Boeing 737: Jatuh di Indonesia Salahkan Kru Kita, Jatuh di China Salahkan Siapa?

Afgiansyah
Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina.
Konten dari Pengguna
23 Maret 2022 13:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afgiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pesawat Boeing 737 Max. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pesawat Boeing 737 Max. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pada bulan September 2018, terjadi kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX di Indonesia, menewaskan seluruh penumpang berjumlah 189 jiwa akibat jatuh setelah 13 menit mengudara dari bandara Soekarno-Hatta. Terungkap dari jurnalis asing The Wall Street Journal, pihak Boeing sempat menuduh penyebab kecelakaan terjadi karena lengahnya awak kapal Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembicaraan di media sosial terkait kecelakaan pesawat Boeing 737 di China masih trending di Indonesia hingga 2 hari sejak hari naas Senin, 21/3 yang diperkirakan menelan 132 korban jiwa. Tercatat sekitar lebih dari 80 ribu percakapan terpampang di lini masa Twitter.
Trending Boeing di Twitter Indonesia, 22/3. Foto: twitter
Ada satu tweet menarik dari @ry_oji yang terus bertengger di posisi atas. “Dua film baru di 2022 yg menggambarkan dokumentasi & investigasi kecelakaan pesawat, dua2nya menarik (seru) & ratingnya tinggi: Downfall: The case against boeing (2022) & Black box / Boite noir (Perancis, 2022). Turut berduka. # China Boeing 737 Eastern Airlines,” begitu kicau @Ry_Odji bersaing di lini masa Twitter dengan posting berita-berita asing tentang dahsyatnya kecelakaan itu.
Posting di lini masa twitter trending Boeing. Foto: Twitter/@Ry_Odji
ADVERTISEMENT
Akun @Ry_Odji memang tidak menceritakan isi kedua film itu. Kebetulan, Saya sempat menonton film dokumenter “Downfall: The Case Against Boeing” sebelum kecelakaan pesawat Boeing 737-800 terjadi di China. Apa yang Saya dapati dari dokumenter yang tayang di Netflix itu? Mengejutkan!
Dokumenter ini berawal dari investigasi kecelakaan Boeing 737-Max 8 yang jatuh selepas tinggal landas dari Cengkareng, Tangerang pada 29 Oktober 2018 lalu. Pesawat milik Lion Air bernomor 610 itu dipiloti oleh seorang berkebangsaan India. Jurnalis dari The Wall Street Journal, Andy Pasztor mencoba mengungkap penyebab jatuhnya pesawat itu.
Apa temuan investigasi awal Pasztor? Ia mengungkapkan bahwa secara tidak resmi Boeing menyatakan “pilot Amerika tidak akan mengalami masalah seperti ini dan awak pesawat Indonesia tidak menjalankan prosedur yang berlaku.” Hal ini diungkapkan Pasztor dalam testimoni pada dokumenter “Downfall: The Case Against Boeing” .
ADVERTISEMENT
Tanggapan dari pejabat Boeing itu tampak sangat rasialis. Padahal, saat ini masyarakat dunia sedang gencar mengampanyekan "diversity" atau keberagaman di berbagai sektor kehidupan. Melalui pandangan rasialis tersebut, para pejabat Boeing yakin tidak ada yang salah dengan produk mereka. Namun Pasztor, jurnalis berkebangsaan Amerika Serikat tidak berhenti sampai sana. Ia mencoba investigasi lebih lanjut dari segi teknis ketimbang hal operasional seperti jawaban yang diberikan oleh pihak Boeing, perusahaan yang juga berasal dari Amerika Serikat.

