Rakornas IG: Gotong Royong Peta untuk Hadapi Pandemi dan Pulihkan Ekonomi

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2021 11:27 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peta kini dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya bagi saya sebagai seorang geografer (alumni jurusan geografi). Salah satu mimpi dari lulusan geografi, yang saat zaman saya dulu cukup diidam-idamkan adalah bekerja di instansi pemerintah yang bergerak sesuai bidang keilmuannya.
ADVERTISEMENT
Apalagi sekarang sedang ramainya seleksi CPNS, di tengah pandemi COVID-19. Nah, berikut ini izinkan saya bercerita perjalanan dan tantangan dari instansi tempat saya bernaung yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG).
Terutama berkaitan dengan kegiatan terkini dari BIG yaitu penyelenggaraan rapat koordinasi di tingkat nasional tentang penyelenggaraan Informasi Geospasial.

# Mengenal(kan) Informasi Geospasial (IG) dan BIG ke Khalayak Umum

Informasi Geospasial (IG) adalah rangkaian kata yang mungkin jarang didengar oleh sebagian besar masyarakat, belum penulisannya bahkan menjadi bervariasi hingga pengucapan geospasialnya akan menjadi bervariasi dan cukup menyusahkan lidah. Geospasial, dapat menjadi geospesialist. geoposial, geopisicial, geofisial, geopisikal dan berbagai jenis tulisan lainnya.
Kompilasi keunikan penulisan "geospasial" dari berbagai sumber kegiatan yang dikompilasi, sering saya gunakan dalam mengenalkan IG dan BIG. Dokumen Pribadi: Aji Putra Perdana
Geospasial sendiri berasal dari dua kata geo dan spasial, spasial yang artinya ruang dan geo berarti bumi, sehingga artinya menjadi ruang kebumian.
ADVERTISEMENT
Informasi geospasial sederhananya adalah informasi ruang kebumian yang salah satu wujudnya dalam bentuk peta, yang mudah kita lihat dan kenali di era digital saat ini. Bahkan, telah kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari melalui genggaman tangan pada gawai kita.
Demikianlah, cara kami (saya dan rekan-rekan kantor) dalam mengenalkan apa itu informasi geospasial, informasi dalam bentuk peta.
Informasi geospasial atau peta yang memuat informasi dasar kewilayahan di Indonesia ini diproduksi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), yang sebelumnya dikenal sebagai Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Instansi pemerintah pusat inilah yang menjalankan kegiatan pemetaan nasional wilayah NKRI.
Jika menilik ke sejarahnya, kegiatan survei dan pemetaan pasca kemerdekaan RI dilaksanakan berdasarkan PP No. 71 Tahun 1951, hingga kini BIG dibentuk berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011, yang tugas BIG disesuaikan kembali juga dalam Omnibus Law guna mendukung percepatan pembangunan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Karena peta dasar yang disediakan oleh BIG adalah acuan dasar dalam penyusunan peta tematik lainnya, seperti peta tata ruang dan peta kebencanaan.

# Menuju Kemandirian IG di Indonesia

Berikut pandangan saya pribadi melihat upaya kita menuju kemandirian IG di Indonesia. Kita sadari bersama hingga saat ini, sangat disayangkan, bahwa masyarakat kita lebih mengenal Google Maps.
Jika dibandingkan dengan peta dasar yang diproduksi oleh instansi resmi Pemerintah yang bergerak di bidang informasi geospasial. Tentu banyak faktor di belakangnya, sekaligus kita akui keandalan teknologi dan produk dari Google tersebut.
Di sisi lain, keberadaan Google Maps atau peta digital jenis lainnya justru membantu literasi geospasial masyarakat. Mengingat penggunaan peta digital tersebut dapat dan cukup memadai untuk keperluan navigasi, mengenal dunia melalui peta, melihat lingkungan sekitar menjadi lebih mudah.
Tangkapan layar tampilan peta digital Indonesia pada InaGeoportal https://tanahair.indonesia.go.id/map (Kredit Foto: Badan Informasi Geospasial)
Keberadaan peta dasar produk BIG yang dikenal sebagai peta rupabumi Indonesia, biasanya hanya dikenal di kalangan geografi dan keilmuan terkait, hingga para pendaki gunung yang memerlukan peta gambaran muka bumi.
