Diskriminasi LGBT & Penyebaran HIV

Ahmad Idham T. Lubis
A moslem, college student, PC gamer, Pro Wretling enthusiast, and casual anime/manga lover. QS 2:153
Konten dari Pengguna
3 April 2018 22:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Idham T. Lubis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini isu mengenai LGBT menjadi hangat lagi, terutama soal putusan MK mengenai perluasan definisi zina pada undang-undang. Berbagai hoax pun menyebar mulai dari tuduhan “rezim” yang akan melegalkan LGBT sampai dengan konspirasi LGBT adalah senjata komunis & zionis menghancurkan Indonesia (mungkin post-nya sudah dihapus soalnya tidak ketemu saat tulisan ini dibuat).
ADVERTISEMENT
Ada salah satu argumen utama yang banyak digunakan dalam penolakan legalisasi LGBT yaitu soal penyebaran HIV/AIDS. Singkat cerita, argumen ini menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan tindakan LGBT lebih berisiko menerima HIV dibandingkan dengan kaum heteroseksual pada umumnya. Sejujurnya saya tergelitik dengan pernyataan ini karena sedari dulu Indonesia sudah mulai mengampanyekan safe sex dan penggunaan alat pelindung saat berhubungan seksual. Apakah safe sex tidak mempan mengelola penyebaran HIV pada orang-orang homoseksual? Akhirnya saya mencoba mencari referensi keterhubungan penyebaran HIV dengan perilaku LGBT.
Saya menemukan dua tulisan yang memberikan saya kesimpulan, bahwa kaum LGBT memiliki tingkat penularan HIV yang lebih tinggi dibandingkan kaum heteroseksual. Namun itu semua bukan disebabkan karena perilaku/orientasi seksual mereka sendiri, melainkan karena stigma diskriminasi kaum LGBT yang menyebabkan mereka malu mencari pertolongan untuk menangani kasus penyakit seksual yang mereka alami. Diskriminasi ini bahkan sampai ke pelayanan kesehatan dan terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi dan sosial para korbannya (AIDS Founfation of Chicago, 2010). Orang-orang dengan infeksi HIV akan memiliki stigma negatif dari orang lain. Orang-orang dengan perilaku homoseksual akan memiliki stigma negatif dari orang lain. Orang-orang yang mengalami keduanya? Bisa ditebak mereka akan mengalami penghakiman yang lebih parah (Siegel, Lune, & Meyer, 1998). Kedua artikel ini membuka wawasan saya mengenai bagaimana perlakuan dan stigma masyarakat juga dapat menjadi alasan terisolasi dan penyebaran HIV pada kaum LGBT.
ADVERTISEMENT
Saya tidak menemukan survei ataupun penelitian lain yang menjelaskan keterhubungan antara HIV dengan LGBT, kebanyakan data hanya berusaha melihat data statistik tanpa penelitian lebih lanjut. Jika teman-teman pembaca memiliki referensi terpecaya lainnya saya minta tolong kesediaannya berbagi dan berdiskusi mengenai fenomena ini.
Kesimpulan saya, tidak benar jika kita menjadikan HIV sebagai alasan menolak LGBT. Penyebaran HIV pada kaum LGBT berhubungan dengan stigma negatif yang terbentuk pada masyarakatnya sendiri. Semua manusia yang melakukan kontak seksual memiliki risiko tertular HIV. Jika memang yang menjadi perhatian utama adalah masalah penyebaran HIV pada kalangan masyarakat, yang perlu dilakukan adalah edukasi lebih lanjut mengenai sex pada seluruh kalangan masyarakat dan memperbaiki layanan kesehatan yang netral dan berkomitmen dalam mengatasi penyebaran HIV tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk menghindari kesalahpahaman, tulisan ini tidak membahas keberpihakan manapun terhadap legalitas LGBT di Indonesia. Tulisan ini terbuka untuk diskusi yang sehat, konstruktif, dan tanpa name-calling dan saling memaki. Semoga tulisan ini dapat menjadi pencerdasan untuk kita semua.
Referensi:
AIDS Founfation of Chicago. (2010). Issue Brief: LGBT Marginalization and HIV. Chicago.
Siegel, K., Lune, H., & Meyer, I. H. (1998). Stigma Management Among Gay/Bisexual Men. Qualitative Sociology, 27-49.