Kenapa Pemilu 2019 banyak merenggut banyak korban?

Agun Wiriadisasra
don't you love the 80s & 90s?
Konten dari Pengguna
22 April 2019 11:31 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agun Wiriadisasra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika kamu ketik anggota KPPS meninggal dunia di mesin pencari google, maka kamu akan melihat begitu banyaknya anggota KPPS yang meninggal dunia. Penyebab kematian saya amati sekilas adalah karena kelelahan sudah melihat setidaknya ada 54 orang yang meninggal dunia. Dua belas orang di Jawa Barat. Saya pun sudah melihat ada korban tambahan dari anggota Panwaslu 33 orang, TNI, dan Kepolisian 15 orang yang meninggal dalam rangka mengawal kotak suara. Saya belum tahu angka pastinya karena setiap hari selalu ada korban baru. Sampai tulisan ini dimuat saya hitung total sudah 102 orang yang meninggal. Ini jumlah yang terlalu banyak.
Photo by Daeng Mansur/AFP/Getty Images
Saya juga adalah anggota KPPS. TPS saya di kota Bandung. Ketika pertama kali saya melihat berita ini saya sedih, karena sebetulnya ini bisa diantisipasi, tapi saya tidak begitu terkejut dengan banyaknya korban yang meninggal. Tekanan untuk menjadi anggota KPPS ini sangat besar. Banyak yang bertanya dan skeptis kenapa koq banyak yang meninggal. Tapi jika berada di sana dan mengalami sendiri, saya yakin mereka pun akan mengerti. Saya coba mengurai kenapa ini bisa terjadi.
ADVERTISEMENT
Pemilu tahun 2019 adalah pertama kalinya pemilihan presiden, DPD, dan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten dilakukan secara serentak. Ada lima lembar surat suara yang harus diisi yang artinya ada lima kotak suara. Jika tiap TPS (Tempat Pemungutan Suara) memiliki DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang berjumlah 300 orang, maka akan ada 1500 surat suara yang harus dihitung. Ini belum termasuk dengan mereka yang memakai form A5. Jumlahnya sedikit, saya prediksi mungkin tidak akan lebih dari sepuluh orang dari tiap TPS, tapi ini akan menjadi masalah ketika penghitungan dimulai. Jika pemilih A5 berasal dari provinsi lain maka mereka hanya bisa memilih calon presiden dan wakil presiden. Tidak di DPR, DPD, DPR Kota, atau Provinsi. Surat suara untuk capres akan lebih banyak dari surat suara lainnya. Kelihatannya ini sepele, tapi ketika kita dalam kondisi lelah yang luar biasa ini akan menjadi masalah besar. Kenapa surat suara capres lebih banyak dari yang lain?
ADVERTISEMENT
Begitu banyaknya dokumen yang harus diisi dan ditandatangani. Saksi dari masing-masing capres dan partai pun membutuhkan kita. Begitu juga sebaliknya. Syarat ini harus terpenuhi. Saya hitung mungkin saya membubuhkan ratusan tanda tangan malam itu. Ditambah tujuh anggota KPPS dan saksi-saksi, ada ribuan tanda tangan di dokumen di tiap TPS.
diambil dari akun twitter @ridwankamil
Metode penghitungan suara. Ketika setiap surat suara mempunyai dua puluh partai dengan ratusan caleg maka metode penghitungan suara adalah hal yang sangat krusial. Dua puluh lembar formulir C1 plano untuk tiap kotak suara di DPR, dua puluh lembar DPRD Provinsi, belasan lembar untuk DPRD Kota. Semua harus terisi sesuai dengan surat suara yang sudah tercoblos. Membuka kertas suara pun mempunyai cara sendiri dan lumayan memakan waktu karena banyaknya lipatan di satu surat suara.
ADVERTISEMENT
Begitu kecilnya paku yang digunakan untuk mencoblos. Kami banyak yang kesulitan untuk melihat surat suara yang sudah tercoblos. Terkadang kami harus meraba, menerawang, karena kondisi sudah larut, surat suara harus kami didekatkan dengan lampu, partai atau caleg manakah yang dicoblos. Atau mungkin golput. Atau mungkin ada banyak coblosan sehingga surat suara tidak sah. Tidak ada ruang buat kesalahan. Semua saling mengawasi.
Beban psikologis. Saya duga ini memegang peran yang penting kenapa begitu banyaknya korban yang meninggal. Pemilu tahun ini adalah pemilu yang paling ditunggu. Dua kubu sama-sama militan. Kami tidak mau melakukan kesalahan. Kami tidak mau dituduh curang. Kami semua ingin bekerja sebaik mungkin. Kami tidak ada yang peduli siapa yang menang. Tangan saya bergemetar ketika mulai menghitung surat suara capres. Sebegitu hebatnya tekanan yang ada. Setidaknya itu yang terjadi di TPS kami di kota Bandung. Kami tidak membahas hal itu. Karena kami tidak ingin ada tuduhan bias. Ini sudah dibahas di rapat sebelumnya. Kami netral. Sejujurnya kami tidak punya waktu untuk membahas itu. Kami hanya ingin segera menyelesaikan tugas sebaik mungkin dan kembali ke rumah masing-masing dan istirahat.
