Pasuruan Punya Sejarah: Rumah Kwee Sik Poo Sebagai Warisan Budaya Multikultural
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2023 10:34 WIB
Tulisan dari Ageng Rachmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Satu keluarga bermarga Kwee yang menetap di Pasuruan, Jawa Timur. Belum diketahui persis darimana dan kapan tepatnya berasal sebelum menetap di sini. Keluarga Kwee merupakan keturunan pedagang Persia dan Asia Tengah yang menikah dengan orang Tionghoa Han. Artinya keluarga Kwee dulunya ialah orang-orang muslim di Tiongkok, sehingga dulunya mereka tidak mengkonsumsi daging babi. Namun, sekarang banyak yang pindah ke agama lain.
ADVERTISEMENT
Salah satu anggota keluarga Kwee, bernama Kwee Ting Swan bersama saudaranya Kwee Sik Khie mewarisi pabrik Gula Kawis Redjo pada 1847. Selain memproduksi gula, keluarga ini juga berkecimbung di bisnis lain, seperti penjualan beras, opium (saat itu dilegalkan), jual beli tanah dan menyewa rumah. Penjualan opium bagi keluarga Kwee sangat menguntungkan meskipun berdampak buruk bagi penggunanya.
Dari hasil bisnisnya ini dimungkinkan untuk membangun rumah-rumah besar oleh keturunan mereka. Ditambah dukungan dari Kolonial Belanda sebab banyak kalangan Tionghoa yang memegang peran penting ekonomi industri dikawasan tertentu. Tionghoa yang kooperatif dengan Belanda akan dijadikan pejabat-pejabat penting dibawah pemerintahannya. Sebab itu, Kwee Sik Poo diangkat menjadi Kapiten Tionghoa Pasuruan (Ridder in de orde van Oranje Nassau) pada tahun 1886. Ekonomi yang mapan digunakan untuk membangun rumah salah satunya yang ada di jalan raya Hofdweg saat ini menjadi jalan Soekarno-Hatta. Rumah ini bernama Rumah Kwee Sik Poo.
Umumnya Masyarakat Tionghoa di Pasuruan menganut gaya hidup campuran Tionghoa, Barat dan Jawa. Hal ini terlihat jelas pada bangunan rumah-rumahnya. Rumah ini memiliki atap berbentuk “ekor burung wallet” khas Fujian, Tiongkok. Namun, bawah atapnya dibangun dengan gaya Eropa klasik dengan ciri interior Tiongkok.
Banyak interior di dalam rumah yang diimpor langsung dari Eropa seperti sebagian besar perabotan dan empat tiang besi di aula tengah. Langit-langit kamar tidur utama terdapat lukisan barat ala Renaisans. Namun pembuatnya belum diketahui. Terdapat hiasan kayu Cina yang menempel di sudut ruang tengah.
ADVERTISEMENT
Kwee Sik Poo meninggal pada 1930 dan putra keduanya Kwee Khoen Ling, terus tinggal di rumah tersebut hingga ia mengalami kesulitan ekonomi akibat turunya harga komoditas gula. Akibatnya ia terpaksa menjual rumah tersebut pada 1937 kepada seorang saudagar sukses etnis Arab-Yaman asal Kalimantan yang menetap di Pasuruan bernama Muhammad bin Tholib. Sejak itu, Tholib menamai rumah tersebut menjadi Rumah Darroessalam.
Kwee Khoen Ling pindah ke sebuah rumah besar di jalan Sangar (saat ini jalan Hasanudin) yang diwarisi istrinya dari ayahnya. Rumah ini disebut Rumah Singa sebab terdapat dua patung singa berdiri mencolok di halaman depan rumah.
Rumah ini mempunyai ciri khas bergaya Kerajaan Hindia, yaitu berpintu tiga yang mirip dengan rumah-rumah tua di Pecinan. Interiornya lebih rumit dengan atap bergaya Romawi Klasik. Dekorasi interior bergaya Art Nouveau. Terdapat kaca Venesia biru yang digunakan pada pintu samping. Kemudian terdapat juga kaca bergaya Jugendstil dengan tekorasi timah. Bagian lorong dipenuhi aksesoris barang-barang antik Dinasti Ching Tiongkok dan keluarga ini memiliki satu set gamelan.
ADVERTISEMENT
Sumber
Sien H. Kwee. 2017. “The House of Kwee Sik Poo: An Indonesian-Chinese Merchant From Pasuruan”. Wacana. Volume 18, Nomor 1. Pg 237-255