Perlukah Peta Hilangnya Sense of Crisis vs Bangkitnya Sikap Empati?

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 8:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penanganan pandemi virus corona di Indonesia butuh langkah ekstra, terutama berkaitan dengan fenomena sosial yang dinamis di tengah masyarakat dan viralnya berbagai kejadian sosial. Kita sadari bersama juga bahwa COVID-19 ini adalah musuh bersama yang tidak terlihat.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, bangsa ini membutuhkan solidaritas, empati, kepedulian, sederhananya butuh HATI kita semua untuk berpadu. Salah satunya, kolaborasi dalam menyikapi hilangnya sense of crisis dan upaya membangkitkan rasa dan/atau sikap empati atau kepedulian bangsa di tengah pandemi.
Hilangnya sense of crisis justru akan menambah polemik yang tak juga menjadi bagian dari solusi. Saya sependapat dengan Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya yang mengutarakan perlunya kita saling bahu membahu dan gotong royong hadapi pandemi COVID-19.
ilustrasi perlunya kebersamaan dan bahu membahu hadapi pandemi. Photo by Dhaya Eddine Bentaleb on Unsplash
Musuh Bersama di Tengah Pandemi: Hilangnya Sense of Crisis
Presiden Joko Widodo menekankan tentang pentingnya sense of crisis di tengah pandemi COVID-19 semenjak tahun 2020, bahkan ditekankan kembali pada Februari 2021 dan pertengahan Juli 2021. Pesan tersebut beliau sampaikan di hadapan para menterinya dan juga ketika di hadapan sejumlah kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Mengamati berulangnya pesan tersebut dan kejadian belakangan ini di berbagai kalangan, seakan-akan menunjukkan bahwa sejumlah kejadian yang sebagian viral terkait hilangnya rasa empati atau lenyapnya sense of crisis ini memang terpampang nyata adanya.
Di sisi lain, saya termasuk kalangan yang setuju untuk viralkan tindakan-tindakan baik agar jadi inspirasi. Hal ini butuh dukungan semua pihak, termasuk influencer media sosial terutama hadapi kecepatan informasi di era digital ini. Seorang kawan menyampaikan bahwa yang dibutuhkan bangsa ini adalah vibes yang positif dan aura yang konstruktif.
Saya pun terpikirkan perlu adanya wadah pembuatan peta kolaboratif tentang isu tersebut, peta pertarungan antara hilangnya sense of crisis versus bangkitnya sikap empati atau kepedulian di tengah pandemi COVID-19. Dua fenomena sosial yang terjadi dan seakan-akan silih berganti di tengah situasi pandemi COVID-19 yang tak menentu ujungnya. Viralnya kedua fenomena sosial tersebut sangat tergantung pada kekritisan warganet dan pemberitaan oleh media massa.
ADVERTISEMENT
Peta (baca: Aksi) Kolaboratif Hadapi Pandemi COVID-19
Masyarakat dapat membantu Pemerintah untuk mengisi peta kolaboratif tersebut dengan menginfokan lokasi dan detail kejadian hilangnya sense of crisis maupun kejadian sikap empati atau kepedulian seseorang yang inspiratif.
Di sisi lain, Pemerintah juga dapat menarik data dari media sosial yang viral dan berkaitan dengan kedua isu atau fenomena sosial tersebut. Informasi yang dikumpulkan dapat berupa kejadian seperti apa, ada di wilayah mana, siapa saja oknum atau pelakunya, kapan, mengapa seperti itu, dan bagaimana yang terjadi sebenarnya.
ilustrasi kehidupan masyarakat di tengah pandemi. Photo by Aditya Nara on Unsplash
Kita gunakan konsep 5W1H untuk melakukan pemetaan dan analisis lenyapnya rasa empati terhadap situasi krisis pandemi korona ini. Layaknya para penulis maupun wartawan dalam menelisik kejadian untuk berita, atau pelajar dan mahasiswa dalam membuat penelitian. Semacam jurnalisme warga yang disajikan dalam bentuk peta.
ADVERTISEMENT
Apabila berbagai kejadian tersebut dapat dipetakan, maka kita dapat melihat pola keruangan dan dimensi waktunya. Apakah terdistribusi merata di seluruh wilayah NKRI, ataukah acak, bahkan siapa tahu ternyata memiliki pola tertentu yang masif dan terstruktur? Kita tidak akan pernah tahu sebelum ada petanya.
Apa pesan dari perlunya peta (aksi) kolaboratif fenomena sosial tersebut?
Pembuatan peta kolaboratif tersebut sebenarnya dapat diwadahi dalam aplikasi pedulilindungi maupun dasbor peta monitoring kepatuhan protokol kesehatan. Indikator hilangnya sense of crisis dan bangkitnya sikap empati dapat jadi 2 indikator tambahan pada peta monitoring tersebut.
Namun, sebenarnya imajinasi saya di atas bukan untuk sekedar mewujudkan ketersediaan peta kolaboratif potret sosial bangsa ini. Akan tetapi, poin utama dari ide peta kolaboratif di atas adalah perlunya kepedulian kita bersama dalam mencermati kejadian dan beraksi dalam kebaikan untuk lingkungan di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Saatnya kita bersama-sama hindari cara komunikasi, pendekatan maupun tindakan provokatif maupun destruktif. Jadilah manusia yang bertindak secara humanis, milikilah sense of crisis, dan pedulilah dengan sekitar.
Mari kobarkan semangat juang 45, gotong royong lawan pandemi COVID-19, mulai dengan patuhi protokol kesehatan, segera vaksinasi bagi yang belum, #tetapdirumahsaja, agar bulan 17 Agustus 2021 nanti kita rayakan kemerdekaan ini dalam semangat kuat dan kokoh bersama wujudkan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.