Melancong ke Pulau Para Raja Muda

Ady Candra
Penggiat Fotografi Tampa Genre. Kumpulan Tulisan dan Foto dapat diakses di adycandra.com, sebuah Blog Hikayat Foto..
Konten dari Pengguna
16 September 2017 14:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ady Candra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melancong ke Pulau Para Raja Muda
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pulau tersebut bernama Penyengat, sekitar 15 menit dengan menggunakan perahu motor tempel dari ibukota Provinsi Kepulauan Riau, Tanjung Pinang. Dahulu pulau ini sebagai bentuk penghargaan Sultan Johor Riau Tengku Sulaiman kepada Daeng Marewah yang turut membantu dalam perebutan tahta kerajaan pada tahun 1718, maka Daeng Marewah diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda I atau Raja Muda yang memiliki kewenangan sendiri mengatur pemerintahan di Pulau Penyengat.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1824 terjadi kesepatan antara Inggris dan Belanda yang membagi wilayah Kesultanan Johor Riau menjadi dua wilayah yakni, Kesultanan Johor yang berkedudukan di semenanjung Malaysia serta Kesultanan Riau Lingga yang berdudukan di Daik Lingga. Tradisi menjadikan Pulau Penyengat sebagai tempat penguasa kedua berlanjut pada kekuasaan Kerajaan Riau Lingga, bahkan kewenanganya ditingkatkan bukan hanya urusan pemerintahan tetapi juga mengatur angkatan perang, perekonomian dan operasional kerajaan. Pada tahun 1900 diperiode akhir Kerajaan Johor Riau, pusat kerajaan dipindahkan dari Daik Lingga ke Penyengat, sehingga menjadikan pulau ini juga sebagai pusat kebudayaan melayu dan pengembangan agama islam.
Enam dari 10 'Yang Dipertuan Muda' yang pernah berkuasa di Penyengat dimakamkan disini. Salah satu yang terkenal adalah Yang Dipertuan Muda IV, Raja Haji Fisabillah yang gugur dalam perperangan melawan Belanda. Bukti perjuangan beliau masih kita temukan benteng pertahanan dengan beberapa meriam di Bukit Kursi. Benteng dibangun dalam bentuk parit-parit sebagai suplai bubuk mesiu yang menghubungkan antar meriam yang mengarah ke segala penjuru. Untuk menghargaai jasanya, tahun 1997 Pemerintah Indonesia menetapakan sebagai Pahlawan Nasional. Nama beliau juga diabadikan sebagai Bandar Udara Internasional di Tanjung Pinang.
Melancong ke Pulau Para Raja Muda (1)
zoom-in-whitePerbesar
Selain itu juga terdapat Makam Raja Ali Haji cucu dari Raja Ali Haji Fisabillah, seorang yang berjasa dalam pengembangan sastra dan bahasa melayu. Pada Kongres Sumpah Pemuda tahun 1982 bahasa melayu ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Dalam bidang kesustraan melayu Raja Ali Haji menulis karya sastra yang cukup terkenal sampai saat ini yakni, Gurimdam Dua Belas berisikan nasehat sesuai dengan ajaran agama islam. Gurindam Dua Belas ditulis di Istana Kantor atau Marhum Kantor yang dibangun oleh Sultan Muda VII Raja Ali sebagai tempat pusat pemerintahan.
Melancong ke Pulau Para Raja Muda (2)
zoom-in-whitePerbesar
Disamping makam, peninggalan Kerajaan Riau Lingga yang cukup populer adalah Masjid Raya Sultan Riau. Dibangun tahun 1803 okeh Sultan Mahmud dan direnovasi tahun 1832 ole Sultan Abdurahman seperti bentuk sekarang ini. Salah satu keunikan masjid ini dibangun dari campuran putih telur, pasir, kapur dan tanah liat. Peninggalan bangunan Kerajaan Riau Lingga yang cukup menarik lainnya adalah Istana Tengku Bilik yang merupakan kediaman adik dari sultan Riau Lingga terakhir. Arsitektur bangunan ini mirip dengan Istana Kampung Gelam di Singapura yang juga merupakan peninggalan kejayaan melayu di nusantara.
Melancong ke Pulau Para Raja Muda (3)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT