news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Masa Jabat Kepala Desa 10 Tahun Tanpa Batasan Periodisasi, Usulan Anti Demokrasi

Agus Sarkoro
Auditor KAP, Ketua DeWas Yayasan Al-Ikhlas Tarakan
Konten dari Pengguna
26 Juli 2021 17:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Sarkoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 24 Mei 2021, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP Papdesi), Hj. Wargiyati memberikan sejumlah masukan kepada Komite I DPD RI yang dalam masa sidang ini sedang melakukan revisi UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
ADVERTISEMENT
Di antara masukan tersebut adalah usulan agar masa jabatan Kepala Desa menjadi 8-10 tahun dan tidak berlaku batasan periodisasi jabatan.
Aturan masa jabatan Kepala Desa yang sekarang berlaku adalah 6 tahun dengan batasan maksimal jabatan selama 3 periode. Usulan yang diajukan oleh DPP Papdesi ini jauh lebih lama dari jabatan presiden.
Saya bertanya apa yang menjadi alasan usulan tersebut kepada beberapa orang Kepala Desa yang saya kenal. Semua menjawab sama. Salah satu alasan yang mendasari usulan masa jabatan 10 tahun adalah karena masa jabatan yang sekarang, selama 6 tahun, dirasa belum cukup untuk mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan ketika pencalonan sampai dengan pelantikan.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk menjadi seorang Kepala Desa, harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit baik untuk proses pencalonan, dan biaya kampanye, sosialisasi hingga pelantikan yang bisa mencapai 250juta hingga 1 miliar.
ADVERTISEMENT
Sementara, besaran penghasilan tetap Kepala Desa menurut Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 11 tahun 2019 paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a.
Selain gaji, penghasilan Kepada Desa juga masih di tambah tanah bengkok (tanah/sawah garapan) yang luasnya bervariasi antara 2 hingga 8 hektar.
Alasan ini sungguh sangat memprihatinkan, karena pertimbangan untung rugi menjadi pertimbangan utama menjadi pejabat Kepala Desa.
Menurut saya, usulan tersebut adalah usulan yang gila dan tidak masuk akal di era demokrasi seperti sekarang ini. Usulan tersebut hanya mempertimbangkan sudut pandang para Kepala Desa yang ingin terus mempertahankan kekuasaannya, tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat.
Lantas, kemungkinan buruk apa yang akan terjadi jika masa jabatan Kepala Desa 10 tahun tanpa batasan periode jabatan?
ADVERTISEMENT
Pertama, apabila kinerja kepala desa buruk, akan berdampak buruk bagi perkembangan dan pembangunan desa. Tetapi rakyat dipaksa untuk menunggu selama 10 tahun untuk melakukan pergantian kepemimpinan di desanya.
Kedua, para calon kepada desa akan lebih berani bermain politik uang karena beranggapan bahwa 10 tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk mengembalikan dana yang akan dikeluarkan dalam proses pencalonannya. Hampir dapat dipastikan, praktik politik uang justru akan semakin kuat, dan semakin besar nilai uangnya. Para calon kepada desa akan lebih berani mengeluarkan modal lebih banyak.
Jika alasan ini diterima dan disahkan menjadi Undang undang, maka, seolah pemerintah melegalkan praktik money politik. Dan praktik itu dilakukan pada level pemerintahan terbawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Ini akan menjadi hal yang sangat buruk bagi pendidikan moral masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, usulan tersebut sudah pasti mencederai proses demokrasi. karena akan menutup kesempatan rakyat yang mempunyai potensi bagus untuk memimpin desanya. Mereka harus menunggu selama 10 tahun sampai masa jabatan petahana berakhir. Itu waktu yang sangat lama. Terlalu lamanya seseorang menjabat kepala desa, menyebabkan tertutupnya kemungkinan orang lain mengambil peluang yang sama.