Photo by TIMUR MATAHARI/AFP/Getty Images
Pengiriman logistik. Kotak suara terbuat dari kardus. Saya belum memahami kenapa tidak memakai bahan logam seperti sebelumnya. Mungkin lebih murah. Kotak suara berbahan kardus memang ringan tapi tidak kuat menahan beban berat dan juga tidak tahan air. Jika ditumpuk itu akan rentan penyok. Pengiriman kotak suara ke masing-masing kelurahan juga merupakan hambatan yang dihadapi. Ada lima kotak suara. Bagaimana cara mengirimnya? Ketika semua surat suara sudah dihitung dan tidak ada selisih suara yang akan menjadi masalah karena itu akan kembali lagi ke KPPS jika terjadi. Di TPS kami banyak yang memakai motor yang artinya lima motor. Satu kotak suara satu motor. Dilakukan di waktu yang tidak lazim. Rata-rata di atas jam tiga pagi. Ada dokumen tertinggal kami harus segera kembali lagi untuk mencari dan kembali ke kelurahan yang dituju. Ada beberapa TPS yang memakai mobil atau memakai teknologi Gojek, Go-Box. Dengan biaya 150–200 ribu sekali berangkat, terasa murah dalam kondisi kelelahan yang luar biasa, dan kami menyusulnya memakai motor. Banyak yang ingin memakai mobil pribadi. Tapi ternyata banyak TPS yang belum selesai penghitungan suara. Hampir semua jalan utama di pakai untuk menjadi TPS. Tidak ada akses menuju jalan utama. Angin malam yang menusuk sehabis hujan, kopi, rokok, dan telepon genggam adalah sahabat kami malam itu.
ADVERTISEMENT
Photo by CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP/Getty Images
Cuaca. Ini pasti banyak yang mengalami. Ketika kami melakukan penghitungan suara tiba-tiba hujan turun deras dari langit. Ditambah angin kencang. Kami semua panik. Berusaha menyelamatkan semua dokumen yang ada. Semua dokumen berbahan kertas dan tinta. Hujan adalah hal yang sangat kami hindari. Surat suara basah atau rusak maka kami lalai menjalankan tugas. Beruntungnya banyak warga yang membantu kami. Ada yang menawarkan garasinya. Ada yang menawarkan rumahnya dipakai untuk melanjutkan penghitungan suara. Semua berpartisipasi ingin menyukseskan Pemilu. Gotong royong menemukan makna sesungguhnya hari itu. Pesta demokrasi.
Kondisi fisik & mental anggota KPPS. Ini juga mungkin yang menjadi masalah. Hujan masih terus mengguyur banyak kota di Indonesia. Tanpa Pemilu pun banyak orang yang jatuh sakit. Ditambah dengan menjadi anggota KPPS yang bekerja tanpa henti di bawah tekanan tinggi bisa memicu penyakit datang jika kondisi kita tidak fit. Mungkin banyak yang tidak siap secara fisik. Banyak yang bertanya ataupun skeptis koq bisa sih ada yang meninggal sampai puluhan orang. Fisik yang tidak siap dan mental yang terkuras. Saya berbicara kota Bandung. Belum berbicara daerah lain yang dari segi infrastruktur lebih rumit.
ADVERTISEMENT
Beragam latar belakang pendidikan. Bukannya mengecilkan, tetapi untuk membentuk satu tim berisi tujuh anggota yang berisi tetangga itu membutuhkan ekstra tenaga dan pikiran. Apalagi dibuat secara dadakan. Proses rekrutmen dilakukan sekadarnya. Saya yakin mereka lulusan statistik universitas terkemuka pun akan kesulitan menjadi anggota KPPS. Bekerja efektif adalah kunci di sini. Saya beri contoh, penyebutan nama partai dan nama caleg ketika penghitungan suara adalah hal yang buang-buang waktu. Metode yang cepat adalah sebut nomer partai dan nomer calegnya. Sebut saja “tiga! dua!” maka sang penghitung suara buka lembaran halaman tiga; Partai PDIP, caleg nomer dua; Junico Siahaan. Masing-masing sepuluh lembar. Bagian pertama partai nomor satu sampai dengan sepuluh. Bagian kedua partai nomor sebelas sampai dua puluh. Bayangkan jika yang disebut “Nasdem! Caleg Farhan!” Nasdem partai nomor berapa? Farhan caleg nomer berapa? Ini saya lihat masih terjadi di beberapa TPS.
ADVERTISEMENT
Delegas & Pengarsipan. Ketua KPPS memegang peranan penting di sini dari segi kepemimpinan. Siapa yang menghitung, siapa yang membuka lipatan kertas, siapa yang melipat kembali kertas suara. Pengarsipan. Ini yang paling terakhir tapi paling penting. Selama kita dari awal bisa mengarahkan para pemilih untuk memasukan surat suara ke kotak suara yang sesuai, permasalahan ke depan akan teratasi sedikit. Surat suara DPD yang berwarna merah itu mirip dengan surat suara lainnya dan berpotensi tertukar. Jika tertukar maka masalah akan muncul ketika proses penghitungan suara dimulai. Bayangkan ketika mengerjakan soal akuntansi ketika lajur kiri dan kanan tidak sama kita akan pusing di mana kesalahannya. Ditambah dengan waktu yang semakin pendek. Lelah. Lapar. Ngantuk. Stress.
diambil dari akun twitter @bawaslu_ri
Saya menilai KPU harus bertanggung jawab. Jika saya menjadi Ketua KPU, Arief Budiman, maka saya akan mengundurkan diri dari posisi sekarang. Memang saya pernah baca artikel kalau KPU sedang mendata korban yang meninggal dan akan memberikan santunan. Tetapi sepertinya tidak lucu jika korban meninggal karena menjadi anggota KPPS, Panwaslu, Kepolisian, dan juga TNI jumlahnya bisa menyaingi korban bencana alam. Ini adalah kegagalan dilihat dari segi apapun terlepas dari hasilnya nanti.
ADVERTISEMENT
artikel ini pertama kali terbit di blog pribadi penulis