Menulis dan Sikap Kreatif

Ahmad Farid
Penulis dan Pedagang
Konten dari Pengguna
6 Juni 2018 20:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Farid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menulis (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menulis (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah" -- Pramoedya Ananta Toer
ADVERTISEMENT
Jika yang kau bayangkan dari menulis adalah menyalin tulisan gurumu, atau mencatat nominal tabungan; sebaiknya kau berhenti membaca di sini, dan gunakan waktumu untuk hal lain yang lebih berguna. Misalnya, berlatih memangkas bulu ayam.
Menulis kreatif atau lebih populer dengan sebutan creative writing merupakan elemen yang paling sering membuat para penulis gelisah. Ia menyinggung dua hal penting dalam diri seorang penulis: pertama soal mengapa ia menulis dan bagaimana ia menulis.
Persoalan pertama menyinggung kesiapan batin seorang penulis (siapapun mereka, pemula maupun berpengalaman). Apakah ia telah menyiapkan dirinya dalam kerja menulis? Kerja yang terus menerus melibatkan semuanya: perasaan dan pikiran, pengetahuan dan imajinasi, kegelisahan dan harapan, maupun mimpi dan visi, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Persoalan kedua, tentang bagaimana ia sebagai penulis melahirkan karya-karyanya berdasarkan sikap yang ia bangun dari hal pertama tadi.
Sikap Kreatif dan Hal Lainnya
Mulanya, kreativitas adalah persoalan sikap. Kreativitas bermula dari keinginan untuk mempertanyakan, ‘melanggar’, menambahkan, atau singkatnya mengubah lebih baik hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Untuk mencapai ke titik itu, diperlukan keberanian, dan pikiran yang terbuka.
Keberanian akan mendorongmu untuk memandang hal-hal secara berbeda, dan membuatmu berani menyatakan ide-idemu sendiri. Sementara, pikiran terbuka akan membuatmu tidak ngotot hanya karena berbeda pendapat. Menerima pandangan berbeda untuk memperkaya wawasanmu sendiri.
Sikap kreatif jugalah yang membedakan manusia dengan seluruh lebah yang ada di muka bumi.
Lebah memang juara mengorganisir produksi madu. Namun, setelah berabad-abad lewat, malang melintang dalam urusan itu, tak pernah satu generasi lebah pun mencatat dan mewarisi cara mengolah madu sebagai senjata pemusnah massal. Berabad-abad, saudara! Mereka hanya memproduksi madu, dan nampaknya 10 abad ke depanpun lebah-lebah itu hanya akan memproduksi madu. Tidak lebih.
ADVERTISEMENT
Manusia tidak begitu. Dari generasi ke generasi, manusia mempelajari hal baru, menuliskan ide baru, kemudian generasi selanjutnya menambahkan dan mengembangkan, sampai menjadikan ide-ide awal mereka yang paling mustahil sekalipun dapat terwujud di masa selanjutnya.
Sekian abad lalu manusia menempuh perjalanan Jogja-Jakarta dalam sekian hari berkuda, kini mereka hanya perlu duduk-duduk manis di bangku pesawat, kurang dari 5 jam. Benar-benar gila, bukan? Serangkaian logam dengan berat berton-ton itu terbang membelah udara, dengan isi manusia pula!
Bayangkan, apa isi kepala orang-orang yang menertawakan ide pesawat dahulu; manusia tidak jauh beda dari lebah?
Mustahil kau menjadi kreatif jika menyatakan pikiran di depan kelas saja membuat tubuhmu gemetar; menjadi jujur dalam tulisan saja membuatmu merasa seperti menelan biji kedondong, sementara melahap ide-ide baru (membaca buku atau berdiskusi) membuatmu pening setengah hidup.
ADVERTISEMENT
Menulis Kreatif dan Tanggungjawab
Penulis kreatif adalah penulis yang secara sadar mengambil sikap kreatif (berpikiran bebas dan bersikap terbuka) sebagai sikap dasar menulisnya. Ia bebas mengutarakan pendapatnya, bebas pula bagaimana cara menyampaikannya. Juga terbuka terhadap pendapat lain yang berselisih dengannya, kritik maupun saran atasnya.
Dengan begitu, setiap penulis mesti sadar apa yang diinginkannya, dilakukannya, dan kemudian, mewujudkannya. Dan sadar apa konsekuensi berikut tanggung jawabnya. Menyadari sepenuhnya bahwa kebebasannya sebagai penulis (dalam mengutarakan pikiran) berhadapan dengan kebebasan orang lain juga.
Bagaimanapun, dalam setiap tulisan, si penulis akan berhadapan dengan banyak pembacanya, dan secara langsung (atau tidak) akan masuk ke dalam persoalan komunikasi. Ngomong-ngomong soal komunikasi, kamu pasti tahu apa yang terjadi jika kamu tidak sadar tanggungjawab.
ADVERTISEMENT
Jadi, saudara-saudari sekalian, siap menjadi penulis kreatif? Atau mau habis ditelan peradaban tanpa warisan apapun?
Murajaah Pamusuk Eneste dkk., “Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang”, (Jakarta: GPU, 1984) Arswendo Atmowiloto. “Mengarang Novel itu Gampang”, (Jakarta: GPU, 2004)