Mengenali Pola Pikir Remaja Generasi Stroberi Melalui Media Sosial

Afiqoh Azfa
Mahasiswa Semester 2 Teknologi Sains Data, Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
23 Mei 2023 20:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afiqoh Azfa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Overthinking. Foto: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Overthinking. Foto: Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Seseorang dapat dikatakan mengenal remaja dan pola pikirnya jika ia mengerti dan mengikuti pola aktivitas remaja dalam kurang lebih satu bulan lamanya. Memang durasi untuk mengenal seorang remaja itu bukanlah angka yang valid, melainkan opini dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Pemahaman akan remaja yang masih labil akibat hasrat ingin tahu terhadap segala sesuatu lebih dalam. Kemudian memutuskannya di akhir, benar-benar membutuhkan proses yang detail dan penuh pemetaan. Remaja dan pola pikirnya tidak dapat diketahui dan diprediksi melalui pertemuan sekali dua kali dalam kelas maupun klub kegemaran, tetapi harus melalui pendekatan dan jaminan rasa nyaman.
Seseorang yang ingin mendekati dan menjangkau remaja, hendaknya berpikir untuk memposisikan dirinya dalam riuh dan atmosfer remaja. Bukan sok berkuasa atau merasa selalu benar, remaja hanya ingin keluhnya didengar, opininya ditanggapi, rasa-nya divalidasi, bahkan mimpinya didukung dan dimotivasi.
Para dewasa tidak boleh serta-merta mengobservasi pola pikir remaja secara singkat dalam suatu survei ataupun tanya jawab berhadiah saja, tetapi juga harus melalui suatu pembiasaan. Pembiasaan di mana seorang remaja akan nyaman melakukan ragam aktivitas, sehingga mudah untuk diajak berkomunikasi.
ADVERTISEMENT
Melalui media sosial misalnya. Mayoritas media sosial menawarkan kenyamanan pada seseorang untuk mengunggah media ataupun sekadar mengeluhkan hari-harinya. Bahkan, terdapat media sosial yang tidak mewajibkan penggunanya untuk mendaftarkan identitas aslinya dalam proses pembuatan akun serta tampilan yang beredar di halaman utama media sosial tersebut.
Memang salah satu strategi marketing yang ajib sehingga memiliki pangsa pasar yang luas. Maka, tak jarak remaja memanfaatkan kesempatan ini untuk berselancar di media sosial.
Dalam sudut pandang realita, ternyata remaja tidak hanya berselancar di media sosial untuk mendapatkan informasi terkini ataupun unggahan terpopuler agar tidak tertinggal lini masa, tetapi juga ikut serta memiliki akun tanpa nama—seringkali beridentitas orang lain, dalam hal ini tokoh dua dimensi maupun idola favorit—untuk menceritakan hari-harinya.
ADVERTISEMENT
Selayaknya buku harian, remaja pada halaman pribadinya seringkali memuat unggahan tentang ketertarikan objek, peluang usaha atau karier, tulisan apik senasib, destinasi impian, atau bahkan sekadar keluhan yang dirasakan saat itu. Lihat kan? Remaja telah menemukan lokasi ternyamannya dalam lingkup individu tanpa ada yang menjangkau privasinya.
Memang media sosial dan remaja sudah seharusnya berkaitan pada era society 5.0 ini. Apalagi liputan terkini, ragam kondisi destinasi wisata, serta pembaharuan istilah zaman sekarang dapat mudah ditemukan di laman media sosial.
Pola pikir remaja di era society 5.0 ini tentu dapat dikatakan sebagai pemikiran yang senantiasa cepat berkembang serta mampu menerima ragam bahasan terbaru akibat pesatnya pergerakan algoritma media sosial.
Meninjau terkait hal ini, terdapat salah satu penamaan generasi yang lahir pasca 1981 dengan kepositifannya dalam pola pikir dan kreativitas namun memiliki batasan tertentu, yakni generasi stroberi atau strawberry generation.
kumparan getaway di Kebun Stroberi, Sembalun. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Mengenal generasi stroberi, memang ia tidak resmi dianggap sebagai penamaan pada pemetaan tahun lahir yang lazimnya adalah generasi baby boomers, X, Y, Z, hingga alpha. Namun pemetaan ini diperuntukkan untuk mereka yang lahir pasca 1981.
ADVERTISEMENT
Seperti remaja zaman sekarang yang menumpahkan segalanya pada laman media sosial (tentu terdapat hak untuk ini), generasi stroberi kurang lebih cocok untuk menggambarkan situasi remaja saat ini.
Remaja yang aktif, mudah tertantang, senantiasa mengikuti perkembangan zaman, kritis, kreatif, dan cerdas, ternyata kritis pula dalam menyampaikan keluh kesah hariannya mengenai stres, gangguan yang dihadapi, kondisi yang baru saja datang menimpa, hingga tekanan orang luar pada media sosial.
Fakta di lapangan pun demikian, banyak istilah-istilah asing yang diungkapkan remaja, seperti healing ataupun refreshing, pasca mengeluh terkait jadwal esok hari yang padat dan melelahkan. Terdengar berlebihan memang, namun jika menilik pemaknaan generasi stroberi dan kondisi pola pikir remaja tersebut, terbayang sudah kesesuaian penggambarannya.
ADVERTISEMENT
Remaja yang unik dengan pola pikir up to date pasca menggulir media sosial tidak serta merta digolongkan pada generasi stroberi, hanya sebagian saja.