Penanggulangan Gempa-Tsunami hingga Kisah 2 Atlet Asian Para Games

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2018 6:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga melihat rumah yang hancur di wilayah Balaroa akibat gempa bumi, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga melihat rumah yang hancur di wilayah Balaroa akibat gempa bumi, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagai negeri yang dikelilingi 'cincin api', Indonesia sering mengalami bencana alam berupa gempa hingga tsunami. Berkali-kali bencana itu menerpa, tetapi kesiapan kita seolah tak kunjung terasah. Padahal dengan memahami mitigasi bencana, kita dapat menekan jumlah korban jiwa.
ADVERTISEMENT
Persoalan itu diurai Andy Armansyah melalui artikelnya berjudul 'Teori dan Praktik Penanggulangan Bencana Gempa-Tsunami di Indonesia'. Tulisan itu menjadi satu dari empat user story yang terpilih dalam Aksara edisi ini. Berikut kutipan singkat keempat user story tersebut.
1. Teori dan Praktik Penanggulangan Bencana Gempa-Tsunami di Indonesia
Sejak tsunami Desember 2004, telah tercatat beberapa kali tsunami menerjang Tanah Air antara lain: tsunami di Pangandaran pada 2006, tsunami Mentawai, tsunami di Biak, dan terakhir tsunami di Palu. Kalau kita menengok ke belakang saat kejadian tsunami tersebut, bahwa banyaknya korban jiwa juga disebabkan faktor kurangnya kesiapsiagaaan baik di tingkat pemerintahan yang bertanggung jawab dalam menyiapkan tata laksananya, juga di level masyarakat.
Seharusnya dengan berkaca kejadian di masa lalu, pemerintah dengan segala perlengkapan teknologi pendukung sudah bisa memberikan peringatan dini sehingga bisa meminimalisir banyaknya korban jiwa. Namun laporan BNPB menyatakan bahwa alat pendeteksi tsunami sudah tidak berfungsi lagi sejak 2012. Di sisi lain kapasitas kesiapsiagaan bencana di level masyarakat juga belum sepenuhnya kuat.
ADVERTISEMENT
2. Fatwa 'Halal' Menjarah dari Pemerintah
Dampak dari 'fatwa' Tjahjo sangat terasa di lapangan. Warga segera menyerbu beberapa mini market, dan toko-toko yang menyediakan bahan makanan dan minuman. Tidak hanya berhenti pada toko makanan dan minuman, warga juga menyerbu beberapa toko telepon seluler dan supermarket.
Mereka tidak hanya mengambil bahan makanan, tapi juga berbagai alat elektronik. Sejumlah relawan yang membawa bantuan diadang warga dan dijarah. Padahal terlihat lokasi di sekitar kejadian tidak terjadi bencana. Rumah mereka masih tegak berdiri.
3. Di Atas Sepeda, Satu Tangan Tak Lumpuhkan Asa
Melalui pengalaman ini, saya berpesan kepada semua orang tua di Indonesia yang memiliki anak difabel: jangan malu membiarkan mereka bermain di luar rumah, ajarkan untuk mandiri, dan dorong mereka untuk berani dan percaya diri.
ADVERTISEMENT
Kepada seluruh warga Indonesia, saya mohon dukungan untuk para atlet Indonesia di Asian Para Games 2018. Walaupun kami memiliki keterbatasan fisik, tetapi kami bisa berprestasi.
4. Saya dan Catur: Menembus Batas dengan Penglihatan Terbatas
Berbagai prestasi yang saya toreh menjadi bukti bahwa kekurangan fisik tidak akan menghentikan kemauan keras seorang Gayuh. Saya sudah cukup bersyukur dengan kondisi fisik ini dan menolak melakukan operasi karena risiko kebutaan total jika operasi tidak berhasil.
Kini, menghadapi Asian Para Games 2018, saya akan berusaha bermain sebaik mungkin. Soal hasil, saya serahkan kepada kuasa Tuhan. Yang terpenting buat saya adalah bermain santai dan tanpa beban, sehingga saya bisa berkonsentrasi di setiap pertandingan. Catur adalah kesenangan.
ADVERTISEMENT
-----------------------------------------------
Tertarik membaca user story pilihan Aksara lainnya? Ikuti Aksara di sini.