Asian Para Games, Meraih Mimpi Menembus Keterbatasan

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
28 September 2018 5:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PARA PENEMBUS BATAS. (Foto: Anggoro Fajar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
PARA PENEMBUS BATAS. (Foto: Anggoro Fajar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Berada di titik terbawah kehidupan mungkin pernah dialami seseorang, tak terkecuali bagi mereka yang berjuang untuk mengharumkan nama bangsa di kanca Internasional. Seperti Suryo Nugroho dan Ukun Rukaendi, meski memiliki fisik tak sempurna, dia berhasil bangkit dan membuktikan bahwa dirinya bisa berprestasi. Kini dia tengah berjuang untuk menjadi yang terunggul di Asian Para Games.
ADVERTISEMENT
Penasaran bagaimana kisah Suryo dan Ukun dalam menembus keterbatasan itu, simak story berikut ini.
1. Satu Tangan Membawa Impian
Sejak berusia 7 tahun saya sudah gemar bermain bulu tangkis. Waktu itu, saya adalah atlet cilik yang bercita-cita menjadi atlet sungguhan saat dewasa kelak. Cita-cita itu hampir pupus kala di kelas 5 SD, saya mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan lengan kiri ini diamputasi. Ya, amputasi. tidak ada cara lain.
Kalau ada orang bertanya, "Kamu nge-down enggak saat harus diamputasi?" Jawabannya, sangat nge-down. Tiga tahun sejak itu saya tidak pernah bermain bulu tangkis dan olahraga apapun lagi.
2. Bersyukur dan Meraih Mimpi di Tengah Lemahnya Kaki
Saya lahir di lingkungan keluarga yang hobi olahraga, terutama almarhum bapak dan kakak-kakak saya yang menyukai bulu tangkis. Namun, saya berbeda dari anak-anak kebanyakan. Saya memang terlahir normal, hingga di umur 2 tahun musibah menimpa yang membuat salah satu kaki saya lemah dan sulit berjalan.
ADVERTISEMENT
Kebetulan saya anak paling kecil, jadi sering kali ikut bermain bersama bapak dan kakak-kakak. Awalnya hanya disuruh mengisi posisi yang kosong saat bermain game ganda bulu tangkis. Dari sinilah, olahraga, khususnya bulutangkis mulai memotivasi saya.
3. Pasca-G30S: Sudahkah Sektor Keamanan Kita Bereformasi?
Setiap mendekati akhir bulan September, di Indonesia, pembahasan mengenai G30S selalu mencuat ke permukaan. Bukan berarti di luar tanggal-tanggal tersebut orang-orang berhenti membahas peristiwa G30S, hanya saja, kuantitas pembahasannya selalu menanjak di bulan September. Hampir seluruh rakyat Indonesia setuju bahwa 30 September 1965 merupakan hari kelam. Tujuh jenderal terbunuh dan anggota PKI diduga sebagai pelaku.
Kendati buku-buku pelajaran sejarah di sekolah kerap menuliskan G30S merupakan upaya PKI untuk mengkudeta Soekarno, sejumlah buku, jurnal, dan tulisan lain menyebutkan bahwa peristiwa tersebut justru didalangi oleh Soeharto. Melalui gerakan strategis tersembunyi, Presiden Soeharto merancang agar peristiwa G30S terjadi dan dengan menjadikan PKI sebagai kambing hitam.
ADVERTISEMENT
4. Beli iPhone Baru atau Barang yang Lain?
Waktu pertama kali iPhone X keluar, harganya dirasa cukup fantastis antara Rp 17 jutaan sampai dengan Rp 20 jutaan. Banyak orang menilai bahwa untuk harga sebuah handphone terlalu mahal. Dan memang, bagi beberapa orang, harga untuk sebuah handphone yang lebih mahal dari motor itu terasa “keterlaluan”.
Pasti kamu pernah mendengar tidak hanya satu kali, bahkan mungkin beberapa kali bahwa “lebih baik membeli sebuah sepeda motor baru daripada membeli handphone semahal itu.” Bahkan beberapa memiliki ide untuk membeli dua unit sepeda motor bekas dan kemudian motornya digunakan untuk usaha ojek online saja.
Untuk membaca story yang lainnya, ikuti Aksara di sini.