Mengapa Bisnis Perlu Mengusung Konsep "Spiritual Company"?

Agil Septiyan Habib
Production Planner di Perusahaan Consumer Goods di Kab. Tangerang, Pernah Kuliah di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Konten dari Pengguna
16 Januari 2023 17:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agil Septiyan Habib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
"Spiritual company", manusia sebagai makhluk spiritual yang berperan besar menciptakan situasi internal di korporasi | Sumber gambar : pixabay.com / louisehoffmann83
zoom-in-whitePerbesar
"Spiritual company", manusia sebagai makhluk spiritual yang berperan besar menciptakan situasi internal di korporasi | Sumber gambar : pixabay.com / louisehoffmann83
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Spiritual company atau bisnis yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip spiritualitas pernah digadang-gadang menjadi tren pengelolaan bisnis di masa depan. Terutama pasca dirilisnya buku berjudul The Corporate Mystic yang ditulis oleh Gay Hendricks dan Kate Ludeman pada kurun tahun 90-an.
ADVERTISEMENT
Pada periode tahun 2000-an, Harvard Business School pernah mengadakan seminar bisnis dengan mengusung tema “Does Spirituality Drive Succes in Business?” Yang mana kala itu para praktisi bisnis ternama turut hadir untuk membahas topik tersebut.
Antara buku The Corporate Mystic dan seminar Does Spirituality Drive Succes in Business? Ini pada dasarnya memiliki kesamaan pandangan bahwa nilai-nilai spiritualitas berperan penting dalam memajukan bisnis melalui pembentukan karakter individu para pemimpin yang powerful di dalam organisasi. Dengan terbentuknya karakter para pemimpin, pekerjaan para staf dan pembagian kerjanya pun menjadi terorganisasi.
Nilai-nilai mulia yang terkandung dalam spiritualitas juga menjadi daya dukung pembentukan integritas, sumber energi, wisdom, keberanian, dan inspirasi dalam menunaikan tugas serta tanggung jawab pengelolaan korporasi.
ADVERTISEMENT
Karakter yang terbangun secara kuat oleh adanya spiritualitas ini dengan tepat menyasar pada target utama sekaligus pemegang peran kunci keberlangsungan sebuah bisnis, yaitu manusia. Manusia merupakan pilar kunci dari berhasil tidaknya bisnis dijalankan. Ia merupakan aset utama sekaligus terpenting yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik mungkin agar suatu bisnis dapat berlangsung dalam waktu lama.
Profesor Rhenald Kasali pernah mengatakan bahwa intangible asset atau aset tidak berwujud akan menjadi pembeda antara perusahaan yang satu dengan yang lain. Aset semacam ini akan sangat sulit diduplikasi atau dijiplak oleh kompetitor dan merupakan faktor penentu keunggulan bersaing.
Aset tidak terwujud ini umumnya melekat pada sesuatu yang kasat mata sebagai budaya, sebagai kebiasaan, karakter, dan hal-hal lain yang bersifat soft dan inner. Sedangkan manusia merupakan “wadah” utama untuk menampung dan menyimpan aset berharga tersebut sehingga mampu bertahan dalam jangka panjang. Diwariskan dari satu orang ke orang yang lain. Dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Dan kalau mau jujur hampir semua aset tak berwujud dalam kaitannya dengan karakter seorang pemimpin bersumber dari spiritualitas. Kejujuran, keberanian, keadilan, dan seterusnya merupakan nilai mulia yang diakui secara universal hampir di semua agama.
Hanya saja nilai-nilai tersebut sering disalahpahami sebagai sesuatu yang terpisah. Bahwa bisnis harus diceraikan dengan agama. Padahal semestinya tidak demikian. Spiritualitas adalah ruh dari semua tindakan, aktivitas, dan juga kegiatan yang mesti terkoneksi dengan itu semua.
Semakin kesini zaman semakin dipenuhi dengan kompleksitas dan hal-hal yang rumit. Penuh intrik bahkan tindakan culas menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Anggapan bahwa orang baik akan menjadi korban dari para bengis yang cerdik menjadi pemahaman yang dimaklumi oleh sebagian orang. Meskipun dalam hati mereka tahu bahwa itu sebenarnya salah.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, prinsip-prinsip spiritualitas semakin diabaikan dan dikaburkan oleh anggapan yang menilai bahwa konsep semacam itu tidak relevan dengan tuntutan zaman. Sementara kita tahu bahwasanya situasi zaman merupakan akibat dari ulah kita sendiri.
Kita sering menuding bahwa situasi global belakangan semakin tidak menentu yang berimbas pada semakin banyaknya lini usaha yang kolaps. Meskipun ada banyak faktor eksternal yang berperan di sana, tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat andil faktor internal juga.
Kurangnya inovasi, perilaku korup, hilangnya kreativitas, serta redupnya kondusivitas kerja berperan besar menciptakan situasi organisasi yang semakin memburuk dari waktu ke waktu. Sayangnya, hal ini biasanya luput dari pengamatan dan pemberitaan karena memang sifatnya yang privat.
Prinsip-prinsip spiritualitas akan menjadi jawaban atas persoalan yang tersembunyi dibalik ketiak organisasi dan sekaligus memberikan solusi terhadapnya. Ini sekaligus menjadi alasan mengapa bisnis perlu mengusung konsep spiritual company agar mampu bertahan di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Salam hangat.
Agil S Habib, Penulis Tinggal di Tangerang