news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menuju Satu Data Pulau: Dibakukannya Nama Pulau (by names by coordinates)

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
10 Juni 2021 12:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pulau Foto: Bagas Putra Riyadhana
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pulau Foto: Bagas Putra Riyadhana
ADVERTISEMENT
Pertanyaan pertama: sebegitu penting kah, kita mengupayakan pengakuan sebagai Negara Kepulauan? Nah, istilah mengenai Negara Kepulauan ini merupakan istilah yang berasal dari hasil keputusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention for the Law of the Sea - UNCLOS). Kemudian, kalau dicermati setiap pembuka tulisan tentang Indonesia baik dalam skripsi, tesis, hingga naskah akademis akan dimulai dengan sejumlah tipe kalimat pembuka berikut:
ADVERTISEMENT
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kredit Gambar Peta: Badan Informasi Geospasial (sumber: http://portal.ina-sdi.or.id/home/sites/default/files/pta%20nkri.png)
Jadi ingat, saat ditegur dosen di masa kuliah dulu jika menggunakan pembuka kalimat yang populer tersebut.
Nah, menurut Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir (menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959), pengakuan tersebut penting lho!
Beliau adalah Bapak Djuanda Kartawidjaja yang memperjuangkan bahwa pokoknya status Negara Kesatuan Republik Indonesia itu ya Negara Kepulauan. Pada tanggal 13 Desember 1957, Beliau mendeklarasikan bahwa wilayah laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
ADVERTISEMENT
Deklarasi yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda ini membawa dampak meluasnya wilayah NKRI. Secara resmi deklarasi tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Kemudian deklarasi tersebut pada 1982 ditetapkan dalam UNCLOS 1982 dan dipertegas kembali oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention for the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
Seiring waktu berlalu, pembangunan terus berlangsung dan sayangnya terfokus pada Pulau Jawa. Hingga tibalah saatnya, tersadarkan kembali untuk membangkitkan semangat Indonesia sebagai Nusantara. Bukan mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara lho ya! Ini topik diskusi menarik lainnya, mengapa Indonesia tidak diberi nama Nusantara? Mungkin akan diulik di lain kesempatan.
ADVERTISEMENT
Kembali ke bahasa, semangat atau kesadaran Indonesia adalah Negara Kepulauan ini dimulai dengan mengoptimalkan penghubung antar pulau yang disebut Tol Laut. Istilah tersebut pun sempat meramaikan bursa berita. Ambil sisi positifnya, hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat telah kembali menyadari betapa strategisnya pembangunan berbasis kepulauan dan kemaritiman.
Ini pertanyaan serius tenan dan abot (berat). Mari dibedah satu-satu dan pelan tapi pasti.
Konon katanya, urgensi mengenai keberadaan Satu Data Pulau ini semestinya terjawab dengan telah ditetapkannya Perpres Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia. Perpres ini mengatur kebijakan tata kelola data pemerintah sebagai upaya untuk memperoleh data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan diberbagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah. Terdapat 4 (empat) hal utama yang harus dipenuhi yaitu adanya Satu Standar Data, Satu Metadata Baku, Interoperabiitas Data, dan penggunaan Kode Referensi dan Data Induk.
ADVERTISEMENT
Maaf istilahnya terlalu teknis banget...Mari cari yang sederhana saja, lacak keberadaan data pulau, dari sudut pandang aspek geospasial (keruangan) atau dikenal secara umum melalui Peta. Katakan, Peta!, demikian ucap Dora The Explorer.
Pulau merupakan salah satu unsur rupabumi alami yang perlu dikumpulkan, dibakukan namanya, dan dimuat dalam peta dasar (Peta Rupabumi Indonesia). Dengan demikian, pulau-pulau di Indonesia dapat tersaji dalam peta-peta yang menggambarkan Negara Kesatuan Wilayah Indonesia, terutama peta dasar yang jadi acuan buat peta bertema tertentu (dikenal dengan peta tematik).
Sebelum terlalu jauh...Yuk, pastikan dulu apa itu sih Pulau? Berdasarkan definisi Pulau menurut Undang-Undang No.6/1996 tentang Perairan Indonesia pada pasal 1 ayat (2), sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Setelah unsur rupabumi diidentifikasi sebagai Pulau, maka pendataan nama pulau untuk pulau yang telah bernama dan pemberian nama pulau untuk yang belum bernama menjadi tahapan berikutnya yang mesti dilakukan.
