news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bagaimana Sektor Energi Dapat Memicu Terjadinya Konflik?

Alfikri Oktavian
an International Relations Student in Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
13 Januari 2021 10:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfikri Oktavian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Bidness Etc.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Bidness Etc.
ADVERTISEMENT
Sektor energi menjadi salah satu sumber yang berperan penting dalam kehidupan politik dan ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Hal ini pun menyebabkan situasi global yang bertumpu pada ketergantungan energi. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, minyak mentah, dan gas alam pun menjadi contoh energi yang sangat dibutuhkan. Energi dan sumber daya alam dapat menjadi sumber peluang ekonomi namun berpengaruh terhadap keberlanjutan sosial ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu, dipertimbangkannya penggunaan bahan bakar fosil menjadi penggunaan energi terbarukan.
Energi terbarukan atau sering disebut sebagai energi bersih, berasal dari proses alami yang tak dapat habis. Contohnya, sinar matahari yang terus bersinar atau angin terus bertiup meskipun ketersediaannya tergantung waktu dan cuaca. Beberapa jenis energi terbarukan saat ini seperti tenaga surya, angin, hidroelektrik, biomassa, hingga panas bumi. Energi terbarukan pun telah diakui di seluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan energi jangka panjang yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Investasi dalam teknologi energi bersih berjumlah lebih dari $ 330 miliar pada tahun 2017 dan diperkirakan akan meningkat selama beberapa dekade mendatang yang dapat menyebabkan permintaan mineral penting untuk teknologi ini berubah. Sebagai contoh, pasar baterai lithium-ion global dapat meningkat lebih dari empat kali lipat menjadi $ 93 miliar pada tahun 2025. Seiring dunia terus beralih dari minyak, gas, dan batu bara ke tenaga surya dan angin, pembuat kebijakan harus mengambil langkah dengan hati-hati untuk memperbaiki risiko eksternalitas negatif dari lanskap ekstraksi mineral yang berubah.
Pertumbuhan teknologi energi bersih dapat meningkatkan risiko setidaknya tiga jenis konflik sebagai berikut.
Pertama, cadangan logam dan mineral untuk teknologi energi bersih dapat memicu konflik kekerasan di negara yang memiliki lembaga dan supremasi hukum yang lemah. Di banyak negara kaya minyak, negara berkembang dengan sumber daya alam yang besar sering mengalami korupsi dan kekerasan karena berbagai kelompok bersaing untuk mengendalikan operasi ekstraktif yang menghasilkan pendapatan pribadi. Misalnya, the Democratic Republic of the Congo (DRC) menghasilkan lebih dari 60 persen kobalt dunia, komponen utama baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik dan penyimpanan listrik. Negara ini telah mengalami konflik kekerasan yang meluas, yang dilanggengkan oleh kekayaan pertambangan dan telah mendorong pembentukan sekitar 70 kelompok bersenjata yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran dan membuat jutaan orang mengungsi.
ADVERTISEMENT
Kedua, mineral ini juga dapat menimbulkan persaingan antar negara atas milik bersama global. Dapat dilihat seperti kasus Samudra Arktik dan Laut Cina Selatan, dua wilayah maritim yang diperebutkan sama-sama mengandung deposit mineral dan logam yang cukup besar di sepanjang garis patahan bawah laut. Saat penyusutan es membuka lebih banyak Samudra Arktik, eksplorasi endapan mineral laut dalam yang berguna untuk teknologi energi bersih dapat mendorong negara-negara yang mengklaim wilayah di kawasan itu untuk menegaskan klaim mereka dengan lebih tegas. Di Laut China Selatan, Beijing telah mulai mengembangkan kapasitas penambangan laut dalam, yang akan berkontribusi pada upayanya untuk membangun kendali atas dasar laut yang kaya mineral. China telah menunjukkan kesediaannya untuk memamerkan hukum internasional dan melanggar klaim kedaulatan negara lain atas dasar laut. Konflik atas mineral laut dalam akan memperburuk sengketa ini.
