Kamu dan Malam

Ahmad Haetami
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tulisannya Rohani, Kelakuannya Rohalus
Konten dari Pengguna
6 September 2023 5:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Haetami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar; Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar; Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada sudut jalan malam itu aku menantimu, dihadapan persimpangan kau berjalan melewati arah, adakah rembulan malam ini dengan tatap yang sama?, semerona kala lalu terakhir suaramu meraba telingaku, aku ingin berputar arah, kembali mengejar linimasa kita.
ADVERTISEMENT
Sajak-sajak bermesraan di kepala bersama sejuta cinta, dirimu kembali nyata dengan penuh tanya di mata, aku masih senang menaruh lebih pada irama tawamu, kau hidup lagi di sisi hatiku.
Mungkin aku kembali salah menerjamahkan, perihal gerak rasamu, khayalku terlalu mengudara melupa luka, belum kering betul sudah mencari baru, ada saja yang mencoba tumbuh, entah buahnya seberacun apa lagi aku tak tahu.
Semetara itu, suara-suara di kepalaku masih saja berbicara rindu yang tak semestinya ku rindu, entah mungkin memang nyatanya tak ada alamat yang pernah ia tuju, arah langkahnya hanya sebatas jalan yang tak kasat mata, sedari dulu semua adalah hal yang terlihat semu.
Saat gelap telah di penghujungnya, beberapa jiwa perlahan kembali ke raganya, sedang aku masih terdiam entah memikirkan apa, sebatang rokok masih saja ku bakar berulang, yang ku ingin entah apa, irama musik yang selalu kau nyanyikan bernada keras di kepalaku, entah aku sedang apa, aku benar bingung sekarang.
ADVERTISEMENT
Ketika ingin memaknai dirimu, aku butuh lebih banyak kosakata, hingga dapat ku rangkai menjadi sebuah kalimat yang tak pernah usai. Tentang betapa indahnya senyummu. Aku menatap indahmu diatas dataran terendah, sedangkan kau membubung tinggi ke atas langit.
Seberapa kata lagi agar aku bisa memaknai dirimu, aku tahu kau tak butuh itu. Duhai Rumi. Aku coba membayangkan dirimu hadir di sebelah, ku ingin menanyakan, "sudah berapa ribu lembar untaian kata yang kau tulis untuk memaknai perempuan?"
Perias dunia itu memang rumit untuk di pahami, atau aku yang memang benar-benar bodoh. Aku coba memejamkan mata, ku tarik napas secara perlahan. Kini bayanganmu semakin menguat, ketengan menjelma bising di kepala hingga membabi buta.
ADVERTISEMENT
Andai ada berjuta tafsir buku yang membahas tentangmu, rasanya tak akan pernah sampai pada arti tafsir itu sendiri. Begitu rumitnya memahami isi kepalamu. Sampai-sampai, tidak pernah sampai.
Berulang kali aku bertanya pada malam yang indah; ke arah mana doaku melangkah seusai pertarungan yang sengit. Sajak-sajak do'a itu terbang mencari arah, kepada siapa seharusnya ia singgah.
Kini gelap sudah tiba di penghujungnya. Ku titipkan harap pada langit, semoga segala hal baik selalu menyertaimu.
Tertanda Ainun.