Perencanaan Bisnis Syariah

Aisya Devi
Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
1 Desember 2022 11:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisya Devi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Ilustrasi: Pixabay (www.pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ilustrasi: Pixabay (www.pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Tiga hal ini, hukum, bisnis dan Islam, adalah awal dari perencanaan bisnis Islam. Pertama, hukum adalah seperangkat aturan yang harus diikuti oleh setiap orang dalam masyarakat, dan jika ada yang melanggar, mereka akan diberikan sanksi. Kedua, perdagangan didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan. Ketiga, islami. Kata Islam berasal dari kata salima; aslama berarti kebahagiaan, kedamaian, kepatuhan dan ketundukan.
ADVERTISEMENT
Hukum bisnis Islam merupakan bagian dari hukum perdata Islam di bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia dalam menjalankan hubungan ekonomi. Oleh karena itu, hukum bisnis Islam memiliki arti yang sama dengan hukum perikatan Islam. Hukum perikatan Islam adalah seperangkat aturan hukum yang berasal dari Al-Quran, sunnah, hadits dan ijtihad yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda dalam kaitannya dengan objek suatu transaksi.
Dasar normatif bisnis syariah adalah:
1. UUD 1945. Dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, Pasal 28 menyatakan bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, dsb ditentukan dengan undang-undang”
2. Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Pasal 49 menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tingkat pertama antara umat Islam dalam bidang: perkawinan, pewarisan, wasiat, hibah, hibah, zakat, infak, shadaka, dan ekonomi syariah.
ADVERTISEMENT
3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 1, Ketentuan Umum Bab 1 menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank syariah dan badan usaha syariah, termasuk lembaga, operasi dan metode serta proses dalam menjalankan bisnisnya.
4. Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Tahapan perencanaan bisnis syariah
Pertama, sebelum memutuskan suatu objek, niat harus diperbaiki, yaitu menyelesaikan limardatillah (mengharapkan ridha Allah SWT). Maka modal dan objek bisnis harus legal dan bukan sesuatu yang dilarang. Langkah kedua adalah menentukan proses yang akan dilakukan sesuai dengan prinsip syariah yaitu didalamnya tidak ada unsur riba, gharar (tidak jelas), maysir (spekulasi atau kebetulan), tadlis (penipuan atau pemalsuan), ikhtinaz (penimbunan), ketidakadilan, kesombongan, monopoli negatif, dan apa pun yang menghasilkan kerusakan lebih tinggi. Langkah ketiga adalah menonjolkan hasil dari dua proses sebelumnya yang harus terjamin keabsahannya dan kehalalannya. Langkah keempat adalah penggunaan (produksi) aset, dan pedoman dalam syariah sangatlah jelas karena setiap orang akan bertanggung jawab untuk itu. Artinya, setiap hasil harus ada zakatnya, karena zakat mempunyai khasiat mensucikan harta dan mensucikan jiwa.
ADVERTISEMENT
Bidang Hukum Dagang Islam Indonesia tinjauan buku Zainuddin Ali “Hukum Perdata Islam di Indonesia” mengungkapkan bahwa penjelasan hukum dagang Islam Indonesia terbatas pada transaksi jual-beli, sewa, upah, piutang, dan bentuk asosiasi bagi hasil.
Bidang Bisnis Syariah
Bidang hukum dagang Islam secara praktis terdiri dari: (1) bidang pertukaran; yaitu, pertukaran barang yang sejenis [seperti penukaran uang dengan uang atau sharf] dan barang yang tidak sejenis (seperti jual beli atau buyu dan sewa-menyewa atau ijárah), (2) suatu wilayah kerja sama atau asy-Syirkah; yaitu ikatan kerja sama antara orang-orang yang menggabungkan modal dan keuntungan, (3) bidang titipan, yaitu (a) Wadi'ah; menitipkan harta atau barang kepada orang lain yang dapat dipercaya untuk menjaganya (b) ar-rahn; jaminan atau penjamin, (c) al-wakâlah; Memberi kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa dalam usaha selama jangka waktu tertentu, (d) Kafalah; kombinasi kewajiban dengan kewajiban akuntansi lainnya, baik spiritual, kesalahan atau materi, (e) hiwalah; pengalihan utang dari satu pihak ke pihak lain, (f) al-âriyah; kesanggupan untuk menggunakan barang milik orang lain tanpa imbalan.
ADVERTISEMENT
Dari segi kelembagaan terdiri dari: (1) Perbankan Syariah, (2) Asuransi Syariah, (3) Dana Investasi Syariah, (4) Pasar Modal Syariah, dan jika timbul masalah maka ada badan yang mengelolanya, sesuai dengan aturan syariah yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Dilihat dari segi kepemilikan dan badan hukumnya dapat berbentuk: (1) Bentuk hukum PerseroanTerbatas [PT] dapat berupa perusahaan negara (BUMN/Persero), perusahaan perseorangan (BUMS) dan perusahaan daerah [BUMD]. (2) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (3) Bentuk hukum koperasi. (4) Bentuk hukum orang/pribadi.
sumber:
Rajafi, Ahmad. Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2013