ADVERTISEMENT
Namun, semenjak hadirnya peta digital seperti Google Maps yang relatif lengkap menyajikan ruang kebumian secara visual dan mudah digenggam, rupanya peta rupabumi Indonesia dalam bentuk cetak mulai perlahan ditinggalkan.
Semestinya pula peta digital Indonesia yang dalam InaGeoportal muali gencar untuk dikenalkan.
Saya masih ingat tatkala, mahasiswa pecinta alam (mapala) membeli peta rupabumi dalam bentuk cetak dan menggelarnya tatkala persiapan hingga saat berada dalam pendakian.
Namun, apakah peta tersebut masih digunakan oleh sejumlah pendaki atau mapala untuk orientasi medan? Ataukah mereka telah bergeser menggunakan peta digital pada gawai?
Sejumlah pertanyaan kecil tentang bagaimana penggunaan peta dasar produksi nasional terhadap peta digital global yang disediakan langsung dalam gawai.
Permasalahan ini ternyata tidak hanya dialami oleh Indonesia, bahkan beberapa negara pun akhirnya ada yang berkolaborasi dengan Google Maps.
ADVERTISEMENT
Langkah kolaborasi dilakukan untuk memastikan data dan informasi geospasial yang tersaji pada peta digital tersebut menggunakan data mereka atau setidaknya sesuai dengan data resmi Pemerintah.
Lalu mengapa Indonesia tidak berkolaborasi? Pertanyaan ini sering muncul, terutama dari masyarakat umum tatkala dihadapkan pada kenyataan bahwa peta dasar untuk seluruh wilayah Indonesia belum selesai disediakan oleh instansi pemerintah.
Untuk keperluan navigasi, Google Maps cukup memadai, namun ternyata untuk keperluan detail pergeseran antara yang tampil pada peta dengan koordinat di lapangan adalah hal yang krusial.
Jika kita cermati, Google Maps sendiri sebenarnya belum menggambarkan secara utuh menyeluruh dan merata wilayah Indonesia.
Mereka mengandalkan juga kontribusi kita untuk melengkapi informasi nama unsur geografis atau objek penting yang menjadi keperluan kita (dan mereka) melalui fasilitas Google Local Guide dalam bentuk reviu lokasi, nama, hingga informasi suatu tempat.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata jika untuk kepentingan perencanaan pembangunan, tumpang tindih penataan ruang wilayah, kebencanaan, termasuk penanganan bencana non-alam (pandemi COVID-19) dan pemulihan ekonomi nasional.
Kesemua itu memerlukan data dan informasi geospasial yang akurat, andal, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya, terdapat sejumlah alasan mendasar mengapa Indonesia perlu punya peta dasar skala besar sendiri.
Saya coba mengilustrasikan salah satu permasalahan atau hal mengapa Indonesia perlu peta dasar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dari sisi teknis, misalnya pergeseran lebih dari 5-10 meter bagi navigasi tidaklah menjadi masalah yang pelik karena kita masih bisa menggunakan kemampuan visual-spasial dalam otak kita untuk melihat lingkungan sekitar saat dalam perjalanan.
Akan tetapi, bagi pembangunan hingga penanganan bencana, serta misalnya ketepatan pengiriman bantuan hingga membantu pemulihan nasional, pergeseran tadi cukup penting untuk diperhatikan. Jangan sampai kita menjadi salah kirim bantuan, atau salah menentukan kebijakan penataan ruang.
ADVERTISEMENT
Saat saya hadir di dalam pertemuan kelompok pakar PBB tentang nama geografis (United Nations Group of Experts on Geographical Names - UNGEGN) pada tahun 2012, saya menyaksikan perwakilan dari United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA) menunjukkan bahwa peta dasar yang disediakan oleh Indonesia merupakan peta yang andal dan menyajikan nama rupabumi baku.
Data digital dari peta rupabumi Indonesia tersebut ternyata memudahkan untuk diintegrasikan serta membantu dalam penanganan kemanusiaan saat gempa bumi melanda Jawa Tengah - D.I. Yogyakarta pada tahun 2006.
