Menjadi Wartawan: Tidak Mandi hingga Raih Sertifikasi

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
11 November 2018 3:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jurnalis. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Enam wartawan kumparan berbagi kisah sepanjang menjalani profesi mereka. Kendati punya masa bakti yang berbeda-beda, tahun ini keenamnya berhasil mendapatkan sertifikasi kompetensi wartawan dari Dewan Pers.
ADVERTISEMENT
Simak uraian singkat kisah mereka berikut.
1. Saat Jadi Wartawan Biasa-biasa Saja Tak Cukup (Nabilla Fatiara)
Perjalananku jadi jurnalis di kumparan dimulai pada September 2017. Selama dua bulan pertama, aku belajar meliput di beberapa desk, dikasih berbagai macam agenda dan digeser ke sana kemari.
Capek? Iya. Diomelin redaktur karena lama bikin berita? Pernah. Dikritik karena angle berita enggak menarik? Pernah juga. Dibilang enggak peka jadi wartawan? Hmm, pernah. Tapi di situ esensinya. Pressure membuat kita jadi terlatih, tahan banting.
2. Asam Manis Jadi Wartawan kumparan: Pengalaman 4 Hari Tidak Mandi (Mirsan Simamora)
Genap setahun menjadi seorang wartawan kumparan. Aku memilih jauh meninggalkan keluarga dan orang-orang yang dicinta di Sumatera Utara. Jangan tanyakan soal rindu, berat.
ADVERTISEMENT
Tapi, Buya Hamka bilang memang harus begitulah seorang laki-laki, dalam buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck: Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang, hidupnya ialah buat berjuang, kalau perahunya telah dikayuhnya ke tengah, dia tak boleh surut palang, meskipun bagaimana besar gelombang. Biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada membalik haluan pulang.
3. Setahun di kumparan: Menyambung Asa, Menepis Kecemasan (Soezono Eben Ezer Sarsum)
Menjadi seorang, wartawan nafsu dan hasrat ingin tahuku selama ini terjawab. Yang tidak kau tahu, tanyakan padaku juga bisa kujawab. Segala hal yang tak pernah kutahu di bangsa ini menjadi aku tahu dan keinginan yang sempat tersirat dalam benak malah menjadi kenyataan. Semua orang bertanya aku bisa jawab dan beritahu, aku puas dan udah memuaskan banyak orang.
ADVERTISEMENT
Hari ini aku bebas menulis, menuangkan ide-ide, menyusun kata sesuai fakta dan tentunya berguna bagi pembaca, juga bangsa dan negara, kebenaran itu harus diikhtiarkan bukan didiamkan
4. Wartawan, Mimpi yang (Hampir) Jadi Kenyataan (Brian Hikari Janna)
Sejak dulu aku cuma punya satu impian: Jadi wartawan. Berawal dari iseng nimbrungin Bapak nonton berita, hingga sekarang jadi salah satu pewarta. Tepatnya enam tahun lalu, saat aku memantapkan niat untuk mengejar mimpi jadi wartawan internasional. “Bismillah,” kata diriku waktu itu, sambil menempel ‘poster impian’ ke dinding kamar.
Kutatap baik-baik poster itu dengan penuh ambisi. Kupenuhi diriku dengan rasa percaya diri. Cowok berumur 16 tahun itu akhirnya menemukan jati diri.
5. Menjadi Wartawan Bukan soal Menulis Berita Saja (Jofie Yordan)
ADVERTISEMENT
Rasanya seru bisa membuat tulisan informatif yang bisa dibaca banyak orang. Tentunya, informasi yang diberikan itu harus berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dan juga berasal dari sumber yang dapat dipercaya.
Hal inilah yang saya anut selama dua tahun ini menjadi wartawan di kumparan. Dari awal, para senior di kumparan telah mengajarkan bagaimana etika jurnalistik yang dijadikan pedoman selama bekerja sehari-harinya.
6. Gagal Jadi Atlet Bulu Tangkis, Kini Mantap Jadi Jurnalis (Nesia Qurrota A'yuni)
Dari lahir hingga kelas tiga SMP aku hanya memiliki satu cita-cita, yaitu menjadi atlet bulu tangkis. Rasanya seperti begitu menyenangkan membela nama negara di kancah internasional dengan melakukan hal yang digemari. Ada Taufik Hidayat, Lilyana Natsir, dan sederet nama pebulu tangkis lain yang menjadi inspirasi saat itu.
ADVERTISEMENT
Namun, kenapa aku sekarang justru jadi jurnalis di sebuah media online bernama kumparan bukan jadi pebulu tangkis? Ceritanya panjang, semoga kamu mau membacanya.
Ikuti Aksara edisi lainnya di sini.