Konten dari Pengguna

Kematian Penulis dan Era Baru Pembaca

Agus Salim Irsyadullah
Mahasiswa UIN Walisongo Semarang kelahiran Batang
21 Februari 2020 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Salim Irsyadullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika teks terlahir, maka pengarang itu telah mati. Dia lantas digantikan oleh pembaca yang bebas menafsirkan teksnya (Roland Barthes).
ADVERTISEMENT
Sumber foto: voxntt.com
Siapa penulis? Apakah mereka yang berhasil menciptakan karya terkenal kemudian bisa disebut sebagai penulis? Atau, cukup membuat beberapa karya saja?
Barangkali, Kyril Bonfiglioli, Patrick Dennis, JG Farrell, Charles Hamilton dan beberapa penulis (yang sempat) terkenal lain, harus mengubur dalam-dalam impiannya menjadi penulis ternama.
Kyril Bonfiglioli adalah penulis yang nyaris tidak pernah mengendus sedikitpun kesuksesan. Ia bahkan tidak pernah menemukan penggemar yang tepat selama hidupnya. Lain lagi dengan Charles Hamilton, penulis kelahiran 1876, yang dikenal dengan sebutan manusia dengan 100 juta kata. Salah satu penulis yang paling produktif dalam sejarah, dan hampir tidak ada bukunya yang dapat ditemukan sampai sekarang.
Keadaan ini telah diramalkan oleh Roland Barthes sebagai bagian dari Matinya Sang Pengarang. Dalam sebuah buku berjudul The Death of the Author (1968), Roland Barthes pernah menulis sebuah kalimat singkat yang terkenal “Pengarang Telah Mati”.
ADVERTISEMENT
Barthes yang dikenal sebagai pelopor ilmu Semiotika menyatakan bahwa ketika penulis menuliskan sebuah teks maka, dengan sendirinya penulis itu sudah terputus atau tidak terkait dengan teks yang dibuatnya. Selebihnya, posisi penulis tidak lebih penting dari teks yang dihasilkanya.
Gagasan yang pertama kali dilontarkan oleh Roland Barthes pada 1968 ini, seolah ingin mengatakan bahwa ketika penulis menuliskan karyanya, sebenarnya ia sendiri telah mati dan terpisah dari teksnya. Sementara, teks tersebut sudah bukan miliknya lagi. Sekarang, yang berkuasa adalah pembaca.
Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna menyebut jika, matinya sang pengarang turut diikuti pula oleh lahirnya pembaca. Selain itu, kelahiran pembaca berkembangnya menjadi model writerly text yaitu, teks yang menjadikan pembaca/teks-teks sebagai pusat penciptaan ketimbang pengarangnya sendiri. Matinya sang pengarang juga ditandai dengan munculnya apa yang disebut oleh Catherine Belsey sebagai kekuatan pembaca (reader’s power).
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kematian sang pengarang yang diakui oleh Roland Barthes tersebut mendapatkan penolakan dalam diri Maman S Mahayana, seorang sastrawan kebangsaan Indonesia yang terkenal dengan berbagai karya sastranya. Baginya, teks yang lahir dari rahim penulis tidak akan setega itu berpaling dari penciptanya.
Sebuah teks adalah medan pertempuran yang melibatkan antara penulis dan pembaca. Lalu, memanfaatkan makna untuk menyerang satu sama lain. Bahkan, tidak jarang penulis mati secara tiba-tiba, dan pembaca dengan bangga mendeklarasikan dirinya sebagai sang pembunuh.
Maman, dalam bukunya yang berjudul Pengarang Tidak Mati menganggap, pengarang tidak bisa begitu saja disingkirkan. Jika hal itu terjadi, sama halnya dengan menganggap teks yang dibuat bisa lepas dari konteks ketika teks itu dibuat.
ADVERTISEMENT
Era baru pembaca
Terlepas dari adanya perdebatan kematian pengarang dan hidupnya sang pembaca, ingin saya katakan bahwa saat ini, pembaca punya era baru dibalik kematian pengarang.
Konsep kematian sang pengarang yang dicetuskan oleh Roland Barthes, ternyata memberikan penafsiran yang berbeda di kalangan pembaca. Ada yang tetap memegang pendirian dengan asumsi bahwa, setelah penulis menuliskan karyanya, sebenarnya ia sendiri telah mati dan terpisah dari teksnya.
Di sisi lain, pembaca mempunyai pemahaman lain dengan lahirnya teknologi internet. Internet, bagi pembaca dianggap telah menjadikan mereka mempunyai akses langsung kepada penulis yang sebelumnya terputus oleh hubungan jarak dan ruang.
Berkat adanya internet, dunia kini telah menjadi ruangan baru yang berperan dalam reinkarnasi Sang Pengarang. Seperti Askleosis, putra Apollo dalam mitologi Yunani yang mampu menghidupkan orang mati, internet juga dianggap telah menghidupkan lagi pengarang yang telah mati.
ADVERTISEMENT
Selamat atas kebangkitanmu, penulis !!!