Obsesi dan Cinta

Akhdan Makarim
Pelajar yg masih berusaha menyelesaikan studi dalam waktu 4 tahun, karena mahalnya 'jasa' pendidikan.
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2017 0:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhdan Makarim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pergi ke luar negeri rasanya nikmat sekali, baru membayangkan saja rasanya sudah indah, apalagi benar-benar terjadi. Aku tiba-tiba terbayang betapa nikmatnya orang-orang yang terlahir di luar negeri. Mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung, dapat menghabiskan waktu hidup dengan nyaman, bersenang-senang dengan segala keagunangan yang ada di negeri mereka, alam yang memanjakan mata, manusia yang taat aturan dan selalu baik, akhirnya mereka selalu dapat mensyukuri nikmat tuhan.
ADVERTISEMENT
Sementara aku, manusia kurang beruntung yang terlahir di Indonesia. Segala ihwal negatif dapat ditemui dengan mudah disini. Yang termahsyur di Indonesia adalah korupsi, bahkan posisinya masuk sepuluh besar teratas. Miris aku, belum lagi dengar kabar negri yang agraris ini ingin impor beras, rasanya nalar warasku masih menolak. Berhutang dengan negara lain, korporasi yang dikuasai asing, sentralisasi daerah, dan masih banyak lagi, hingga tak sanggup aku menulisnya. Yang terbaru tentang para dewan terhormat pilihan rakyat yang ingin memiliki gedung baru, mendengarnya saja seperti ingin berkata kasar.
Hidup di luar negeri berarti dapat bersenang-senang sambil mensyukuri nikmat tuhan, hidup di luar negeri berarti terbebas dari pikiran yang memusingkanku seperti di Indonesia, hidup di luar negeri berarti bisa bertemu dengan orang-orang hebat, hidup di luar negeri berarti selalu mendapatkan hal menarik.
ADVERTISEMENT
Betapa terobsesinya aku ke luar negeri, pikiran mulai terbayang mencari cara untuk ke luar negeri, jikalau memang tak bisa tinggal paling tidak singgah. Betapa terobsesinya aku ke luar negeri, doa-doa kupanjatkan setiap hari untuk merantau ke belahan dunia sana. Jerman, Belanda, Swiss, Rusia, Amerika. Terserah tuhan yang mengabulkan, asalkan aku bisa pergi keluar negeri, aku ingin tinggal di luar negeri. Atau ke negara tetangga juga tak apa, asal tak disini lagi.
Segala usaha akan ku lakukan asal bisa ke luar negeri, beasiswa kuliah selalu aku cari, tak masalah kampus apa dan dimana letaknya asal aku bisa ke luar negeri. Undian atau kuis aku ikuti, asalkan berhadiah ke luar negeri. Hingga tayangan televisi aku pelototi, asal ada tips dan trik untuk ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Sesekali aku menonton tayangan inspiratif agar menggugah selera dan semangatku untuk ke luar negeri, para tokoh inspiratif mulai menceritakan pengalaman dengan berbagai macam latar belakang dan kejadian. Semua sangat menarik, aku tambah tergugah untuk pergi ke luar negri, meninggalkan negeri ini. Dengan meniru usaha-usaha tokoh inspiratif tersebut, rasanya aku juga bisa ke luar negeri, dan mungkin bisa menetap disana.
Menonton tayangan inspiratif masih sering ku lakukan. Ketika itu aku melihat tayangan talkshow yang digelar di Belanda dengan peserta orang Indonesia yang menetap disana. Beramai-ramai mereka menyimak, seperti talkshow pada umumnya. Menarik, aku menunggu kisah inspiratif yang disampaikan pembicara. Diakhir acara, lagu Tanah Airku ciptaan ibu Sud dinyanyikan bersama-sama, perlahan peserta meneteskan air mata, entah hal apa yang dipikirkan, atau mungkin rindu kampung halaman, mungkin pula merasa berhutang dengan Indonesia. Tak tahu, tapi disini aku merinding menontonnya, haru. Hanya dengan mendengar lagu.
ADVERTISEMENT
Obsesiku seakan luntur dan hilang begitu saja, obsesiku yang kuat selama ini kalah hanya dengan mendengar sebuah lagu, lagu tentang Indonesia.