Investigasi kecelakaan Boeing 737-Max

Hasilnya, ditemukan ada satu sistem navigasi bernama MCAS yang bermasalah. Di sini mulai terungkap bahwa kecelakaan bukan kesalahan dari kru pesawat. Kecerobohan awak pesawat Indonesia tidak terbukti seperti sempat dituduhkan oleh pejabat Boeing. Kesalahan justru didapati pada lemahnya sistem yang dirancang oleh perusahaan itu.
ADVERTISEMENT
Terbukti terjadi lagi kecelakaan dari produk yang sama, Boeing 737-Max 8 di Ethiopa pada Maret 2019, hanya berselang 6 bulan setelah jatuhnya pesawat Lion Air 610 di Teluk Jakarta. Dua peristiwa naas ini memakan total 346 korban jiwa.
Ketika terjadi kecelakaan beruntun dengan penyebab yang sama, model pesawat Boeing 737-Max 8 layaknya segera dihentikan untuk terbang atau dikenal dengan istilah “grounded”. Amerika Serikat, negara asal perusahaan Boeing tidak buru-buru melakukan tindakan itu walaupun dapat mengancam keselamatan warganya. Satu negara yang pertama kali memutuskan agar Boeing 737-Max 8 “grounded” dari semua maskapai di negerinya adalah China.
Usai kecelakaan di Ethiopia, investigasi pun semakin gencar dilakukan. Para korban kecelakaan Boeing 737-Max 8 mendatangi Kongres Amerika Serikat. Pemberitaan media juga semakin meluas sehingga penyebab kecelakaan yang sesungguhnya semakin terkuak.
ADVERTISEMENT
Alhasil, didapati bahwa Boeing sengaja menyembunyikan kelemahan sistem pada model pesawat 737-Max 8 dalam rangka memaksimalkan keuntungan. Seperti terungkap dalam dokumenter “Downfall: The Case Against Boeing”, perusahaan pembuat pesawat tersebut dijatuhi tuduhan kriminal karena aksi kotornya itu. Akhirnya, tuntutan itu diselesaikan dengan kesepakatan membayar denda pada Januari 2021 lalu sebesar lebih dari 2,5 miliar dolar Amerika Serikat atau hampir mencapai 36 triliun rupiah.
Selain denda, pesawat Boeing 737-Max 8 juga dilarang terbang di seluruh dunia termasuk negara asalnya Amerika Serikat hingga dilakukan perbaikan pada sistem yang bermasalah. Model tersebut mulai diizinkan untuk kembali terbang di berbagai negara di dunia setelah hampir dua tahun “grounded” setelah kecelakaan di Indonesia yang menewaskan 189 korban jiwa dan tewasnya 157 penumpang akibat kecelakaan di Ethiopia.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari New York Times, China menjadi negara paling akhir yang memberikan izin terbang kembali Boeing 737-Max 8. Baru pada Desember 2021 China mengizinkan model pesawat tersebut untuk diterbangkan oleh maskapai di negerinya dengan beberapa persyaratan. Hingga saat ini, Boeing 737-Max masih dalam tahap pengetesan oleh maskapai China sebelum terbang membawa penumpang komersial.
Naas nasib Boeing, saat model 737-Max masih belum layak terbang di China, model pendahulunya 737-800 mengalami kecelakaan fatal di negara itu. Pemberitaan menyebutkan bagaimana dahsyatnya ledakan hingga terlihat dari luar angkasa. Tercatat setidaknya 132 penumpang menjadi korban dalam satu kecelakaan terbesar selama satu dekade terakhir sejarah penerbangan di China.
Apakah Boeing akan menyalahkan awak pesawat China seperti mereka menyalahkan kru Indonesia setelah kecelakaan yang terjadi di Cengkareng? Atau justru terungkap skandal lainnya yang juga ditutupi oleh Boeing sehingga kembali terjadi kecelakaan fatal dari model pesawat lainnya? Tentunya kita belum tahu. Namun pastinya, mata dunia akan menyorot lebih tajam kepada Boeing setelah melakukan aksi tidak terpuji sehingga memicu kecelakaan pesawat besar di Indonesia dan Ethiopia.
ADVERTISEMENT