TV dan Online Sama-sama Jualan, Siapa yang Beli?

Afgiansyah
Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina.
Konten dari Pengguna
7 Juni 2022 13:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afgiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi iklan pada tayangan TV. Sumber: Pribadi
TV dan online sama-sama jualan, Siapa yang Beli? Pertanyaan sederhana dengan jawaban cukup rumit. Jawaban umum: pengiklan. Betulkah? Tentunya tidak sekedar itu. Kenapa? Karena iklan akan ada jika tayangan media baik televisi maupun online banyak yang nonton. Nah, di sini muncul kerumitan. Ke mana media TV dan online berjualan? Ke penonton atau ke pengiklan? Jawabannya bisa dua-duanya. Begini ceritanya.
ADVERTISEMENT
Pertama tidak semua media televisi maupun media online memperoleh keuntungan dari sponsor. Itu berarti iklan bukan satu-satunya sumber pendapatan bagi penyelenggara televisi dan media online. Lalu apa hubungan sponsor dengan iklan? Ini akan kita uraikan lebih dalam. Namun sebelumnya bicara pendapatan dari iklan, kita lihat dulu bagaimana kedua media ini bisa memperoleh sumber dana.
Sejak masa awal penyiaran televisi, sumber dana diperoleh dari beberapa entitas dengan latar kepentingan berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Berawal di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1928, siaran televisi diinisiasi oleh General Electric, perusahaan komersial yang tentunya dilatarbelakangi oleh kepentingan industri. Sementara di Inggris, lembaga penyiaran publik British Broadcasting Corporation (BBC) sudah mengambil peran. Lalu di negara Eropa lain, pemerintah menjadi pendana untuk kepentingan propaganda seperti siaran langsung Olimpiade Berlin, Jerman tahun 1936 di bawah rezim Nazi pimpinan Hitler.
ADVERTISEMENT
Kepentingan komersial, publik, dan pemerintah masih menjadi model paling umum untuk pendanaan siaran televisi di seluruh dunia hingga saat ini. Bagaimana dengan media online? Pada dasarnya hampir sama dengan pendanaan siaran televisi. Kepentingan komersial tentunya jadi satu pendorong tumbuhnya media online di berbagai negara di dunia. Platform media sosial seperti Youtube, Twitter, Facebook, dan TikTok berlatar belakang kepentingan komersial. Kemudian pendanaan dari publik juga marak ditemui di internet. Wikipedia merupakan salah satu media yang tumbuh berlandaskan donasi dari pengguna. Lalu beberapa pemerintahan di dunia juga masih menguasai media seperti Korea Utara sehingga media pemberitaan termasuk di platform online juga didanai oleh pemerintah.
Nah, kalau kita bicara jualan, tentunya kita akan bahas soal kepentingan di balik pendanaan siaran televisi dan media online. Di sini kita akan uraikan dulu bagaimana kedua media ini bisa dijual. Apa sebenarnya produk yang dijual oleh siaran televisi dan media online? Siaran iklan? Bukan!
ADVERTISEMENT
Coba kita bandingkan produk dari industri lain dengan industri media. Katakanlah industri makanan. Sudah jelas produk dari industri makanan berbentuk bahan-bahan yang bisa dikonsumsi. Industri makanan hewan contohnya, maka jelas produknya adalah makanan kucing. Atau, kita juga bisa bandingkan dengan industri yang menawarkan jasa. Industri pariwisata misalnya. Jika jasa yang ditawarkan adalah penginapan, maka jelas apa yang dibayarkan oleh pembeli adalah ketersediaan fasilitas untuk menginap dalam jangka waktu tertentu.

