Gap antara si miskin dan si kaya di pedesaan nyatanya lebih kentara ketimbang di kota. Pemangku kuasa desa, petani, muda-mudi berpikiran progresif namun berhenti di ranah teori belaka, juga cukong-cukong yang datang menghabisi petani nampak jelas kelasnya. Tapi semuanya seakan luntur ketika dangdut koplo diputar di lapangan desa.
Pak Dukuh ngibing seperti sedang diisi khodam jaran liar. Para petani juga ikut ngibing bersama cukong brambang-bawang tanpa takut ditipu atau mengalami kerugian besar. Tidak ada gap. Semuanya bersatu dalam hentakan gendang, jerit getir, dan cengkok biduan yang meraung-raung hingga ke seluruh penjuru desa.
Itu adalah momen yang membuat saya sadar, sejatinya bukan demo besar-besaran di Monas yang bisa menyatukan pikiran dan hati manusia yang sedang kacau, melainkan koplo. Koplo seharusnya ada di garda terdepan. Ia menghangatkan, dan membikin sadar bahwa menghargai satu sama lain nyatanya enggak buruk-buruk amat.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814