Cerita Surveyor: Toponimi, Peta, dan OSS Berbasis Risiko

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2021 22:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu (29/8) merupakan hari ke-6 saya menjalankan tugas surveyor pemetaan di sebuah kota di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, Indonesia, yaitu di Kota Baubau.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa hari ke depan, saya mendampingi tim lapangan untuk melakukan pengumpulan nama rupabumi dan verifikasi unsur rupabumi.
Nah, sebagai pemerhati peta dan toponimi, maka saya pun penasaran dengan penamaan Kota Baubau. Nama Baubau acapkali diduga arti katanya berkaitan dengan bau yang berarti aroma.
Tim surveyor toponimi sedang menyimpan data di aplikasi SINAR Android. Dokumentasi Pribadi (Foto: Aji Putra Perdana)
Terutama karena dari aspek pengucapannya yang sama, bau. Akan tetapi ternyata, toponim Baubau ini berasal dari bahasa Wolio, Suku Buton penduduk aslinya. Arti dari Baubau adalah baru.
Dari sisi toponimi, saya rasa penamaan Kota Baubau ini selaras dengan perkembangan wilayah permukiman di kota ini yang terus membangun. Kota Baubau juga mempunyai nilai sejarah yang kuat, yaitu sejarah Kesultanan di Benteng Keraton Buton.
Selain itu, Kota Baubau mempunyai letak strategis sebagai penghubung antara dua kawasan barat dan timur. Pelabuhannya berfungsi sebagai jalur transit atau persinggahan, hal ini dapat dilihat dengan jelas di Google Maps garis-garis jalur pelayarannya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu wajar kiranya, jika Kota Baubau ini selalu memperbarui dirinya, menjadi kota baru yang berani membangun di tengah pandemi COVID-19.
Salah satu yang paling menonjol adalah keberadaan salah satu hotel tempat saya tinggal selama kegiatan survei pemetaan di Kota Baubau.
Hotel yang dibuka sejak Oktober 2020 dan diresmikan pada awal November 2020 menunjukkan bahwa peluang berinvestasi di kota ini cukup menjanjikan.
Sudut pemandangan dari restoran hotel tempat saya tinggal selama di Kota Baubau. Dokumentasi Pribadi (Foto: Aji Putra Perdana)
Nah, berbicara soal investasi dan perencanaan pembangunan di Kota Baubau ternyata berkaitan erat urgensi ketersediaan peta dasar. Peta dasar yang akan dijadikan sebagai bahan dasar untuk penyusunan Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Peta Dasar dan Sense of Urgency Peta Tata Ruang

Kamis (26/8), saya berkunjung ke Dinas PUPR dan bertemu dengan Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang Dinas PU dan Tata Ruang yang ternyata sesama alumni Geografi, Fakultas Geografi UGM.
ADVERTISEMENT
Saya menjelaskan tujuan kegiatan selama di Kota Baubau untuk melakukan survei toponimi dan verifikasi unsur rupabumi. "Nah, ini dia peta yang kami tunggu", tegas Pak Ucang (nama panggilan Beliau).
"Kami diminta untuk melakukan percepatan penyediaan peta rencana detail tata ruang kota dan tentunya membutuhkan peta dasar, sebagai bagian dari OSS", tambah Pak Ucang.
Saya dan Pak Ucang mendiskusikan kegiatan survei di Kota Baubau dengan menggelar peta wilayah survei. Dokumen Pribadi (Foto: Aji Putra Perdana)
Sebagaimana ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, OSS berbasis Risiko dalam perizinan berusaha telah diresmikan Presiden Joko Widodo (9/8), di Pusat Komando Operasi dan Pengawalan Investasi, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta.
Presiden Jokowi secara resmi meluncurkan aplikasi Sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko. Foto: YouTube Sekretariat Presiden
Ternyata, OSS berbasis Risiko inilah yang menjadi pemantik utama kesadaran Pemerintah Kota Baubau untuk menggesa revisi peta tata ruangnya.
Keberadaan OSS yang bersifat sentralisasi perizinan dan semuanya dapat dilakukan secara online, menyebabkan pemerintah daerah untuk segera berbenah. Pemerintah perlu menata data, dan informasi perencanaan pemanfaatan ruang wilayahnya berbasis geolokasi.
ADVERTISEMENT
Sense of urgency penyediaan Peta RDTR inilah yang tampaknya ditekankan oleh Kementerian ATR/BPN ke Pemerintah Daerah. Hasilnya, sejumlah pemerintah daerah berupaya menerapkan berbagai strategi percepatan RDTR.
Hal ini pula yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Baubau, sehingga semacam gayung bersambut. Kegiatan survei toponim dan verifikasi unsur peta rupabumi, sebagai bagian dari melengkapi peta dasar Kota Baubau, mendapat dukungan untuk berbagipakai data.
Pak Ucang menambahkan bahwa pemerintah kota perlu menata ruang kotanya dengan baik berbasis pada sebuah peta dasar, sehingga dapat antisipasi perkembangan pesat kota.
Kesadaran tentang peta dasar dan urgensi peta tata ruang juga saya peroleh dari Pemerintah Kabupaten Buto Selatan. Perwakilan Pemerintah Kabupaten Buton Selatan mengajak diskusi tentang peta.
Mulai dari pemetaan batas wilayah desa, toponimi, dan mempertanyakan keberadaan peta dasar 1:5.000 untuk wilayahnya. Terdapat urgensi percepatan penyediaan RDTR untuk memicu investasi dan penataan kota yang lebih terencana.
Saya dan Perwakilan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Selatan mendiskusikan kegiatan survei di Kota Baubau. Dokumen Pribadi (Foto: Aji Putra Perdana)
Mereka menanyakan keberadaan citra satelit tegak resolusi tinggi maupun data foto udara di wilayah mereka apakah tersedia, hingga memastikan sudah adanya peta dasar skala 1:5.000 yang siap dan dapat digunakan sebagai dasar analisis perencanaan wilayah.
ADVERTISEMENT
Saya melihat antusiasme tinggi dari pemerintah daerah terhadap keberadaan peta dasar skala 1:5.000. Peta dasar tersebut sangat ditunggu guna kelancaran penyusunan rencana tata ruang dan membuka investasi berbasis lokasi.
Dari perjalanan dan diskusi tersebut, saya semakin sadar bahwa kegiatan pengumpulan nama rupabumi dan verifikasi unsur rupabumi yang sedang dilakukan sekarang akan bermanfaat bagi pemerintah daerah.
Tiap titik lokasi toponimi yang dikumpulkan akan membantu dalam sebuah perencanaan wilayah yang lebih baik dengan berdasarkan pada data dan informasi geospasial.
Kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi salah satu langkah kecil, untuk gotong royong mewujudkan Satu Data Satu Peta Satu Nusantara, Indonesia.