Kesetaraan dan Partisipasi: Kelompok Marjinal dalam Skema Pembangunan Desa

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
3 Februari 2024 21:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Teri/Hi!Pontianak/ Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Teri/Hi!Pontianak/ Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa telah bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pembangunan desa. Meskipun demikian, implementasi tersebut masih menghadapi hambatan utama, terutama dalam mengidentifikasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa, khususnya kelompok masyarakat marjinal desa yang kurang memiliki daya dan hubungan yang kuat dalam kerangka perencanaan dan alokasi anggaran pembangunan desa.
ADVERTISEMENT
Kelompok masyarakat marjinal seringkali diabaikan dan jarang mendapat perhatian yang memadai dari berbagai pihak, baik itu masyarakat umum maupun pemerintah desa. Masyarakat marjinal desa menghadapi kendala dalam menyuarakan pendapat, berpartisipasi, dan memberikan masukan terkait dengan pengalaman mereka, sehingga terlihat bahwa mereka memiliki keterbatasan dalam lingkungan masyarakat.
Kelompok marjinal ini merujuk pada warga desa yang selama ini terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang memadai dalam menentukan kebijakan desa. Kelompok marjinal desa ini bisa mencakup perempuan, warga miskin, dan kelompok difabel.
Ketidakmampuan kelompok marjinal untuk memahami situasi dan kondisi mereka di sekitar lingkungan mereka menyebabkan mereka cenderung pasif terhadap kondisi yang dihadapi. Ketidakpahaman ini membuat mereka menerima keadaan mereka sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah, karena dianggap sebagai bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Selama ini, pemerintah desa tidak melihat atau memperhatikan kelompok marjinal, sehingga keputusan pembangunan desa seringkali mengabaikan keberadaan mereka. Dampaknya, kelompok marjinal tidak mendapatkan manfaat yang seharusnya mereka dapatkan dari pembangunan desa.
Undang-undang Desa memberikan dorongan bagi desa untuk mandiri dalam menangani permasalahan di lingkungan mereka, termasuk kelompok marjinal, yang dapat diatur dan diurus oleh desa sesuai kewenangannya. Sebelum adanya Undang-undang Desa, program pembangunan desa seringkali tidak mempertimbangkan kebutuhan sesungguhnya, namun kini desa dapat menyusun rencana pembangunan secara mandiri dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Kelompok marjinal sering kali tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan suara, keinginan, atau komplain terkait pengalaman hidup mereka. Dalam konteks desa, kelompok marjinal seringkali diabaikan dalam proses musyawarah desa untuk merumuskan rencana pembangunan. Untuk mendorong partisipasi dan keterlibatan kelompok marjinal dalam siklus pembangunan desa, dapat dibentuk Kelompok Intermediary yang terdiri dari aktor desa sebagai perantara untuk mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan kelompok marjinal.
ADVERTISEMENT
Goran Thereborn (2007) mengusulkan lima tahap untuk mendorong inklusi sosial, yang dapat diimplementasikan secara bertahap. Pertama, mengidentifikasi keberadaan kelompok marjinal di desa, yang seringkali terlihat seperti warga biasa tetapi dianggap tidak ada. Kedua, menjaring kebutuhan dan kepentingan kelompok marjinal dalam pembangunan desa, memastikan bahwa mereka dianggap sebagai pemangku kepentingan dalam kebijakan pembangunan. Ketiga, melibatkan kelompok marjinal dalam aktivitas kemasyarakatan, termasuk dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, agama, dan politik. Keempat, memenuhi hak-hak kelompok marjinal, seperti hak untuk mengemukakan pendapat, berbeda, hukum, akses pelayanan sosial, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Kelima, menciptakan sumber daya manusia yang sepenuhnya berpartisipasi di masyarakat, memastikan bahwa setiap individu memiliki akses penuh terhadap hak-haknya.
Melalui langkah-langkah ini, kelompok marjinal dapat ikut serta dalam semua fase pembangunan desa, dimulai dari tahap perencanaan, penganggaran, hingga pertanggungjawaban. UU Desa menekankan hak setiap individu untuk memperoleh informasi, berpartisipasi, dan melakukan pemantauan terhadap proses pembangunan desa. Oleh karena itu, tidak boleh diabaikan kelompok marjinal, sebaliknya, mereka perlu diberdayakan agar dapat memberikan kontribusi dalam mencapai cita-cita desa yang mandiri dan sejahtera.
ADVERTISEMENT