Menerobos Waktu Menuju PLTS Atap 4.0

Ahmad Basil Fajari Waliyuddin
Saya merupakan seorang electrical engineer dan renewable energy enthusiast
Konten dari Pengguna
22 September 2021 21:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Basil Fajari Waliyuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Josh Sorenson dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Josh Sorenson dari Pexels
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun belakangan ini kita telah banyak mendengar tentang Industri 4.0 atau industri yang berbasis Internet of Things (IoT), pada dasarnya PLTS Atap 4.0 memiliki konsep serupa yang berbasis IoT atau dalam hal ini sentral data kelistrikan baik energi listrik yang kita hasilkan ataupun yang kita terima dalam bentuk kWh atau rupiah dapat diakses dengan mudah menggunakan gawai pintar milik kita.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana PLTS Atap 4.0 bisa terwujud?
Pada dasarnya ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi untuk dapat mewujudkan PLTS Atap 4.0, seperti kita sebut saja 3A (Available, Accessible, dan Affordable) yang mana dari ketiga aspek ini akan menjadi acuan apakah PLTS Atap 4.0 dapat diwujudkan atau hanya menjadi angan-angan.
Available atau tersedia dimaksudkan dengan bagaimana kondisi ketersediaan energi primer sumber energi PLTS Atap yang akan dikonversi menjadi listrik dan teknologi pengembangannya. Untuk saat ini potensi energi surya di Indonesia sendiri merupakan setengah dari total potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia atau setara dengan 207.898 MW, sehingga ditinjau dari sisi ketersediaan energi hal ini sangat memungkinkan untuk mengembangkan PLTS Atap secara massal. Berikutnya dari sisi ketersediaan teknologi pengembangannya seperti menjadi bentuk e-commerce berbasis transaksi e-money telah marak di Indonesia seperti sehingga sangat memungkinkan jika ke depannya jual-beli energi listrik hasil output PLTS Atap dapat dilakukan dengan mudah melalui gawai pintar.
ADVERTISEMENT
Accessible atau dapat diakses artinya energi primer dan ketersediaan komponen di pasar dapat dengan mudah diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini untuk penggunaan energi surya pada PLTS Atap di Indonesia telah memiliki pengaturan tersendiri melalui berbagai peraturan bentukan pemerintah salah satunya yang paling baru yakni Permen ESDM yang akan mengatur mengenai nominal ekspor-impor dari 60% menjadi 100% hingga ketentuan pemasangan PLTS Atap yang tinggal menunggu kabar baiknya.
Sehingga dari hal tersebut tentu saja akan mempermudah masyarakat dalam memasang PLTS Atap pada rumah tinggalnya. Komponen dasar dari modul surya sendiri untuk saat ini di Indonesia masih bergantung pada impor dari luar Indonesia namun telah terdapat beberapa Industri komponen PLTS Atap yang tergabung dalam Asosisasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI) dan dengan sedikit dorongan dapat berkembang seiring berjalannya waktu, namun tentu saja beberapa komponen masih dapat kita beli melalui e-commerce dengan beragam merek untuk kita pasang di rumah.
ADVERTISEMENT
Affordable atau terjangkau maksudnya baik dari sisi komponen maupun biaya pemasangan masih dapat dijangkau masyarakat. Adapun untuk pemasangan PLTS Atap sendiri memang masih terbilang cukup mahal untuk saat ini bagi masyarakat Indonesia, namun merujuk pada Future Solar Panel Photovoltaic yang dikeluarkan oleh International Renewable Energy Agency (IRENA) telah terjadi penurunan harga PLTS yang mencapai 74% pada rentang tahun 2010 sampai dengan 2018 dan juga secara matematis kurun waktu balik modal dari PLTS sendiri jika nominal ekspor-impor untuk daya terpasang 1300 VA berkisar pada 8-10 tahun dan yang artinya kita dapat menikmati 12-15 tahun pemotongan biaya tagihan listrik secara cuma-cuma.
Dengan terpenuhinya ketiga aspek tersebut maka akan sangat memungkinkan peluang pengendalian PLTS Atap berbasis IoT, meninjau dari sumber energi yang tersebar (desentralisasi) agar mempermudah pengontrolan dan pencarian informasi terkini dari kondisi PLTS Atap setiap pengguna, serta pastinya dengan peralihan penggunaan pembangkit listrik berbasis fosil menuju EBT akan mengurangi polusi karbon hasil buangan pembangkitan (dekarbonisasi) yang menjadi bonus.
ADVERTISEMENT
Bahkan tidak hanya itu jenis bisnis dari PLTS Atap juga dapat bernilai rupiah dan tidak hanya kompensasi biaya listrik bulanan, melihat dalam pembangunan PLTS Atap sesuai dengan daya terpasang akan dijumpai nilai deposit yang tidak sedikit dalam beberapa desain, berangkat dari hal tersebut jika tren terhadap penggunaan PLTS Atap meningkat dan jumlah deposit semakin tinggi akan memunculkan pertanyaan baru seperti, apakah deposit yang semakin menumpuk tidak dapat diuangkan?
Akhirnya ketika ekspor hasil PLTS Atap dapat diuangkan tidak hanya dalam bentuk kompensasi pembayaran terhadap listrik bulanan maka akan membuka prospek bisnis baru pada pasar listrik baru dengan harga yang berfluktuasi, dari sinilah peluang bisnis start-up akan muncul untuk menjembatani jual-beli listrik dari masyarakat kepada PLN untuk mendapatkan keuntungan paling optimum.
ADVERTISEMENT
Namun tentu saja untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan jalan yang sangat panjang bahkan mungkin beberapa dekade yang akan datang tapi tidak ada yang tidak mungkin bukan. Jadi sudah siapkah kamu menerobos waktu menuju PLTS Atap 4.0 ?