Kamu adalah Ambasador Kantormu

ainunchomsun
blogger, mom, founder of akademi berbagi & cerdas digital movement, social activist
Konten dari Pengguna
27 Februari 2019 22:14 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ainunchomsun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Semangat Bekerja Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Semangat Bekerja Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di zaman digital orang mulai terbiasa mengenalkan dirinya dengan menyebutkan akun media sosial. Sudah semakin jarang orang menanyakan alamat rumah, lebih sering nomor HP atau e-mail. Akun media sosial sudah menjadi identitas diri selain KTP dan SIM.
ADVERTISEMENT
Media sosial menjadi tempat untuk berinteraksi dan berjejaring. Bukan hanya urusan komunikasi tetapi juga bisnis. Dari konten model teks, gambar hingga video menjadi sarana untuk mengekspresikan diri.
Setiap unggahan sering kali diidentikkan dengan kepribadian seseorang. Relasi yang tadinya sekedar sahut-sahutan di timeline sangat mungkin berakhir jadian menjadi pasangan. Karena begitu terbukanya pola komunikasi sehingga dengan sering berinteraksi kita (merasa) sudah dekat di hati.
Dalam urusan pekerjaan pun, orang selalu mengkaitkan postingan dengan tempat kerja. Menyebutkan atau tidak tempat kita bekerja, orang tetap akan tahu. Karena di media sosial ada saudara, teman, tetangga dan kenalan.
Soal pertanyaan perlukah kita menyebut posisi dan tempat kerja di bio media sosial kita? Jawabannya bisa perlu bisa tidak. Yang lebih penting, bukan soal perlu atau tidak menuliskannya, tetapi orang akan selalu mengkaitkan akun kita dengan tempat kerja. Suka atau tidak, setuju atau tidak kita adalah representasi perusahaan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi pernah mengalami beberapa kali. Ketika dulu bekerja di media, salah satu sister company menayangkan tokoh kontroversial dalam sebuah acara. Sontak membuat netizen memprotes tayangan tersebut melalui unggahan.
Saya pun tidak luput dari hujanan mention. Ketika saya berusaha menjelaskan bahwa itu bukan perusahaan tempat saya bekerja, dan saya tidak tahu menahu soal itu, para netizen tetap tidak peduli. Bagi mereka induk perusahaannya sama jadi harus tahu semuanya.
Itu baru kejadian dari sister company. Apalagi ketika tempat saya bekerja ada kehebohan, mention gak berhenti bak hujan di bulan Desember. Padahal bukan bagian saya juga sih yang bikin kehebohan sehingga saya juga tidak tahu persis pokok permasalahannya.
Dari situ saya belajar bahwa di media sosial orang tidak peduli saya bekerja di bagian apa. Asalkan nama kantornya sama, ketika ada masalah atau kehebohan di timeline, seringkali ikut terkena imbasnya. Agak sulit menghindar dari persepsi publik bahwa kita adalah wakil perusahaan yang harus tahu semua yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Daripada saya sibuk menjelaskan itu bukan bagian saya, dan sudah pasti tetap nggak dianggap saya pun memanfaatkannya untuk mempromosikan kantor.
Sejak saat itu saya menyadari bahwa saya adalah wakil perusahaan di media sosial. Apapun posisinya. Bagaimana pun publik tetap menilai bahwa kita orang dalam yang tahu duluan apa yang sesungguhnya terjadi. Dan harapan publik secara tidak langsung disematkan kepada saya sebagai pihak yang bisa memberi penjelasan tentang segala hal yang terjadi di perusahaan.
Jadi bukan hanya humas atau Corporate Secretary yang dimintai penjelasan di timeline jika ada sesuatu. Semua karyawan adalah ambassador perusahaan yang bakal dimintai penjelasan di timeline terkait tempat kerja.
Selain ketika ada ontran-otran, dalam pekerjaan sehari-hari pun kita bisa berbagi informasi positif yang bisa membantu branding perusahaan. Sukur-sukur bisa membantu jualan.
ADVERTISEMENT
Tentu saja bukan informasi yang confidential atau yang terlarang dibagikan. Hal-hal umum yang layak untuk dibagikan saja.
Toh sebagai pelaku digital, kita seringkali butuh konten supaya tetap update dan terlacak algoritma. Walaupun bukan bagian kita, tetapi dengan membantu melakukan branding perusahaan sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri dalam mencapai karir atau target kerja.
Jangan meludah di sumurmu” sebuah pepatah yang mengajarkan untuk menjaga nama baik tempat kita mencari nafkah. Kalau kita mengotori tempat kerja sesungguhnya kita juga sedang mengotori rezeki kita sendiri. Begitu juga ketika di media sosial.
Membicarakan hal buruk perusahaan di unggahan sama saja kita sedang mengotori tempat kita mencari makan. Di samping akan berdampak pada pekerjaan, perusahaan lain pun akan menilai kita sebagai karyawan yang tidak berdedikasi sehingga menyulitkan kelak ketika mencari pekerjaan baru.
ADVERTISEMENT
Jadi jejak digital bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga mempengaruhi jalan karier. Daripada galau meracau sesekali menjadi sales bagi perusahaan apa salahnya.
Semua perbuatan kita di online akan dicatat dengan baik oleh mesin digital. Begitu juga amalan baik untuk perusahaan. Karena apa yang kita kerjakan di media sosial, sesungguhnya bukan sedang membantu perusahaan, tetapi membantu diri sendiri untuk membangun kredibilitas sebagai karyawan yang profesional. Kelak apa yang kita lakukan dengan baik akan kembali menjadi kebaikan. Karena jejak digital itu abadi.