Fenomena Online Thrift Shop yang Bertentangan dengan Hukum Indonesia

Alfian Mahendra
saya bingung, kenapa saya ada disini
Konten dari Pengguna
22 November 2022 21:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfian Mahendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena thrifting di Pasar Turi, Kec. Bambanglipuro, Kab. Bantul, DIY. (foto: dokumen penulis)
Gaya hidup seperti saat ini, mencerminkan perkembangan globalisasi dunia. Industri fashion yang semakin berkembang dan meluas mengakibatkan perbincangan masyarakat luas. Di Indonesia, toko pakaian tersebar luas di berbagai daerah, ada yang berbentuk offline shop maupun online shop, disisi lain ada juga toko pakaian yang menjual pakaian bekas impor atau biasa disebut thrift shop.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, menjual pakaian bekas dilarang oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, serta melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Hal ini dilarang karena dapat mengganggu kesehatan individu yang memakainya. Meski sangat populer dan dianggap bermanfaat bagi lingkungan, penjualan produk bekas di Indonesia tidak sepenuhnya legal.
Secara hukum penjualan pakaian impor bekas dilarang karena bertentangan dengan beberapa hukum positif di Indonesia, yaitu PERMENDAG Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, serta melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
ADVERTISEMENT
Larangan tersebut terdapat dalam Lampiran II PERMENDAG Nomor 40 tahun 2022 yang memiliki kode HS 6309.00.00 yang bertuliskan Pakaian Bekas dan barang bekas lainnya (barang dilarang impor). Dalam Pasal 47 Ayat (1) UU Perdagangan, dimana UU Perdagangan memerintahkan untuk impor barang dalam keadaan baru, serta dalam Pasal 36 UU Perdagangan melarang perdagangan barang yang dapat mengancam perekonomian dan kesehatan masyarakat maupun lingkungan hidup. Sudah jelas menjual pakaian impor bekas dilarang di Indonesia.
Impor pakaian bekas dapat ‘menghancurkan’ industri tekstil kecil dan menengah di Indonesia, karena impor pakaian bekas memuat brand-brand terkenal dan harga dapat lebih murah dari brand lokal Indonesia. Bagi masyarakat yang membeli pakaian bekas, pakaian bekas memberikan nilai ekonomis karena harga yang murah. Terlebih di zaman sekarang, dunia teknologi semakin berkembang, banyak online thrift shop tersebar luas di berbagai platform online shop.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan tujuan bagi negara-negara eksportir pakaian bekas. Penyelundupan pakaian bekas ini melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di berbagai pelabuhan di Indonesia, kiriman terbanyak dari China, Jepang, dan Korea Selatan. Tiba dalam bentuk karung-karung atau biasa disebut bal thrift. Sebenarnya pekerja pelabuhan maupun penampung pakaian bekas bukan karena tidak paham peraturan, tetapi ada “pihak lain” yang mengatur dan mementingkan tujuannya sendiri maupun kelompok.
“Sepertinya penerapan peraturan-peraturan tentang penjualan pakaian bekas impor akan sia sia mas, karena sekarang masyarakat lebih memilih barang yang murah dan layak pakai. Selama thrifting masih trend dan viral, penyelundupan pakaian impor bekas akan selalu ada atau istilahnya jalan tikus itu pasti ada mas”, ujar Jenggo alias Angga, salah satu pedagang pakaian impor bekas di Pasar Turi, Kec. Bambanglipuro, Kab. Bantul, DIY melalui wawancara kebutuhan skripsi.
ADVERTISEMENT