Transformasi dan Kualitas Hidup Digital di Tengah Pandemi COVID-19

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2021 15:58 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertanyaan yang menghantui saya semenjak COVID-19 ini menjajah dan selama mengamati dinamika kebijakan Pemerintah dalam penanganan pandemi adalah kapan kita dapat mulai hidup (digital) berdampingan dengan pandemi COVID-19 secara damai?
ADVERTISEMENT

Lompatan Tranformasi Hidup Digital

Sebagaimana kita ketahui bahwa pandemi COVID-19 ini telah membawa kita melompat dan terdesak untuk dapat hidup secara digital.
Mulai dari kegiatan kerja dari rumah, pertemuan daring, sekolah dari rumah melalui tatap muka daring, hingga semakin meningkatnya kemudahan berbelanja secara daring. Penyiaran TV Analog ke TV Digital pun telah berlangsung.
Bahkan, konsultasi kesehatan hingga pemesanan obat pun dapat dilakukan melalui gawai. Artinya, kehidupan kita disadari ataupun tidak telah bergeser ke transformasi kehidupan baru dan era protokol kesehatan digital.
Setiap kita digesa untuk mempunyai gawai berkoneksi internet agar dapat memasang aplikasi digital pedulilindungi yang memuat informasi vaksinasi dan kesehatan lain terkait pandemi.
Tentunya digitalasi merupakan transformasi kehidupan yang keniscyaan telah sebagian kita jalani selama ini. Upaya konkrit dan kesiapsiagaan digital adalah langkah apik, namun siapkah kita (baca: masyarakat umum) saling bantu menghadapi ini?
ADVERTISEMENT
Transformasi kehidupan ke kenormalan baru hidup digital mungkin sebagian masyarakat yang hidup di perkotaan telah siap, bahkan kini telah hidup secara digital.
Tapi, kita juga tidak bisa menutup mata masih terdapatnya masyarakat yang belum dapat menjangkau konsep hidup digital yang diutarakan oleh Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Senin minggu lalu (9/8).
Lalu, sebenarnya berapakah kualitas hidup digital Indonesia? Siapkah Pemerintah melakukan peningkatan kualtias hidup digital sebagai bagian dari upaya hidup berdampingan dengan COVID-19?
ilustrasi bekerja dari rumah. Photo by engin akyurt on Unsplash

Tingkat Kualitas Hidup Digital Indonesia

Berdasarkan Digital Quality of Life Index 2020 (DQL 2020) atau Indeks Kualitas Hidup Digital 2020 yang dirilis oleh Perusahaan berbasis VPN Surfshark, bahwa 7 dari 10 negara tertinggi kualitas kehidupan digitalnya terdapat di Eropa.
ADVERTISEMENT
Tingginya kualitas hidup digital di Eropa ini, saya rasakan juga sewaktu berkesempatan hidup di Belanda. Saat itu, hampir tidak ada kekhawatiran dalam berseluncur di dunia maya karena stabilitas dan kualitas jaringan internet yang relatif merata dan terjaga.
Ruang publik pun tersedia fasilitas internet dan kini Indonesia pun telah melangkah ke hal yang serupa.
Nah, berbicara tentang stabilitas jaringan internet ini ternyata berdasarkan DQL 2020, pandemi COVID-19 telah berdampak nyata pada stabilitas jaringan internet secara global.
Terdapat 49 dari 85 negara di dunia mengalami dropnya stabilitas jaringan internet mobile dan 44 negara pada kecepatan jaringan internet broadband karena pemberlakuan Bekerja/Belajar dari Rumah.
Gambaran di atas semakin menunjukkan perlunya kesiapsiagaan pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk menjaga jaringan internet apabila kelak hidup digital bersama COVID-19.
ADVERTISEMENT
Diterapkannya secara serentak berbagai kegiatan dari rumah, telah membawa peningkatan ketergantungan hidup manusia pada jaringan internet dan tentunya listrik.
Saking penasaran dengan berada pada peringkat berapa kualitas hidup digital Indonesia berdasarkan laporan tersebut. Saya juga membandingkan Indonesia dengan Tiongkok dan India.
Tangkapan layar perbandingan profil 3 negara dari Digital Quality of Life Index 2020 (sumber: https://surfshark.com/dql2020)
Saya ambil untuk perbandingan karena kedua negara tersebut sempat berada pada fase fluktuatif yang luar biasa juga dalam hadapi pandemi COVID-19, seperti Indonesia.
Berdasarkan pemeringkatan global DQL 2020 tersebut, maka Indonesia berada pada peringkat ke-71 dengan nilai indeks 0,43, sedangkan India berada pada peringkat ke-57 dengan nilai indeks 0,5 dan Tiongkok pada peringkat ke-38 dengan nilai indeks 0,58.
Nilai indeks yang digambarkan pada DQL 2020 di atas didasarkan pada lima pilar penentu kehidupan digital yaitu keterjangkauan internet, kualitas internet, infrastruktur elektronik, pemerintahan elektronik, dan keamanan elektronik.
ADVERTISEMENT
Kita sadari bersama belum seluruh wilayah NKRI terjangkau secara merata jaringan internetnya, jaringan listrik saja masih belum menjangkau sejumlah wilayah tertentu.
Kemudian, kualitas internet Indonesia paling rendah di antara negara Asia Tenggara, jika dibandingkan dengan Tiongkok dan India pun kita masih jelas di bawah mereka.

