Konten dari Pengguna

Dari Istana Tampak Siring ke Nusantara: Perjalanan Mencari Identitas Bangsa

Afgiansyah
Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina.
18 Agustus 2024 14:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afgiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kreatif bangunan istana dengan burung garuda. Sumber: Afgi/Dall-E
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kreatif bangunan istana dengan burung garuda. Sumber: Afgi/Dall-E
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apakah benar Istana Negara di Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah istana pertama yang sepenuhnya buatan anak bangsa? Pertanyaan ini mengemuka ketika Presiden Joko Widodo memperkenalkan istana baru di IKN dan menyatakan keresahannya terhadap istana-istana di Jakarta dan Bogor yang dianggap masih berbau kolonial. Keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke IKN dan menggelar upacara Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 2024 di istana baru tersebut dilihat sebagai langkah untuk membangun simbol baru yang mencerminkan Indonesia yang modern dan mandiri. Namun, apakah benar IKN merupakan istana pertama yang sepenuhnya mencerminkan identitas bangsa?
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu kembali ke tahun 1957, ketika Presiden Soekarno menghadapi kegelisahan yang sama. Di tengah masa-masa awal kemerdekaan, Soekarno merasa bahwa Indonesia membutuhkan simbol-simbol nasional yang benar-benar mencerminkan identitas bangsa, tanpa bayang-bayang kolonial. Keresahan ini mendorongnya untuk memulai pembangunan Istana Tampaksiring di Bali—sebuah istana yang dirancang dan dibangun sepenuhnya oleh anak bangsa.
Istana Tampaksiring dibangun dengan sentuhan arsitektur R.M. Soedarsono dari Jawatan Pekerjaan Umum, dengan pengawasan langsung dari Ir. Pangeran Muhammad Noer, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dari Partai Masyumi. Di lapangan, pembangunan ini juga diawasi oleh Tjokorda Gde Raka, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Gianyar. Istana ini terdiri dari beberapa wisma, seperti Wisma Merdeka dan Wisma Negara, yang menjadi tempat peristirahatan Soekarno dan para tamu negara. Istana ini dikenal dengan arsitektur Bali yang kental dan suasana yang sejuk serta damai, jauh dari hiruk pikuk kota besar.
ADVERTISEMENT
Namun, proyek pembangunan Istana Tampaksiring tidak berjalan tanpa hambatan. Partai Masyumi, yang saat itu menjadi salah satu partai terbesar, mengkritik proyek ini sebagai pemborosan besar di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Ironisnya, Pangeran Muhammad Noer, yang bertanggung jawab atas proyek ini, akhirnya dipecat dari partainya sendiri karena kontroversi tersebut.
Dinamika politik pada masa itu sangat kompleks. Kabinet Djuanda, yang dilantik pada tahun 1957, dihadapkan pada berbagai tantangan besar, termasuk pemberontakan PRRI yang didukung oleh beberapa anggota Masyumi. Ketegangan politik antara Soekarno dan partai-partai konservatif seperti Masyumi memuncak hingga akhirnya Soekarno membubarkan Masyumi pada tahun 1960, menandai pergeseran besar menuju era Demokrasi Terpimpin.
Di tengah segala kontroversi tersebut, Istana Tampaksiring tetap berdiri kokoh dan mulai digunakan secara resmi pada awal 1960-an. Istana ini menjadi tuan rumah bagi banyak tamu negara, seperti Raja Bhumibol dari Thailand dan Presiden Josip Broz Tito dari Yugoslavia. Salah satu elemen penting dari istana ini adalah Jembatan Persahabatan, sebuah jembatan yang menghubungkan Wisma Merdeka dan Wisma Negara, tempat Soekarno sering kali menyambut tamu-tamu negara.
ADVERTISEMENT
Ketika kita membandingkan proyek pembangunan Istana IKN dengan sejarah pembangunan Istana Tampaksiring, kita melihat bahwa kritik dan tantangan yang dihadapi oleh Jokowi sangat mirip dengan yang dihadapi oleh Soekarno. Kedua presiden ini berusaha menciptakan simbol nasional yang mencerminkan kemandirian Indonesia, meskipun dihadapkan pada kritik keras terkait pemborosan dan prioritas ekonomi.
Sejarah mengajarkan bahwa keberanian untuk membangun simbol-simbol baru merupakan bagian dari perjalanan panjang Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Seperti halnya Istana Tampaksiring yang kini menjadi simbol kebanggaan nasional, Istana IKN diharapkan akan menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia, membuktikan bahwa bangsa ini benar-benar merdeka, mandiri, dan siap untuk masa depan yang lebih cerah.