Keempat, jika kekuasaan yang tidak dibatasi, jika tidak ada pembatasan periode masa jabatan, akan membawa kita kepada kembali kepada feodalisme. Kepala Desa akan menjadi raja kecil yang bisa berkuasa seumur hidup.
Dominasi kepada desa di hadapan warganya semakin kuat. Berjalannya pemerintahan bergantung pada preferensi, kehendak serta kemauan Kepala Desa. Perasaan superior Kepala Desa menihilkan kemampuan orang lain sekaligus meletakkan dirinya selaku aktor lokal paling utama.
ADVERTISEMENT
Selain tidak sehat bagi demokrasi, kepemimpinan yang terlalu lama akan memunculkan peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan. Potensi tumbuh suburnya kembali Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sangat mungkin terjadi.
Kelima, seleksi dan persyaratan menjadi Kepala Desa yang sangat ringan menjadi salah satu sebab Pemilihan Kepala Desa yang diselenggarakan belum bisa menghasilkan calon calon yang layak menjadi pemimpin. Syarat minimum pendidikan hanya lulusan SMP/Sederajat. Hal ini menyebabkan kualitas SDM Kepala Desa masih jauh dari harapan.
Seorang ibu rumah tangga tanpa pengalaman bisa tiba-tiba menjadi Kepala Desa karena suaminya orang kaya adesanya. Ada juga pedagang sayur disasar yang lulusan SMP Paket B, anak masih usia 19 tahun, hanya karena keluarganya punya cukup modal uang, bisa terpilih menjadi Kepala Desa. Maka bisa dibayangkan bagaimana kualitasnya. Dan bisa dibayangkan juga, betapa tersiksanya masyarakat yang harus menikmati 10 tahun pemimpin dengan kualitas rendah.
ADVERTISEMENT
Selain modal uang yang besar, faktor keluarga juga sangat mempengaruhi keterpilihan seseorang menjadi Kepala Desa. Sebagian besar kepada desa terpilih adalah seorang yang memiliki keluarga besar di desanya.
***
Sebenarnya, jika kinerja Kepada Desa bagus, meskipun periode hanya 6 tahun, kemungkinan terpilih kembali akan sangat besar. Masyarakat sekarang sudah semakin cerdas untuk bisa menilai kinerja pemimpinnya.
Tanpa mengubah masa jabatan pun, dengan kinerja yang baik dan dukungan keluarga besarnya, seorang kepada desa yang bekerja bagus, pasti bisa terpilih kembali, bahkan sampai 3 periode, atau 18 tahun. Itu adalah masa yang sangat lama bagi sebuah kekuasaan.
Masa jabatan kepada desa selama 6 tahun dan maksimal 3 periode sebenarnya sudah tidak sesuai dengan aturan masa jabatan pejabat yang lebih tinggi, yaitu bupati, gubernur, presiden dan anggota legislatif.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, jabatan Kepala Desa sebaiknya merujuk pada periodisasi jabatan politik yang telah ditetapkan dalam UUD 1945, yakni 5 tahun maksimal 2 periode, sehingga muncul kesepahaman arah politik hukum berbagai jenjang atau tingkatan dalam hierarki perundang-undangan.
Selain terjadi persamaan periode dan masa jabatan dengan tingkatan kepemimpinan ditanya, jika periode disamakan, maka akan mempermudah dalam pelaksanaan program-program yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan masa jabatan 5 tahun dan maksimal 2 periode, juga akan mengurangi politik uang, karena masyarakat yang ingin mencalonkan diri menjadi Kepala Desa pasti akan berpikir panjang untuk mengeluarkan dana yang besar, jika masa jabatan hanya 5 tahun.

Oleh karena itu, usulan masa jabatan 10 tahun tanpa pembatasan periodisasi adalah usulan yang anti demokrasi, melukai hati rakyat, dan tidak layak untuk dimasukkan dalam revisi Undang Undang Desa. DPD harus mengabaikan usulan ini.

***
ADVERTISEMENT