Sisi Gelap Transfer Pemain Bola hingga Kisah Membelotnya Abdi Negara

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
28 Mei 2018 1:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
#UserStory pilihan hari ini. (Foto: Bagus Permadi)
zoom-in-whitePerbesar
#UserStory pilihan hari ini. (Foto: Bagus Permadi)
ADVERTISEMENT
Lapar dan haus adalah hal yang begitu terasa saat Ramadan. Namun, lewat tulisannya, Syahirul Alim mengingatkan kita bahwa puasa bukanlah mengenai hal-hal yang sifatnya lahiriah. Disampaikan dengan kata-kata yang 'mengena', tulisan Syahirul Alim menjadi satu dari 5 User Story pilihan Aksara edisi ini.
ADVERTISEMENT
Tentunya, kamu juga bisa menulis User Story, untuk kemudian menjadi kandidat untuk Aksara edisi berikutnya. Cukup klik 'Create Story' dan tuliskan ide, pemikiran, atau ceritamu.
1. Memahami Puasa Esoteris
Puasa lebih banyak dipahami sebagai bentuk ibadah secara eksoteris (lahiriah) dibanding esoteris (batiniyah). Menahan lapar dan dahaga merupakan bentuk “kesengsaraan” fisik yang seringkali ditonjolkan dalam sebuah aktivitas puasa.
Padahal, sebagai ibadah yang langsung dinilai dan hanya untuk Tuhan (as-shaumu lii wal ajzi bii), puasa harusnya lebih terkait pada dimensi batiniyah. Sebab, Tuhan tak mungkin dipahami dalam dunia fisik-lahiriah.
2. Kisah 4 Abdi Negara yang Membelot dari Tanah Airnya
Abdi negara juga manusia. Mereka memiliki perasaan, yang kadang dapat menimbulkan dilema dalam diri. Oleh karenanya, bisa dipahami bila ada prajurit atau agen mata-mata yang mengundurkan diri dari tugas negaranya. Dalam banyak kasus, ada pula yang membelot dan mencari suaka politik ke lawan negaranya.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini, ada 4 kisah abdi negara yang membelot dari tanah air mereka, dan memberikan rahasia negara kepada musuh. Mereka adalah No Kum Sok, pilot pesawat tempur Korea Utara; Fritz Schmenkel, tentara Nazi; Viktor Ivanovich Belenko, pilot pesawat tempur Uni Soviet; dan Rahmat Shigeru Ono, serdadu Jepang.
3. Menjelajahi Jejak Mbah Pram
Pramoedya Ananta Toer atau yang akrab kami panggil Mbah Pram--kala membicarakan karya-karyanya dalam ruang-ruang diskusi--adalah seorang sastrawan ulung yang lihai memainkan pena di atas kertas. Terlebih, karya-karya sastranya selalu bersentuhan dengan polemik akar rumput, di mana penguasa kerap ketar-ketir dibuatnya.
Hari ini, saya berkesempatan berkunjung di pameran yang bertajuk 'Namaku Pram', catatan dan arsip mengenai perjalanan karya Mbah Pram selama hidupnya. Pameran 'Namaku Pram' terdiri dari beberapa bagian di antaranya adalah timeline yang berupa narasi biografi Mbah Pram dari kecil hingga dewasa. Kemudian, sejumlah buku, arsip, dan kartu pos dari istrinya kepada Mbah Pram di tahun 1970-an.
ADVERTISEMENT
4. Kalau Gue Gendut, Emang Salah?
Mungkin ada yang berpikir orang gendut itu enggak bisa apa-apa, nyusahin, atau bahkan memalukan saat digandeng di tempat umum. Percayalah, enggak semua orang gendut kayak gitu. Aku bisa kerja di hotel, yang punya jam kerja minimal 10 jam, dan itu harus full berdiri tanpa istirahat; aku mampu berenang 500 meter bolak-balik tanpa berhenti, dan pernah ikut lomba juara 4 dari 8 peserta.
Nyatanya, belum tentu orang-orang yang pernah mem-bully dapat mencapai hal itu. Jadi, untuk wanita gendut, percayalah kalian itu memiliki kelebihan (selain kelebihan berat badan) yang bisa kalian banggakan. Ingat, kita itu bukan kekurangan tapi kelebihan. Kita harus mensyukuri, dan terus berusaha untuk membuktikan kalau kita bisa melakukan kegiatan apapun tanpa batasan.
ADVERTISEMENT
5. Perdagangan Anak, Sisi Gelap Transfer Pemain Bola Dunia
Kolonalisme dan imperialisme, selain menghambat pembangunan di negara-negara 'dunia ketiga', juga menciptakan kasta-kasta dalam persepak-bolaan dunia. Sehebat apapun pemain Amerika Latin, tetap liga di Eropa yang menempati kasta paling tinggi. Di sanalah harapan dan impian, tempat para pemain bola muda dunia ingin bermain.
Sayangnya, di balik gemerlapnya liga-liga Eropa, ada sisi gelap yang bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Di Eropa, pemain muda dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin, kerap dijanjikan akan bermain dalam pertandingan uji coba yang akan mengarah pada kontrak profesional. Namun, ketika para pemain muda tiba di Eropa, ternyata tidak ada pencari bakat dari klub profesional yang menunggu untuk menonton laga mereka.
ADVERTISEMENT
Ikuti terus Aksara di sini.