Jualan Media TV dan Online

Untuk industri televisi dan media online, produk atau jasa yang dijual memang cukup kompleks. Jika kita coba bandingkan dengan industri lain, bentuk yang paling sesuai disebut sebagai produk adalah tayangan seperti acara musik, sinetron, talk show, dan ragam acara lainnya. Acara atau program televisi merupakan bentuk dari karya audio visual. Jadi, secara sederhana karya audio visual bisa disebut sebagai produk yang ditawarkan oleh industri televisi. Hal serupa juga berlaku untuk media online. Jika produk dari industri televisi dikenal sebagai tayangan, maka media online menyebutnya dengan konten.
ADVERTISEMENT
Konten di media online memiliki bentuk lebih beragam daripada tayangan televisi. Jika acara TV bentuknya adalah karya audio visual, maka konten di media online terdiri dari karya berupa tulisan, gambar, audio, dan juga audio visual. Ragam konten ini disebut juga dengan istilah “multimedia”.
Tayangan atau konten menjadi produk bagi industri televisi dan media online. Lalu kepada siapa mereka menjualnya? Pada dasarnya tayangan atau konten di media menyasar pemirsa, orang-orang yang menonton tayangan karya audio visual di TV atau pengguna yang mengakses konten media online. Kemudian, bagaimana mereka bisa memperoleh pendanaan atau keuntungan bagi industri komersial? Pada dasarnya ada dua cara. Pertama, langsung “menjual” konten atau tayangan kepada pemirsa. Kedua, secara tidak langsung “menjual” tayangan kepada pemirsa untuk memperoleh sponsor.
ADVERTISEMENT
Kita coba uraikan cara pertama dulu. Ini cukup mudah untuk dimengerti. Pemirsa TV atau pengguna media online langsung membayar kepada penyelenggara media. Misalnya layanan televisi berbayar seperti HBO yang menayangkan film-film kelas dunia atau BeIN Sports dengan tayangan pertandingan olahraga seperti sepak bola tingkat internasional. Mereka menerapkan ongkos tertentu kepada pelanggan. Bahkan ada tayangan tertentu yang hanya bisa ditonton dengan biaya tambahan seperti misalnya pertandingan sepak bola Liga Inggris. Ini disebut dengan istilah “pay per view” atau bayar per tayangan.
Secara teknis penyelenggara siaran TV berbayar seperti HBO dan BeIn Sports tidak langsung menerima pembayaran dari penonton. Mereka menjualnya melalui operator TV berbayar. Di Indonesia beberapa operator antara lain Indovision, Transvision, K-Vision, dan lain-lain. Para operator TV berbayar akan “membeli” dulu dari penyelenggara siaran. Lalu mereka menjual paket-paket tayangan kepada pelanggan dengan biaya bulanan.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga dilakukan oleh media online. Perbedaannya media online bisa “menjual” langsung kepada pengguna tanpa perantara operator. Bahkan jika bicara platform OTT (over-the-top) penyedia konten video streaming bisa berfungsi sebagai penyelenggara siaran sekaligus operator jika diperbandingkan dengan sistem berbayar.
Kita ambil contoh platform OTT lokal, VIDIO. Sebagai penyelenggara siaran, VIDIO memiliki beragam tayangan yang mereka produksi sendiri (original production), serial atau film yang dibeli dari distributor, atau tayangan berlisensi seperti pertandingan basket NBA. Untuk menyusun ragam tayangan ini VIDIO memiliki tim konten yang memilih dan meramunya agar menarik buat khalayak. Ini setara dengan penyelenggara siaran seperti televisi. Mereka “menjual” langsung tayangan ini kepada pengguna. Kemudian, VIDIO juga berperan seperti operator TV berbayar. Selain menyiapkan tayangan sendiri, mereka juga “membeli” tayangan TV berbayar seperti BeIn Sports, Zee Bioskop, Arirang, dan beberapa siaran TV berbayar.
ADVERTISEMENT
Lalu cara kedua media televisi dan media online secara tidak langsung “menjual” tayangan kepada pemirsa. Di sini pemirsa dapat menikmati tayangan atau konten secara gratis. Penyelenggara media menyajikan tayangan dan konten untuk menjangkau pemirsa seoptimal mungkin. Kemudian, mereka akan mencari sponsor untuk membiayai penyelenggaraan tayangan atau konten itu. Siapakah sponsor ini? Kenapa sponsor mau membiayainya?
Dengan jangkauan media yang luas kepada pemirsa dan penggunanya, penjual produk atau jasa dapat mempromosikan jualannya. Merekalah yang disebut sebagai sponsor atau pengiklan. Sambil mengakses konten media online atau menonton tayangan TV, pemirsa disisipi pesan-pesan dari sponsor untuk membeli produk atau jasanya. Para sponsor bersedia membayar kepada penyelenggara media TV maupun online untuk menjangkau pemirsa ini. Semakin banyak pemirsa, semakin mahal ongkos yang harus dibayar pengiklan. Kenapa? Karena semakin banyak orang yang terpapar pesan dari sponsor, maka akan semakin tinggi juga kesempatan produk atau jasa dari sponsor untuk laris di pasaran.
ADVERTISEMENT
Jadi, media televisi dan media online sama-sama jualan tayangan atau konten sebagai produknya. Sementara pembelinya adalah penonton atau pengguna. Lalu ada dua cara bagaimana mereka membeli. Pertama dengan cara langsung, penonton atau pengguna membayar tayangan yang mereka konsumsi. Kedua, cara tidak langsung di mana pengiklan yang membayari para penonton untuk mengakses konten dengan imbal balik berupa paparan dari produk atau jasa yang mereka jual kepada para penonton dan pengguna dengan harapan mereka akan membeli produk dan jasa tersebut.