Dari Fenomena Artis 'Nyaleg' hingga Kerinduan Anak Rantau

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
16 Juli 2018 6:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilham Bintang di "Apa Kabar Indonesia" TVOne (Foto: Dok: Ilham Bintang)
zoom-in-whitePerbesar
Ilham Bintang di "Apa Kabar Indonesia" TVOne (Foto: Dok: Ilham Bintang)
ADVERTISEMENT
Artis nyaleg sudah menjadi obrolan rutin jelang pemilihan umum. Namun, di era ketika media sosial semakin marak seperti sekarang, pembicaraan soal 'artis nyaleg' tentu tidak akan sama.
ADVERTISEMENT
Lewat tulisannya, Ilham Bintang menghadirkan ide yang cukup menggelitik. Ia seakan bertanya, "Artis di media sosial bisa banyak melontarkan komentar, kenapa di parlemen tidak?" Tak pelak, tulisannya tersebut menjadi salah satu dari 3 user story dalam Aksara edisi ini.
1. Artis Nyaleg: Ingat, Parlemen Bukan Bungker
Kata kunci pemilu memang harus dikenal luas oleh publik. Artis penyanyi, pemain film, pemain sinetron yang produktif, pasti dikenal luas, dan punya fans sekaligus kans besar. Itu bisa kita lihat di akun media sosial mereka masing-masing, seperti Twiiter, Facebook, Instagram, dan sebagainya.
Ada beberapa artis kita yang punya 20 juta followers? Sementara, untuk menjadi anggota parlemen, butuhnya paling banyak 'hanya' 400 ribu.
2. Jangan Tidur Terus, Coba Deh Pelajari Blockchain
ADVERTISEMENT
Ketika Indonesia lagi sibuk mencari Calon Wakil Presiden 2019-2024 (Calon Presidennya lebih jelas!), dunia lagi getol membicarakan blockchain. Ini apa ya? Ini teknologi yang kehadirannya, katanya, akan setara dengan kehadiran internet di masa silam.
Jadi pertukaran uang, data, dan informasi nantinya tidak butuh pihak ketiga. So, kalau teman-teman belanja di Lotte dengan debit kan butuh otorisasi bank untuk perpindahan uang ya, nanti tidak butuh bank.
3. Mamak, Tunggu Aku Empat Tahun Lagi
Mamak berteriak bangga saat aku menunjukkan kata lulus di hasil ujian SBMPTN. Namun dalam hati, kami berdua sama-sama bimbang. Keberhasilanku untuk dapat masuk ke Universitas Indonesia (UI) membuatku harus hidup terpisah dengan mamak. Mamak adalah orang tua tunggal, bapak sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Aku adalah anak tunggal, tumpuan harapan sekaligus beban mak satu-satunya.
ADVERTISEMENT
Jika aku pergi ke Jakarta, mamak akan tinggal sendiran di rumah bersama dengan kenangan bapak.
Ikuti terus Aksara untuk user story pilihan setiap harinya.