Atlet Asian Games 2018: Pahlawan Harga Diri Bangsa

Konten dari Pengguna
1 September 2018 9:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi atlet barangkali bukan favorit anak-anak waktu ditanya, "Mau jadi apa?" Memang tidak sepopuler dokter, polisi, atau guru. Tapi kalau ditanya, "Apa cita-cita pertama saya? Atlet."
Suasana penonton saat menyanyikan lagu Indonesia Raya pada saat laga pencak silat di Jakarta, Senin (27/8/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Kisahnya berawal dari Taufik Hidayat. Yaks, kalian masih ingat siapa dia, kan? Salah satu mantan atlet paling gemilang dan 'tampan' dari Indonesia. Ada getar di hati saya setiap kali Taufik menang. Stadion akan hikmat dengan lagu 'Indonesia Raya' dan bendera Merah Putih yang dikibarkan paling atas.
ADVERTISEMENT
Meski melawan negara yang katanya lebih kuasa dari Indonesia, kali ini ditundukan lewat olahraga. Sesederhana ingin mengharumkan nama bangsa. Tapi kisah saya sudah berakhir. Kurangnya dukungan orang tua dan lingkungan sekitar membuat saya harus coba tidur lalu bangun dengan mimpi yang baru.
Meski demikian, hati saya masih bergetar hebat saat 'Indonesia Raya' dikumandangkan di arena pertandingan Asian Games XVIII Jakarta-Palembang. Ikut haru meski bukan saya yang berdiri dan hormat di mimbarnya.
Bangga bukan main sebagai masyarakat Indonesia atas prestasi bangsa. Esoknya, saya bisa banggakan negara saya di depan teman dari negara asing yang biasanya selalu menggadang-gadangkan kemajuan ekonomi atau fasilitas di negaranya. Saya juga bisa bangga kali ini, di bidang olahraga negara saya menang.
Penyerahan Medali Emas kepada Lindswell Kwok, Senin (20/8/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Defia Rosmaniar, Lindswell Kwok, Puspa Arum Sari, dan kawan-kawan berhasil mengubah sudut pandang masyarakat Indonesia dalam setidaknya sebulan selama penyelenggaraan Asian Games XVIII. Kali ini masyarakat Indonesia akhirnya berhenti mengeluhkan negaranya.
ADVERTISEMENT
Kali ini akhirnya semua masyarakat merasa bangga lahir di Indonesia. Merasa memiliki dan melupakan perbedaan yang sering kali jadi konflik di antara kita.
Mereka juga mengubah sudut pandang banyak orang tua tentang profesi atlet dan membuka mimpi baru untuk anak-anak Indonesia. Atlet juga bisa jadi cita-cita. Bukan sesederhana mngharumkan nama bangsa, namun uang dan bonus yang didapat juga bisa menyambung hidup dengan baik. Sebut saja Muhammad Zohri yang kini rumahnya sudah direnovasi.
Lalu Muhammad Zohri di Asian Games 2018. (Foto: Antara/Andika Wahyu)
Tidak kalah juga dengan selebriti, atlet bisa memberikan mereka kepopuleran yang sering kali jadi idaman. Siapa yang media sosialnya tidak dipenuhi dengan hashtag 'JonathanChristie' setelah aksinya buka baju dan menunjukan badannya yang sixpack. Sekarang dia jadi idola para wanita, yakin kamu tidak mau jadi pacarnya?
Atlet bulu tangkis Indonesia, Jonatan Christie setelah usai melawan Chou Tienchen pada laga final tunggal putra di Asian games 2018 di Jakarta. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Tapi tentu saya jadi atlet tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mereka mesti bersungguh-sungguh mendedikasikan hidupnya pada satu tujuan, satu tempat. Tidak bisa merasa bosan dan jadi kutu lompat seperti pekerja lainnya. Setiap hari harus berpeluh demi menjadi lebih baik di cabangnya.
ADVERTISEMENT
Tapi, bukankah tidak ada usaha yang mengkhianati hasil? Dan hasilnya bukan untuk diri sendiri, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Tidak berlebihan rasanya kalau atlet dapat sebutan 'pahlawan harga diri bangsa'.
Untuk seluruh atlet, pelatih, dan kru yang bertanding di Asian Games XVIII, saya dan seluruh masyarakat Indonesia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perjuangan kalian. Kami bangga pada kalian, karena kalian kami bangga jadi Indonesia.