news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Orang Cacat Menyingkirlah hingga Nalar Demokrasi Kampus Mati

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
22 Agustus 2018 7:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mahasiswa Unnes kepung rektorat. (Foto: Dok. Siti Kholipah)
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa Unnes kepung rektorat. (Foto: Dok. Siti Kholipah)
ADVERTISEMENT
Selamat Idul Adha pembaca kumparan. Sembari menyantap hidangan lebaran, silakan cek tiga story dari user kami yang masuk edisi ini ya. Di antaranya, ada Liza L Arifin yang menulis tentang betapa tidak bersahabatnya negara ini dengan difabel. Dengan judul Orang Cacat Menyingkirlah membuat tulisannya menjadi bentuk yang sangat satire.
ADVERTISEMENT
1. Orang Cacat Menyingkirlah (Liza L Arifin)
Sepertinya menjadi orang cacat fisik atau berkebutuhan khusus di negeri ini adalah akhir dari kehidupan sosial anda. Suprastruktur (cara berfikir) dan infrastruktur (turunan dari cara berpikir dalam bentuk fasilitas dan fisik) di negeri ini sama sekali tak bersahabat untuk orang cacat.
Saya berbicara dari sudut pandang orang yang sebelumnya sehat dan kemudian belakangan menjadi orang yang terpaksa menggunakan alat pembantu mobilitas kursi roda.
2. Demonstrasi Mahasiswa Unnes dan Matinya Nalar Demokrasi Kampus (Antoni Putra)
Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) beberapa waktu yang lalu berbuntut panjang. Beberapa mahasiswa yang terlibat dalam aksi itu menerima surat teguran karena melanggar peraturan rektor tentang kode etik yang salah satu isinya melarang mahasiswa untuk berdemonstrasi.
ADVERTISEMENT
Ini tentu salah satu bentuk matinya nalar demokrasi dari pihak kampus. Keadaan di mana rektornya antikritik dan berupaya membunuh nalar kritis mahasiswa. Ini tentu merupakan bentuk nyata dari pengkhianatan terhadap demokrasi.
3. Kekeringan Ekstrem di Belu dan Upaya Pemerintah Mengairi NTT (George Junior)
Kurangnya air bersih merupakan salah satu permasalahan serius di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal tersebut diungkapkan Bupati Belu, Willybrodus Lay, saat peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) angkatan ke-61 mengunjungi beliau pada Selasa, 14 Agustus 2018.
Situasi di Belu merupakan lazim di Provinsi NTT. Menurut monitoring Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bulan Juli lalu, wilayah NTT umumnya mengalami curah hujan dengan kategori Rendah (0-50 mm). Lebih lanjut, diprediksi sembilan dari 22 kabupaten/kota di NTT pada bulan Agustus ini berada dalam kategori kekeringan ekstrem atau lebih dari 60 hari tanpa hujan.
ADVERTISEMENT
Kamu bisa melihat story yang kami rekomendasikan di sini.