Berdasarkan gambaran di atas pula, kita dapat melihat bahwa bangsa ini memerlukan kemandirian IG. Dari situlah, saya semakin yakin bahwa Indonesia memerlukan peta dasar yang dibangun oleh anak bangsa sendiri dengan kontribusi dari kita bersama.
ADVERTISEMENT
Terutama untuk percepatan penyediaan peta dasar skala besar yang menggambarkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara merata dan berkualitas. Karakteristik wilayah di Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kondisi geografis yang beragam merupakan tantangan tersendiri.
Oleh karena itu, dalam upaya percepatan penyediaan peta dasar skala besar sebagaimana yang diamanahkan dalam Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja.
BIG berupaya melakukan terobosan kombinasi berbagai teknologi (teknologi radar, teknologi pemetaan, kecerdasan buatan, dan sebagainya) untuk mendukung penyediaan peta dasar skala besar se-Indonesia.
Saat ini, peta dasar yang tersedia pada skala 1:5.000 masih di bawah 5% dari seluruh wilayah daratan NKRI (berdasarkan data per Januari 2020).
Kondisi inilah yang menyebabkan perencanaan tata ruang detail dan penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS) belum dapat terlaksana optimal.
ADVERTISEMENT
OSS ini sendiri merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Bahkan, kemarin (9/8) Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah meresmikan OSS berbasis risiko.
Artinya, keberadaan peta dasar semakin dinanti keberadaannya agar investasi yang dilakukan tepat dan merata. Oleh karena itu, BIG diberi amanah sebagaimana target dalam RPJMN yaitu untuk dapat menyelesaikan penyediaan peta dasar skala besar tersebut di tahun 2024.
Sehingga, besar harapan perencanaan detail tata ruang, pelaksanaan OSS, hingga pemulihan ekonomi melalui peningkatan investasi dan tentunya pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan baik berlandaskan konsep satu data (integrasi data keuangan, data statistik, dan data geospasial).
Jika wilayah NKRI ini dibagi ke dalam lembaran peta pada skala besar tersebut, maka masih diperlukan sekitar 125.819 lembar peta skala 1:5.000 yang mesti disediakan oleh BIG sampai 2024, terutama untuk wilayah NKRI non-hutan. Sebagaimana tertuang dalam amanah dari Perpres 18 Tahun 2020 dan RPJMN 2020-2024.
ADVERTISEMENT

# Dukungan IG Milik Bersama: Hadapi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Jika kita cermati, kejadian pandemi COVID-19 ini semakin meningkatkan literasi geospasial dimana setiap daerah mampu membuat dasbor peta hingga aplikasi mobile berbasis peta, kemudian media sosial pun dipenuhi dengan peta pandemi.
Nah, sejauh mana kesiapan dan analisis peta dilakukan dengan dukungan dari IG Nasional? Itulah salah satu pertanyaan yang terlontar dari sejumlah masyarakat atau komunitas pemetaan yang hadir pada hari Jumat (6/8), dalam acara daring Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) oleh BIG.
Menyadari urgensi kebutuhan IG yang kian mendesak, sebagai dampak pandemi dan perlunya percepatan pemulihan ekonomi, reformasi sosial dan dukungan untuk pembangunan berkelanjutan.
Olah karena itu, BIG mengadakan Rakornas IG tersebut untuk memberikan gambaran perkembangan, menggali masukan untuk perencanaan induk penyelenggaraan IG, hingga arahan dari Presiden melalui Menko bidang Perekonomian dan Menteri PPN.
ADVERTISEMENT
Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam paparannya menyampaikan capaian kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi Kebijakan Satu Peta tahun 2016-2020.
Paparan Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam Rakornas IG(sumber: foto tangkapan layar YouTube Badan Informasi Geospasial tentang Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) Tahun 2021)
Kompilasi sejumlah 85 peta tematik telah tercapai 100%, capaian integrasi peta tematik terhadap peta dasar berbeda untuk tiap pulau, namun rata-rata sudah berada di atas 90% dari target.
Berdasarkan peta indikatif tumpang tindih antara Informasi Geospasial Tematik terdapat sekitar 40,6% dari luas wilayah Indonesia permasalahan tumpang tindih yang terjadi.