Sejak kapan pulau di wilayah NKRI didata?
Kegiatan pendataan pulau-pulau di Indonesia, mulai gencar dilakukan pasca sengketa sipadan dan ligitan. Konon, jumlah pulau di Indonesia diindikasikan ada sekitar 17.504 pulau.
Perkembangan hasil pembakuan nama pulau di Indonesia dapat dilacak melalui berita-berita yang menulis tentang nama pulau yang telah dibakukan dan disampaikan hasil pembakuannya dalam laporan negara Republik Indonesia dalam pertemuan Kelompok Pakar PBB tentang Nama Geografi (United Nations Group of Experts on Geographical Names - UNGEGN).
Tahun 2012, Delegasi Republik Indonesia telah menyampaikan dalam laporannya angka Pulau yang telah dibakukan namanya sesuai kaidah spasial dan penulisan nama rupabumi (by names by coordinates) sejumlah 13.466. Kemudian, pada tahun 2017 disampaikan perkembangannya terdapat sejumlah 16.056 Pulau yang telah dibakukan namanya. Kemudian, tahun 2019 dalam laporan negara kita mencatata 16.671, dan terakhir beberapa waktu lalu dalam pertemuan daring Kelompok Pakar PBB tentang Nama Geografi awal Mei tahun 2021 tertulis sejumlah 16.771 pulau yang telah dibakukan by names by coordinates (nama baku beserta informasi posisinya dalam koordinat geografis).
Muh Aris Marfai, Kepala Badan Informasi Geospasial selaku Ketua Delegasi Republik Indonesia Pertemuan Daring Kelompok Pakar PBB terkait Nama Geografi Tahun 2021 (sumber: tangkapan layar dari situs web UN Web TV)
Jadi, bentuk pelaporan terkait pendataan nama pulau di Indonesia itu terinformasikannya angka capaian pendataan yang terdokumentasikan dalam laporan kemajuan kegiatan penyelenggaraan pembakuan nama rupabumi yaitu berupa laporan negara (country report). Selain itu, biasanya Indonesia juga menyiapkan technical report apabila ada hal-hal teknis yang hendak disampaikan secara lebih mendalam untuk didiskusikan bersama Kelompok Pakar PBB tentang Nama Geografi.
ADVERTISEMENT
Namun, pendataan Pulau ini semestinya tidak hanya berhenti pada kejelasan Pulau dari hasil identifikasi spasial dan penamaan yang baku, hingga validasi keberadaan pulaunya di lapangan. Akan tetapi, diharapkan adanya integrasi data dan informasi geospasial dengan data dan informasi statistik serta informasi tentang kependudukan, sosial budaya, ekonomi, lingkungan fisik, dan sumber daya alamnya, termasuk data pertanahan. Hal ini menjadi penting untuk dapat terkelola dalam Satu Data Pulau sehingga tatkala isu jual beli Pulau mencuat, maka ada satu Sistem Informasi yang dapat diakses untuk mengecek status keberadaan Pulau di Indonesia.
Kesadaran untuk menjaga wilayah perairan dan pulau-pulau di Indonesia acapkali bangkit tatkala isu jual beli pulau muncul. Kewajiban penyediaan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan tentunya dalam memberikan kejelasan dan menangkal berbagai isu penjualan Pulau di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana kita ketahui, kasus terkini misalnya Gili Tangkong yang beritanya mencuat di berbagai media dimana pulau tersebut muncul dalam situs jual beli online. Keberadaan Gili Tangkong dari aspek spasial dan penamaan dapat dilacak dari Sistem Informasi Nama Rupabumi (SINAR) dan Sistem Informasi Pulau Badan Informasi Geospasial. SINAR dapat diakses melalui tautan https://sinar.big.go.id/ (Gili Tangkong dapat diakses melalui tautan https://sinar.big.go.id/Pencarian/Detail/127107) dan Sistem Informasi Pulau (SI Pulau) dapat diakses melalui tautan https://portal.ina-sdi.or.id/pulau/
Apabila dicermati, kedua sistem aplikasi berbasis web ini menampilkan Pulau dengan kedetailan informasi yang berbeda. Dari sisi penyajian geometri data pulaunya, aplikasi SINAR menampilkannya dalam bentuk point (titik) sedangkan aplikasi SI Pulau menampilkannya dalam bentuk polygon (poligon/area). Kemudian, hal yang masih perlu diintegrasikan atau diselaraskan pada keduanya adalah perlunya ID (Identitas) unik yang seragam untuk tiap unsur pulaunya. Sampai saat ini satu unsur pulau memiliki ID yang berbeda. Saya mencoba melihatnya dari sisi tengahnya, kemungkinan ID Pulau pada aplikasi SINAR merujuk identitas toponim (nama diri) unsur pulau, sedangkan ID Pulau pada SI Pulau merujuk pada identitas unik untuk representasi obyek (fitur) unsur pulau yang digambarkan dalam bentuk poligon/area.
