Bocah Gembala Jadi Sarjana hingga Pentingnya Birokrat Memahami Media

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
1 Juni 2018 8:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
3 user story pilihan pekan ini! (Foto: Bagus Permadi)
zoom-in-whitePerbesar
3 user story pilihan pekan ini! (Foto: Bagus Permadi)
ADVERTISEMENT
Pendidikan memang tidak lepas dari perkara ongkos yang terasa makin mencekik. Namun toh peminatnya tak kunjung surut karena ia memiliki nilai sebagai alat untuk melakukan emansipasi. Orang-orang berani menempuh beragam cara yang tak mudah untuk dapat mengakses pendidikan, terlebih jika ia adalah seorang bocah penggembala. Contohnya kisah otobiografi Muhammad Darisman 'Si Bocah Gembala' yang dipilih sebagai satu dari tiga User Story terbaik Aksara edisi ini.
ADVERTISEMENT
Tentu kamu juga bisa menulis User Story untuk masuk dalam Aksara edisi berikutnya. Kamu dapat menulis sesuai tema yang diminati dan bidang yang dikuasai. Tulisan kamu berkesempatan untuk muncul di timeline utama dan dipromosikan di semua media sosial kumparan. Sehingga kamu dapat menjangkau pembaca seluas-luasnya.
1. Kisah Bocah Gembala Jadi Sarjana
Bagi seorang bocah penggembala sapi, ongkos yang mesti dikeluarkan untuk mengenyam pendidikan memang tak murah. Sehingga menyanggupi kemauan untuk berpendidikan sama artinya dengan menempuh jalan panjang yang tak mudah. Itulah alasan aku, dalam kisah 'Kisah Bocah Gembala Jadi Sarjana', bekerja mengumpulkan kayu-kayu sisa pemotongan dari gudang kayu saat masih Sekolah Dasar.
Pekerjaan pertama itu mengantarkan aku pada pekerjaan-pekerjaan lain untuk memenuhi ongkos hidup dan pendidikan. Dari mencari pakis, mengumpulkan kardus bekas, membersihkan rumput pekarangan tetangga, mengantar galon, mencuci motor, hingga menggembala sapi — semua aku lakoni. Kisah ini merupakan otobiografi singkat penulisnya, Muhammad Darisman, yang percaya bahwa "Pendidikan adalah hak semua orang yang mau sungguh-sungguh belajar, juga salah satu prioritas hidup yang patut kita perjuangkan."
ADVERTISEMENT
2. Memaknai Ramadhan bersama Biker Muslim Bandung
Tiap orang mungkin memiliki cara masing-masing untuk memaknai bulan Ramadhan, tak terkecuali mereka yang tergabung dalam sebuah klub motor di Bandung. Tak selamanya klub motor itu berbuat onar, merampas aspal bak raja jalanan. Membunyikan klakson bagi siapa saja yang menghalangi lajur kendaraan, memacu kendaraan di ambang batas kecepatan.
Para pengendara kuda besi dari Biker Muslim Bandung memaknai Ramadhan untuk menimba ilmu agama dan berbagi berkah kepada anak yatim piatu di Bandung. Mereka berbuka bersama 100 anak yatim piatu dengan sebelumnya diawali ngabuburit berkeliling Kota Bandung. Keseruan kegiatan penuh canda dan tawa itu ditutup dengan membagikan makan sahur kepada warga kurang mampu.
3. Media, Budaya, dan Peran Profesional Birokrasi
ADVERTISEMENT
Media dan budaya memiliki hubungan yang cukup dekat dan keduanya memiliki relasi saling ketergantungan. Di satu sisi, media berperan sebagai instrumen pembentukan budaya, sementara di lain sisi budaya memerlukan media untuk menyebarkan nilai-nilai maupun sebagai medium untuk mengubah kebudayaan. Namun persoalannya, kerap kali kedua hal itu dijadikan tunggangan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dengan memanipulasinya.
Bukan tak mungkin dan tak terjadi bahwa penguasa — pemerintah maupun swasta yang memiliki modal untuk menguasai sumber daya — memiliki tujuan yang tak sesuai untuk kebaikan publik. Baik media maupun budaya bukan sebuah ruang tertutup yang tidak bisa diintervensi dan dipolitisasi oleh siapapun. Di sinilah pentingnya birokrat memahami kajian media dan budaya. Artikel Diyan Nur Rakhmah ini merupakan upaya 'mengganggu' para birokrat agar mewaspadai setiap kepentingan dalam birokrasi.
ADVERTISEMENT