Akar permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan nasional tersebut muncul perbedaan tumpang tindih informasi peta penataan ruang dan kawasan hutan dan/atau Izin/Hak Atas Tanah. Kemudian, beliau menyampaikan bahwa keberadaan Kebijakan Satu Peta ini telah mendukung sejumlah kebijakan atau program prioritas nasional.
Oleh karena itu, beliau menyampaikan 2 pesan penting bagi BIG dalam membangun kemandirian IG Nasional:
ADVERTISEMENT
Muh Aris Marfai, Kepala BIG menyampaikan sambutannya (sumber: foto tangkapan layar YouTube Badan Informasi Geospasial tentang Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) Tahun 2021)
Kemudian, Muh Aris marfai, Kepala BIG pada sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa IG merupakan bagian penting dalam pemerataan pembangunan antarwilayah. Bukan sekadar pada tataran perencanaan pembangunan semata, tetapi juga pada tataran sistem pengambilan keputusan.
Paparan Suharso Monoarfa, Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rakornas IG (sumber: foto tangkapan layar YouTube Badan Informasi Geospasial tentang Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) Tahun 2021)
Selanjutnya, Suharso Monoarfa, Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam acara Rakornas IG menyampaikan dua arahan presiden bahwa:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Perwakilan dari Kepala BNPB pun hadir dalam acara tersebut dan menyampaikan kebutuhan peta dasar yang mudah, akurat, dan cepat untuk diakses sehingga dapat mendorong semua pihak untuk menggunakan peta dasar nasional sebagai satu acuan yang sama dalam pembuatan peta tematiknya.
Nah, dari serangkaian acara tersebut ada satu hal menarik yang dapat menjadi pemantik bagi kita semua untuk mendukung lahirnya kemandirian IG.
Sekaligus tentunya, untuk menjadikan IG sebagai salah satu alat kita bersama menghadapi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
BIG menekankan bahwa Informasi Geospasial itu milik kita bersama, artinya dalam penyelenggaraan IG di Indonesia yang menganut asas keterbukaan dan demokratis.
Hal tersebut diharapkan akan dicapai melalui pelibatan berbagai pihak yang berkepentingan (termasuk masyarakat) untuk mencapai tujuan bersama, salah satunya penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sederhananya, masyarakat dapat berkontribusi dalam memetakan Indonesia, seperti halnya masyarakat sebelumnya berkontribusi juga dalam memutakhirkan informasi pada peta digital lainnya.
Saya menilai arahan di tingkat nasional tersebut perlu diketahui oleh masyarakat umum, sehingga sosialisasi yang gencar mengenai kebutuhan langkah kolaboratif.
Agar kita semua dapat bersama hadapi pandemi serta memulihkan perekonomian nasional yang memerlukan informasi detail kewilayahan di tiap jengkal tanah NKRI ini.
Pengetahuan lokal geografis wilayah kuncinya adalah pengetahuan dari masyarakat yang perlu diwadahi dan disatukan ke dalam peta dasar secara nasional untuk menggambarkan NKRI dengan lebih berkualitas.
Semoga gambaran tentang IG atau Peta ini dapat memperlihatkan perlunya upaya bahu-membahu di berbagai lini diperlukan untuk mendukung pemerataan pembangunan.
Perencanaan pembangunan tanpa peta akan menjadi buta dan sporadis tanpa arah, tumpah tindih pemanfaatan lahan akan kian menimbulkan konflik berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan satu peta dan satu data yang dibangun oleh kita bersama menjadi titik temu penyelarasan pembangunan secara partisipatif. Bertepatan dengan perayaan kemerdekaan RI, saatnya kita bersama-sama berjuang membangun negeri ini melalui Peta.
***
Semoga tulisan ini dapat menggugah kita untuk bergerak bersama, baik bagi geografer maupun profesi lainnya yang terkait. Termasuk mahasiswa, calon mahasiswa, hingga CPNS yang mendaftarkan diri ke BIG maupun instansi lainnya yang terkait.
Kurang lebih itulah tulisan ringkas berisi gambaran yang saya petik. Berdasarkan pengalaman selama bekerja di BIG, yang dilengkapi dengan reportase ringkas selama mengikuti kegiatan Rakornas IG.
Tentunya dibumbui dengan harapan saya pribadi ke depan dalam meraih mimpi bahwa IG adalah milik bersama dan untuk kita semua.
ADVERTISEMENT