaknya layak untuk diperbincangkan.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi selamat untuk Gubernur DKI Jakarta terpilih. #JakartaPunyaKita