Upaya Pemerintah dan Kesiapan Kita

Dari pilar infrastuktur, saya melihat telah ada kesiapan dari Kementerian Perindustrian sejak tahun 2018 dengan peluncuran peta jalan “Making Indonesia 4.0”.
Terdapat tujuh sektor prioritas penerapan industri 4.0 pada peta jalan tersebut yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, kimia, farmasi, serta alat kesehatan.
Kejadian pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia pada tahun 2020, semestinya telah memberikan dampak percepatan penerapan teknologi digital di ketujuh bidang industri tersebut sehingga kita dapat berada pada peringkat ke-74 di pilar infrastruktur digital.
ADVERTISEMENT
Saya menilai upaya pemerintah pun semakin gencar dalam kegiatan digitalisasi untuk investasi dan pemulihan perekonomian.
Awal Agustus pada hari Senin (9/8) sebagaimana dilansir sejumlah media, untuk mempermudah dan percepatan investasi di tengah situasi pandemi COVID-19, maka Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko.
OSS Berbasis Risiko merupakan sistem perizinan berusaha terintegrasi elektronik berbasis digital. Bahkan untuk mendukung implementasi OSS tersebut, instansi tempat saya bekerja di bidang pemetaan, juga mendukung percepatan penyediaan peta dasar.
Peta dasar yang memuat informasi sebaran bangunan, jaringan jalan, dan layer unsur geografis lainnya ini digunakan sebagai acuan dasar dalam penyusunan peta tematik rencana detail tata ruang.
Nah, peta tata ruang inilah yang menjadi kunci kejelasan investasi dalam implementasi OSS digital berbasis risiko tersebut.
ADVERTISEMENT
Di samping itu pada sisi pelaksanaan sistem pemerintahan elektronik, saya merasakan peningkatan upaya SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) mulai digencarkan.
ASN kini telah diminta memutakhirkan data pada sejumlah aplikasi elektronik, bahkan melakukan pengelolaan kinerjanya pun secara digital.
Kita dapat lihat juga bahwa penerapan presensi daring dan bekerja dari rumah telah menjadi konsep yang implementatif dimana tadinya baru sekadar wacana dan uji coba pada tahun awal sebelum korona menjajah.
Pekerjaan rumah terakhir dan kunci kepercayaan kita pada dunia digital adalah bagaimana pemerintah dapat menjamin kehidupan digital kita ini memiliki jaminan keamanan elektronik.
Ada dua parameter yang digunakan dalam DQL 2020 yaitu Cybersecurity (Indonesia peringkat ke-39) dan Data Protection Law (dinilai sangat rendah sama dengan India dan Tiongkok).
ADVERTISEMENT
Kemudian, di Mei 2021 di Indonesia juga dihebohkan dengan bocornya data pribadi BPJS Kesehatan. Mencermati kedua kasus tersebut saja, wajar kiranya jika kita dinilai masih rendah dalam peraturan perlindungan data dan kekuatan keamanan siber kita.
Tantangan pemerintah cukup tinggi untuk dapat menjamin keamanan data pribadi kita di era digital. Hidup digital berdampingan dengan pandemi COVID-19 adalah keniscayaan masa depan yang akan kita hadapi bersama.
Jika melihat perkembangan media sosial, warganet Indonesia yang aktif di berbagai media sosial. Kemudian, upaya sebagian besar warga untuk bekerja dan sekolah dari rumah secara daring, hingga pertemuan daring menjadi obat rindu tatap muka.
ADVERTISEMENT
Maka, sebenarnya kecepatan adopsi dan adaptasi masyarakat kita cukup tinggi terhadap media sosial dan teknologi digital.
Namun, dukungan kuat pemerintah diperlukan untuk memeratakan dan mencegah lahirnya ketimpangan perekonomian digital. Peran pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, termasuk peningkatan keamanan dan literasi digital menjadi faktor yang mesti dipikirkan.
Sedangkan, bagi kita masyarakat umum mesti siap sedia payung digital sebelum hujan. Artinya telah tiba saatnya bagi kita untuk saling mengingatkan dan mengedukasi lingkungan sekitar.
Saya pun kembali mengenang momen interaksi dengan keluarga di kampung halaman melalui digital, mengenalkan gawai dan telepon via WA adalah langkah sederhana ke keluarga kita yang saat itu belum perlu menyentuh dunia digital.
Kini kita perlu bersama-sama melangkah di tengah pandemi COVID-19 ini untuk siap menjalani transformasi kehidupan digital guna pemulihan ekonomi kita semua.
ADVERTISEMENT
Saatnya kita untuk tidak larut dalam kecemasan dan bersiap untuk hidup (digital) bersama pandemi COVID-19 dalam jangka panjang.