Jepang Terlalu Meremehkan Indonesia dalam Piala Thomas 2022

Agus Siswanto
Guru Sejarah SMAN 5 Magelang.
Konten dari Pengguna
14 Mei 2022 12:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Siswanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ginting pembukan kemenangan Indonesia dalam laga semi final menghadapi Jepang semalam. (sumber gambar: M. Risyal Hidayat/ ANTARA FOTO vis kumparan.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ginting pembukan kemenangan Indonesia dalam laga semi final menghadapi Jepang semalam. (sumber gambar: M. Risyal Hidayat/ ANTARA FOTO vis kumparan.com)
ADVERTISEMENT
Saat membaca line up pemain Jepang dalam laga semi final Piala Thomas 2022 melawan Indonesia, saya tertegun. Saya hanya penikmat bulu tangkis, bukan ahli. Apa yang membuat saya tertegun adalah susunan tunggal putra yang diturunkan Jepang untuk menghadapi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam susunan tersebut, tertulis nama Kodai Naraoka. Seorang pebulu tangkis yang belum akrab di telinga kita. Kodai menempati posisi sebagai tunggal ketiga, atau penutup laga. Dan menariknya susunan ini sangat jauh berbeda saat Jepang meladeni Cina Taipei pada babak perempat final.
Pada laga perempat final, susunan tunggal putra Jepang terdiri dari Kento Momota, Kenta Tsuneyama, dan Kenta Nashimoto. Nama Kodai tidak ada sama sekali. Dalam laga seru ini, Jepang mampu menutup laga dengan kemenangan tipis 3 – 2. Kenta Nashimoto yang menduduki posisi tunggal ketiga mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Dalam laga semalam, formasi berbeda. Kenta Nashimoto justru didorong sebagai tunggal kedua. Artinya Kenta Tsuneyama yang diparkir, tunggal ketiga otomatis Kodai yang tampil. Formasi inilah yang saya anggap aneh. Dalam artian, kok berani-beraninya Jepang berspekulasi di laga yang begitu krusial.
ADVERTISEMENT
Dari keanehan tersebut, saya pun mencoba mengotak-atik. Dalam benak saya, pasti Jepang yakin mampu mengatasi Indonesia tidak sampai dengan pertandingan kelima. Skor yang didapatkan kalau tidak 3 – 0, ya 3 – 1. Ini mungkin yang jadi hitung-hitungan Jepang.
Dasar hitungan itu jelas logis dan tidak ngawur. Pada tunggal pertama, Jepang yakin mampu merebut nomor ini. Performa Ginting yang belum membaik, ditambah dengan rekor pertemuan dengan Kento Momota 4 – 11, menjadi catatan tersendiri. Dus, berarti 1 angka mampu diamankan.
Hitungan kedua adalah kokohnya ganda pertama Jepang Hoki/ Kobayashi, penghuni peringkat ke-4 BWF. Secara hitung-hitungan, pasangan ini lebih solid dibandingkan pasangan dadakan Achsan/ Kevin. Meski Achsan/ Kevin sama-sama dari pasangan hebat, tapi masalah chemistry dalam pertandingan belum semantap Hoki/ Kobayashi.
ADVERTISEMENT
Demikian pula dengan Kenta Nashimoto. Skor 2 – 2 antara Kenta Nashimoto – Jonatan Christie dianggap sebagai modal cukup. Kenta masih punya peluang untuk menang dari Jonatan Christie. Namun jika nomor ini harus lepas, Jepang masih punya cadangan, yaitu pasangan dadakan Yuta/ Kagoi. Meskipun pasangan baru, tapi Yuta Watanabe dianggap mampu untuk meladeni aksi Fajar/ Rian. Dus, jika Yuta/ Kagoi menang, berarti game over. Jepang melaju ke babak final Piala Thomas 2022 ini.
Namun rencana tinggal rencana. Ginting justru ngamuk sejadi-jadinya. Performa Ginting yang pada babak grup tidak muncul, kali ini muncul kembali. Meskipun harus melalui rubber game, Ginting mampu mengkandaskan perlawanan Kento Momota. Luar biasa!
Laga kedua berupa ganda pertama, ternyata juga meleset dari dugaan Jepang. Keberhasilan Achsan/ Kevin mengejar ketinggalan dari 12 – 17, hingga mampu memenangkan game pertama, membuat Hoki/ Kobayashi seperti tidak percaya. Maka mau tidak mau saling menyerang pun terjadi. Dan melalui rubber game, dan setting pada game ketiga, Achsan/ Kevin mampu membungkam Hoki/ Kobayashi.
ADVERTISEMENT
Situasi angka 2 – 0 ini membuat Jepang pusing tujuh keliling. Namun untunglah Kenta Nashimoto dan Yuta/ Kagoi mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sehingga skor pun berubah menjadi 2 – 2. Dan laga harus sampai pada partai kelima.
Situasi inilah yang luput dari prediksi Jepang. Penempatan Kodai pada tunggal ketiga menjadi titik lemah bagi Jepang sendiri. Secara apa pun, Kodai jauh jika dibandingkan dengan Vito yang sudah kenyang pengalaman bertanding. Meski Kodai telah memenangi berbagai gelar, tapi levelnya masih level yunior. Sehingga tidak heran jika hanya dalam 2 game, Vito mampu mengalahkan Kodai. Walhasil Jepang pun harus mengikuti jejak tim Ubernya yang dipaksa berhenti oleh Korea Selatan.
Lembah Tidar, 14 Mei 2022
ADVERTISEMENT