ADVERTISEMENT
Terakhir, hegemoni Tiongkok atas operasi penambangan global dari banyak mineral penting ini menciptakan risiko bahwa Tiongkok akan menggunakan elemen-elemen ini sebagai senjata perdagangan.
Secara langsung maupun tidak langsung, energi berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pertama, energi menciptakan lapangan kerja dan nilai dengan mengekstraksi, mengubah, dan menyebarkan barang dan jasa energi. Kedua, melalui dampak dari sektor energi yang dapat meningkat di seluruh sumber perekonomian. Selain berperan penting dalam ekonomi, tak dapat dipungkiri bahwa sektor energi dapat menimbulkan risiko konflik.
Lantas bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Seperti yang kita ketahui, keberadaan beberapa bahan bakar fosil dan jalur pengangkutannya dapat memengaruhi risiko konflik. Hal ini menjadi bagian dari sistem energi dan kondisi kontekstual yang mempengaruhi faktor sosial, ekonomi, dan politik yang dapat mengakibatkan konflik. Karakteristik sistem energi yang dapat mempengaruhi risiko konflik antara lain seperti adanya konsentrasi geografis sumber daya primer, jumlah dan keanekaragaman eksportir di pasar energi internasional, kerentanan infrastruktur terhadap serangan, kerentanan pengguna terhadap gangguan, hingga eksternalitas terkait interkoneksi dengan sistem lain. Dalam kondisi kontekstual, energi dapat memicu konflik dikarenakan adanya dasar pemikiran para aktor untuk terlibat dalam konflik melalui berbagai keadaan.
ADVERTISEMENT
Negara-negara seperti Irak, Suriah, Nigeria, Sudan Selatan, Ukraina bahkan negara-negara di Laut Cina Timur dan Selatan yang sedang diliputi konflik baru maupun konflik yang memanas pun tidak hanya terjadi dikarenakan peristiwa-peristiwa tertentu saja. Lebih dari itu, disebabkan oleh rasa ingin menguasai energi-energi yang ada. Salah satu pemicu terjadinya konflik-konflik tersebut yaitu keinginan untuk mengendalikan aset minyak dan gas alam yang berharga.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, energi memainkan peran yang begitu penting dalam beberapa konflik tersebut. Minyak, gas, dan sumber energi lainnya menjadi komoditas paling penting dan berharga di dunia dan merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah dan perusahaan yang mengontrol produksi dan distribusinya. Pemerintah negara-negara seperti Irak, Nigeria, Rusia, Sudan Selatan, dan Suriah memperoleh sebagian besar pendapatan mereka dari penjualan minyak bumi. Sementara itu, perusahaan energi besar seperti negara lain berusaha menjalankan kekuasaan di negara ini dan negara lain yang terlibat. Ketika mereka mengambil alih dalam hal tersebut, secara tidak langsung pun mereka mengontrol daerah hingga negara penghasil minyak didalamnya sehingga berdampak ada alokasi pendapatan. Hal ini dapat dikatakan menjadi konflik perebutan kendali atas sumber utama pendapatan nasional disebabkan sektor energi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada intinya, kita hidup di dunia yang berpusat pada energi di mana kendali atas sumber daya minyak dan gas berpengaruh terhadap geopolitik bagi sebagian orang dan kerentanan ekonomi bagi sebagian lainnya. Karena begitu banyak negara yang bergantung pada impor energi, negara-negara dengan surplus ekspor seperti Irak, Nigeria, Rusia, dan Sudan Selatan sering kali memiliki pengaruh yang tidak proporsional di panggung dunia. Hal ini dapat menimbulkan risiko keterlibatan eksternal dalam konflik yang ada baik dalam bentuk intervensi langsung, transfer senjata, pengiriman penasihat militer maupun bantuan ekonomi.