ADVERTISEMENT
Mengambil istilah dari komponen Satu Data, maka Indonesia memerlukan satu kode referensi yang sama untuk tiap pulau di Indonesia atau setidaknya daftar relasi antar kodifikasi yang dikeluarkan oleh tiap sistem aplikasi berbasis web. Serupa dengan yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dalam memberikan Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, maupun Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga Kode Wilayah Kerja Statistik. Untuk menghubungkan keduanya terdapat tabel kode relasi kedua cara kodifikasi dari instansi yang berbeda tersebut.
Tangkapan layar Data detail toponim Gili Tangkong dalam aplikasi SINAR (sumber: https://sinar.big.go.id/Pencarian/Detail/127107)
Tangkapan layar Data GIli Tangkong dalam aplikasi Sistem Informasi Pulau (https://portal.ina-sdi.or.id/pulau/)
Kemudian perlu ditinjau dari aspek kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil yang datanya ada di Pemerintah Daerah. Hmmm...kira-kira kapan ya data dan informasi dari pusat dan daerah terintegrasi? Bahkan, data dan informasi terkait antar Kementerian/Lembaga di tingkat pusat pun bisa jadi masih berjalan masing-masing dan belum saling terhubung. Kalaupun sudah terhubung, mungkin hubungannya masih perlu dioptimalkan agar saling melengkapi dan satu referensi.
ADVERTISEMENT
Saking banyaknya jumlah Pulau di Indonesia dan besar kemungkinan pulau-pulau kecil yang belum dapat dikelola dengan baik, makanya seringlah muncul berita jual beli (kawasan di) pulau tersebut.
Besar harapan, agar kelak data pulau terintegrasi dan tersaji dalam satu portal informasi sehingga kalau muncul lagi berita jual beli (kawasan di) pulau-pulau RI bisa langsung dilacak, dari mulai keberadaan pulaunya hingga status lahan atau kawasan di pulau tersebut.
Keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, semoga dapat menjadi langkah bersama bagi seluruh pihak dan pemangku kepentingan. Berdasarkan PP tersebut, kita ketahui bahwa Badan Informasi Geospasial (BIG) berperan sebagai National Geographical Names Authority (NGNA) sesuai amanat resolusi PBB agar tiap negara punya otoritas penamaan rupabumi (https://kumparan.com/aji-putra-perdana/mengenal-penyelenggaraan-nama-rupabumi-di-indonesia-1vtx3DN45mr). Perjalanan masih cukup panjang, koordinasi-kerjasama-kolaborasi perlu terus dibangun dalam mengumpulkan, menelaah hingga menetapkan nama rupabumi baku (termasuk nama pulau) agar dapat disusun dalam dokumen negara yaitu Gazeter Republik Indonesia (GRI). Produk GRI inilah yang akan jadi wadah bagi Satu Data Pulau Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menatap kembali semangat dari BIG untuk membangun Geospasial Nusantara dan menyadari bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan, maka marilah bergerak bersama merawat pulau-pulau yang ada. Saatnya membangun dan bersinergi untuk Satu Peta, Satu Data, Satu Nusantara dan tentunya Satu Nama Pulau Baku (sesuai prinsip penamaan, termasuk kaidah spasial dan penulisan nama rupabuminya). Merdeka!